Aku melangkah masuk ke dalam gedung King centre ditemani olehmu yang berjalan dibelakangku. Hari ini adalah rapat pertemuan seluruh Group Priambodho bersama investor inti. Dengan agenda presentasi laporan setiap perusahaan aku merencanakan untuk membuatmu menggantikanku.
Ini adalah pertemuan kedua kau dengan Papi setelah acara pertunanganku, aku ingin kau memberikan kesan yang baik untuk Papi. Rapat dimulai tidak lama setelah Papi memasuki ruangan. Papi sedikit terkejut denganmu yang menyapa para investor dengan sangat akrab, tak terkecuali aku, aku lebih terkejut lagi karena kau tidak pernah menceritakan apa-apa padaku tentang kenalan-kenalanmu.
Kau memberikan presentasi dengan mengagumkan, ditambah lagi dengan keberhasilan kita di China belum lama ini. Papi memperhatikanmu dengan seksama. Sepertinya rencanaku berhasil. Selesai rapat kau menghampiriku dan aku memberimu pujian yang sudah selayaknya kau dapatkan kemudian membawamu makan siang
“Rein, kamu kenal orang-orang diruangan rapat tadi? Mereka orang asing lho” Ucapku sambil menyantap makan siangku.
“Iya, sebagian dari mereka.” Jawabmu seadanya.
“Kenal dimana?” Tanyaku masih penasaran. Kau membetulkan tempat dudukmu, tak langsung menjawab. Kemudian menatapku.
“mereka dulu klienku. Aku kan kerja jadi konsultan bisnis.” Kau kembali menyantap makan siangmu.
“Mereka perusahaan besar lho?” Kataku masih berusaha meyakinkan diriku sendiri.
“Iya memang. Aku menangani perusahaan besar, jarang perusahaan kecil datang ke aku.” Kau masih tampak acuh. Aku menatapmu.
“Kalau seperti perusahaanku?” Tanyaku masih menyelidik, sebenarnya ingin menggoda saja tapi aku penasaran juga. Kau tak menjawab, hanya tersenyum. Aku tak melanjutkan pertanyaanku, sudah tahu maksudmu.
***
Aku sedikit terkejut dengan apa yang kubaca didepan layarku. Aku tak menyangka keberhasilanmu diakui secara global di dunia bisnis. Atau hanya aku saja yang kurang mencari tahu tentangmu, bisa saja. Tapi aku masih terkejut.
Aku sengaja mencari tahumu di internet karena ingin meringankan rasa penasaranku dan rasa bersalah menghampiriku. Dibanding perusahaan kecil pemberian Papi ini, tidak sekecil itu tapi dibanding millik Papi dan Kak Zayn, milikku yang paling kecil. Kau telah menangani perusahaan-perusahaan yang lebih besar dari Priambodho, dan kau meninggalkan itu semua demi menjadi asistenku yang gajinya pasti jauh dibawah yang kau terima selama ini.
Masih termenung tiba-tiba teleponku berbunyi. Suara Papi disebrang sana terdengar nyaring.
“Zary! Dimana kamu?” Teriak Papi.
“Kantor Pi.” Jawabku singkat.
“Nanti ke kantor ya, Papi mau ngobrol.” Ucap Papi. Aku mengerutkan dahi, tak biasanya Papi menyuruhku ke kantor di jam kerja.
“10 Menit lagi Zary kesana.” Kataku sambil melihat jarum jam di pergelangan tanganku.
“Ya sudah kalau begitu Papi tunggu.” Jawab Papi kemudian mematikan telepon.
Sesampainya di kantor Papi aku langsung menuju ruangan Papi. Kulihat Papi sedang menatapi layar komputer didepannya. Melihatku datang Papi langsung berdiri menuju sofa.
“Asisten kamu gak ikut” tanya Papi sambil duduk di sofa kesukaannya.
“Gak pi. Dia ada kerjaan.” Jawabku sambil ikut duduk di sofa.
“Siapa namanya? Papi lupa, padahal kemarin berkali-kali disebut.” Tanya Papi lagi. Kali ini wajahnya terlihat penasaran. Aku menatap curiga kearah Papi. Tidak biasanya dia tertarik sedemikian rupa.
“Ada apa sih Pi?” Aku tak menjawab pertanyaan Papi. Papi menyandarkan bahunya di sofa.
“Selesai rapat, Papi makan siang dengan perwakilan investor kemarin. Mereka memuji asistenmu. Tapi bukan karena presentasi yang dia bawa. Mereka malah menyayangkan kenapa dia harus ada di Priambodho. Mereka ceritakan bagaimana hebatnya asistenmu menangani permasalahan keuangan perusahaan mereka. Padahal Papi baru pertama kali itu melihat dia, jadi Papi tidak bisa bicara apa-apa.” Jawab Papi sambil merilekskan tubuhnya. Aku mendengarkan dengan seksama, sebenarnya bingung mau menjawab apa, karena aku juga baru tahu berharganya dirimu di dunia bisnis.
“Sebenarnya, itu kali kedua Papi bertemu dia. Yang pertama di acara pertunangan Zary dengan Natasya. Dia mengatur semuanya. Catering, dekor, jalan acara….” Jawabku diluar konteks.
“Papi gak ingat. Tapi pestamu benar-benar luar biasa, kalau begitu Papi mengakuinya. Dia memang bisa diandalkan. Mungkin melebihi susan, padahal susan itu andalan Papi lho.” Ucap Papi lagi.
“Papi manggil Zary kesini mau ngobrolin itu?” Tanyaku masih menaruh curiga pada Papi.
“Ya. Kurang lebih. Papi mau menaruhnya di King centre. Tempat besar ini lebih cocok untuknya daripada ditempatmu. Papi tadi sudah mencari tahu tentang dia, dan lagipula para investor sudah memberikan testimoni. Sayang sekali jika harus bekerja ditempatmu.” Ucap Papi tanpa beban. Aku sudah menduganya.
“Jangan Pi. Zary butuh dia.” Jawabku cepat.
“Iya Zar, perusahaan kita butuh dia, kalau dia ditaruh di perusahan pusat. Pasti lebih baik.” Sahut Papi. Aku memasang wajah masam.
“Zary butuh dia bukan Cuma diperusahaan. Zary butuh dia 24 jam.” Jawabku. Papi menatapku.
“Kamu ngomong apa sih? Sehebat itu dia sampai-sampai harus mengurusi hidupmu segala?” Tanya Papi dengan tatapan mencemoohku.