Promise You

Elisa Fitria
Chapter #3

3. Aneh

Bagiku kau seperti sebuah buku. Walau telah selesai kubaca, tetapi masih sulit untuk kupahami.

Bibirku tak pernah lelah melantunkan doa untuknya disepertiga malam. Dalam keheningan malam aku mencoba mengetuk pintuNya, agar sedikit saja mendengarkan isi hatiku kini.

Mengadu padanya memang salah satu solusi terbaik. Dia tidak akan bercerita kepada siapapun, Dia tidak akan menjelek-jelekkan apa yang kuceritakan. Dan Dia pastinya akan memberikan jalan yang terbaik tentang pernikahanku ini.

Sudah dua minggu berlalu, sudah resmi kuikat dia dengan ijab namun kami, maksudnya aku dan dia, masih terasa seperti hidup masing-masing.

Memang semua ini adalah keputusan yang diamanatkan Ayahnya sebelum kami menikah. Beliau memang mengijinkan aku meminang Kinan untuk menjadi seorang istri. Akan tetapi beliau begitu meminta kemurahan hatiku agar membiarkan Kinan lulus sekolah lebih dulu.

Miris memang. Disaat aku disetujui untuk menikahinya, masih saja ada syarat yang harus kupenuhi.

Bahkan perempuan yang sudah melahirkanku saja nampak kesal atas keputusan itu. Ibuku berkata mengapa harus dipisahkan bahkan aku dan Kinan sudah resmi terikat?

Hahaha.. Aku tahu itu pertanyaan bodoh. Namun ketika aku mencoba pahami dari segala sudut pandang, apa yang dilakukan oleh Ayah Kinan memang benar.

Dia ingin anaknya bisa menyelesaikan pendidikannya lebih dulu sebelum mengetahui bila aku adalah suaminya.

Tolong jangan tertawakan kalimat yang baru saja aku katakan. Sejak awal memang aku sudah ceritakan, aku adalah suami dari seorang Kinantya Salsalia binti H. Abdul Hamid. Tapi itu menurut versiku.

Sedangkan menurut versinya, dia masih seorang gadis (tolong garis bawahi itu) yang bebas melakukan apa saja.

Gadis remaja yang tumbuh bagaikan sebuah bunga mekar, hingga para kumbang datang untuk berlomba mengambil sari patinya.

Sedangkan aku, suami yang menikahinya dua minggu lalu hanya bisa diam di sini. Melihat keindahan yang sesungguhnya milikku itu dari kejauhan saja.

Bagaimana menurut pendapat kalian?

Pastinya kesal, dan ada rasa ingin egois untuk kepuasan diri sendiri. Bagiku itu adalah hal biasa yang sering dirasakan manusia. Tetapi yang tidak biasa adalah entah bagaimana bisa aku menerima semuanya dengan ikhlas. Dan yakin bahwa semua ini hanya segelintir ujian dariNya.

Kinan..

Kinan..

Kinan..

Berulang kali nama itu kusebut dalam doa. Agar dia di sana diberikan kesehatan, dilindungi dari segala fitnah, dan diingatkan untuk mencintaiNya. Cukup mencintaiNya lebih dulu. Karena setelah bisa mencintaiNya, maka kuyakin dia bisa mencintaiku.

Rasanya aneh bila berbicara mengenai cinta sekarang.Sesungguhnya akupun tidak tahu bagaimana semua manusia mengartikan satu kata singkat itu?

What do you think about love?

Dulu mungkin aku bisa menjawab, cinta adalah sebuah keinginan memiliki?

Kenapa kuakhiri seperti sebuah pertanyaan. Karena memang disebagian otak laki-laki, cinta hanya sekedar napsu belaka. Dan aku tidak munafik, dulu pun aku sama seperti itu.

Mengejar cinta hanya demi kepuasan. Memaksa cinta hanya untuk membuatku bahagia.

Sungguh gila aku dimasa-masa itu. Bisa bertindak seenaknya tanpa berpikir A sampai Z lebih dulu. Karena itu, di awal aku berkata bahwa diriku bukanlah seorang ustad atau ahli agama.

Menikahi Kinan pun semata-mata tidak ingin mengulang kelakuan gilaku di masa lalu.

Lihat selengkapnya