Selepas hubunganku dan Yulan berakhir, aku benar-benar hanya mendekatimu. Seolah seluruh waktuku tak pernah cukup untuk memahamimu, atau tak benar-benar cukup agar kau juga memahamiku.
Ketika aku memutuskan untuk hanya mengejarmu, aku melakukan kesalahan karena pikiranku tidak panjang, aku tidak tahu bahwa masalahku dan Yulan tentu saja akan menyeretmu kedalamnya.
Kau berkali-kalli berkata bahwa mungkin aku dan kau harus menjaga jarak, namun aku tidak mengerti. Aku tidak tahu bahwa Yulan mengajakmu bertengkar. Karena Yulan begitu cemburu dan menuduhmu mengambilku darinya.
“Zary, aku minta maaf, tapi bisa kau berhenti menghubungiku mulai saat ini” kau memintaku dengan tenang ketika aku menemuimu dikomunitas tempatmu menjadi relawan.
“Kenapa?” Tanyaku dengan wajah tak senang.
“Aku gak merasa nyaman karena Yulan.” Ujarmu masih tenang.
“Ow, aku sudah putus dari Yulan.” Aku menjawab dengan acuh.
“Justru itu Zar, dia masih sangat suka kamu. Kamu menolak bertemu dengannya, tapi dia melihatmu ada disekitarku. Dan aku bertemu dengannya hampir setiap hari. Aku tak mau dia salah paham. Dia sudah berkali-kali bertanya padaku tentang hubungan apa yang kita punya, tapi kujelaskanpun dia tidak percaya.” Nada bicaramu tenang, namun raut sedih yang kau tunjukan diwajahmu membuatku terdiam.
Aku dan kau terjeda diam yang cukup lama. Kau tak lagi bersuara, sedangkan aku menimbang rasa dalam kepalaku. Aku tidak tahu apakah ini waktu yang tepat atau tidak untuk menyampaikannya. Namun begitu kulihat wajahmu disana, aku mengumpulkan keberanianku.
“Aku tidak bisa berhenti menghubungimu Rein.” Aku berusaha menatap matanya yang sendu.
“Kenapa Zar?” Kau bertanya.
“Karena aku menyukaimu. Aku suka dirimu, duniamu, aku suka kamu.” Kuletakan kedua telapak tanganku di kedua bahumu. Ini pertama kalinya dalam hidup aku menyatakan suka pada seorang perempuan.
Mendengar itu wajahmu memerah, kau menggigit bagian bawah bibirmu, matamu menatap jelas ke mataku. Seakan memikirkan sesuatu, atau menyadari sesuatu.