Tidak semua penduduk kerajaan mahir menggunakan sihir, mereka memanfaatkan alat untuk membantu aktivasi sihir. Untuk melepas penggunaan alat seperti akas, mereka harus naik ke level 5 terlebih dahulu. Namun, ini sama sekali tidak dipandang. Sebagian besarnya menganggap bahwa kehadiran akas sudah lebih dari cukup. Tidak perlu level 5 untuk memakai sihir di keseharian mereka. Pemakaian sihir lebih dari sekadar membantu pekerjaan sehari-hari hanyalah perusakan masal.
Anak muda yang berfokus dalam sihir biasanya akan memilih bersekolah di SSS HARBANG. Sekolah itu adalah satu-satunya sekolah yang memberikan pengajaran bagi murid yang ingin mencapai level 5 ke atas. Namun, kebanyakan dari mereka terlambat tahu bahwa untuk memperoleh pendidikan ke level 5, mereka harus memilih pilihan bekerja untuk kerajaan setelah kelulusan ditingkat pertama.
Alasan itulah yang membuat kebayakan dari penduduk Kerajaan Lesjaya tidak pernah bisa lepas dari alat yang dinamai secara resmi akas. Penduduknya tidak pernah menginginkan sesuatu yang lebih. Teknologi lebih maju tidak pernah turun ke masyarakat. Hanya segelintir orang yang mau menerima perkembangan teknologi.
Memang dalam pandangan mereka kota tidak pernah memperlihatkan kejahatan. Pemandangan kota terlihat baik-baik saja. Semua itu tersembunyi dalam bayangan sihir yang memerlukan kemampuan minimum di level 5. Mereka tidak akan sadar orang di sampingnya telah meninggal atau hartanya sudah tidak ada lagi di tangannya. Hal tersebut dapat terjadi karena pelakunya berada jauh dari level kemampuan mata mereka.
Penduduk asli Arqush dapat dengan mudah mengganti tubuhnya menggunakan akas. Melihat mayat di perkotaan tidak akan membuat seseorang panik. Sampai orang jatuh itu dinyatakan meninggal, orang-orang tidak akan tahu. Belum lagi, untuk membuka komunikasi jiwa, empati dan simpati, penduduk hanya memanfaatkan akas. Meski seseorang berlari tanpa kaki atau sebagian besar tubuh sudah tidak ada atau melihat organ dalam tercecer seiring gerak larinya, orang yang melihatnya masih bisa tersenyum selama orang itu membuka komunikasi jiwa. Namun, orang mati tidak bisa membuka komunikasi jiwa. Di sanalah permasalahannya, orang-orang tidak akan panik melihat kerumunan orang mulai terjatuh mati sebelum mereka mendengar konfirmasi. Orang-orang selalu berpikir positif bahwa di kota ini tidak ada permasalahan.
Situasi ini dimanfaakan orang dari dunia minoritas penggila sihir dan kekuatan. Mereka bisa merampok seseorang tanpa disadari banyak orang. Jiro termasuk orang dari dunia minoritas tersebut tetapi, dia punya title pahlawan. Ketika dia melihat seseorang tertawa saat melakukan aksi pencurian, Jiro tidak bisa tinggal diam.
“Tunggu dulu, kalian tidak bisa mengambil hak orang lain tanpa izin. Itu pencurian namanya.” Sayangnya title pahlawan tidak memberinya uang. “El, berikan padaku semua uang yang mereka ambil dari orang-orang.”
“Oui, Master. Elvriesh telah mengakui kepemilikan uang senilai 56.300 duit dari tiga pengumpul individu Cikal Adalbaran, individu Farrel Harsaya, dan individu Kadar Prasista. Dan sesungguhnya Elvriesh telah mengabdikan segala sesuatu yang menjadi kepemilikan Elvriesh.”
Elvriesh ketika itu mengubah posisinya yang awalnya diam di belakang ke posisi berlutut menyerahkan semua lembaran uang kepada Jiro. Orang-orang yang memakai jubah hitam itu tidak tahu apa yang dilakukan Jiro dan Elvriesh. Perlu beberapa waktu sampai mereka sadar bahwa uang di saku mereka raib ke tangan Jiro.
“Anak kecil apa dia adikmu? Budak? Cantik juga. Bagaimana kalau kalian ikut paman. Kerajaan ini tidak akan pernah menerima orang tanpa kartu identitas.”
Salah satu dari tiga pencuri mendekat sambil membuka tudungnya. Terlihat wajahnya yang dipenuhi gambar. Matanya melihat Elvriesh yang saat itu menyesuaikan tubuhnya ke usia 15 tahun sama seperti Jiro.
“Paman akan memperlakukanmu- kalian sebaik mungkin.” Paman ini masih memandangi Elvriesh dengan mata mesumnya sebelum diakhir kalimatnya dia mulai mencoba menyentuh rambut Elvriesh. Namun, itu tidak pernah terwujud. Anak buahnya di belakang berseru. “BOS! anak itu mencuri uang kita.”
“A-Apa?” Paman wajah bergambar ini kesulitan mengolah apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa anak di depan matanya mengambil uangnya yang disimpan di belakang.
Setelah enam tumpuk uang diserahkan, Elvriesh kembali ke posisinya tanpa suara sedikitpun. Jiro lalu memamerkan uang itu dengan senyumnya yang menarik keluar niat meledek dalam benaknya. “Ini uang kalian totalnya 56.300 duit. Banyak juga ya penghasilan kalian hari ini.”
Merasakan bahaya, kini wajah bergambar itu mulai serius memusuhi Jiro. “Citus” satu kata itu muncul dipikirannya. Ciri fisik Citus tidak ada bedanya dengan manusia hanya saja mereka tidak akan pernah menjadi tua. Penampilan para pemuda ras Citus di sekitar 20-40 tahun akan terlihat seperti manusia di usia 10 tahun. Yang terlihat seperti di usia 15 tahun hanyalah tetua yang sudah hidup ratusan tahun.
“Kakek tua jika kau mengambil uang kami dengan cara seperti ini, sopan santun tidak diperlukan lagi. Aku akan mengubahmu menjadi budakku,” kata pria dengan gambar mengancam.
Sebuah bilah terbentuk dari cahaya di tangannya. Lalu pria ini menghilang dan muncul kembali di belakang Jiro dengan gambar kemenangan di wajahnya. “Ambil kembali uangnya,” katanya lagi menganggap semuanya telah usai.
Kata-kata pria yang dipanggil Bos ini dipahami dengan cara yang salah oleh bawahannya. Mereka secara langsung membentuk bilah lalu bergerak maju secepat suara tanpa kebisingan. Pria bergambar masih belum menyadari apa yang tengah terjadi sampai dia berbalik dan mendengar erangan dari bawahannya.
Masing-masing dari mereka kehilangan satu tangan tanpa mereka sadari. Tangan yang digunakan untuk menebas malah menembus tubuh Jiro dan tidak pernah kembali. Tangan yang selalu mereka banggakan dalam setiap operasi pencurian terkonversi menjadi energi yang memperkuat Jiro seorang.
“Aku tidak tahu apa yang kalian pikirkan tapi, aku bukan kakek-kakek. Bagaimana caranya kalian bisa berpikir seperti itu?” Sejenak Jiro menghirup udara. “Lupakan semua ini, mari bicara bisnis.”