Kita pernah berpikir memiliki kemampuan super bisa memudahkan banyak pekerjaan, berpindah ke sana kemari seenak jidat, kaya raya, bersinar; dikenal di mana-mana. Namun, percayalah, itu semua hanya sisi positif yang sepintas terpikir. Sisi negatifnya terlalu suram untuk dibayangkan kerena bagaimanapun roda perekonomian jauh lebih penting daripada kemampuan super. Para manusia berkemampuan super yang terbelit masalah ekonomi—yang berpikir kurang bagus—mungkin, akan menggunakan kemampuannya ke arah yang salah.
Oleh karena itu, hanya dengan membicarakannya, kita bisa mengetahuinya. Ketika zaman mewujudkan semua bayangan itu, sisi negatif pastilah terlihat jelas daripada sisi positifnya. Mereka yang disebut-sebut sebagai pahlawan hanya melakukan aksi-aksi yang tidak penting tanpa akhir. Di lain sisi, pihak yang ingin menghentikan siklus tanpa akhir tidak menyadari bahwa yang dilakukannya hanyalah mengikis lebih dalam sifat kemanusiaan. Orang-orang akan menyebut dunia itu sebagai era kepahlawanan atau era neraka kerena mereka membutuhkan sosok yang bisa menghentikan semua kekacauan yang ada.
Iblis Bayang, itulah sebutan untuk menyebut makhluk yang telah mewujudkan era kepahlawanan. Dia tidak memiliki identitas ataupun asal-usul yang pasti juga tidak ada yang tahu makhluk seperti apa dia. Setiap kali dia memberikan kemampuan super, dia akan datang merasuki orang-orang, tidak ada yang tahu keberadaannya, tidak ada yang bisa menghentikannya.
“Kau memiliki tubuh yang bagus. Mulai saat ini kau adalah objek uji cobaku, tetapi aku tidak akan memaksa kehendakmu. Kau boleh bertindak sesuka hati.”
Itulah yang dia katakan pada orang-orang. Dan tokoh utama kita, Jiro Kawanaga juga menerimanya. Konversi energi. Sebuah kuasa yang memungkinkan penggunanya mengubah suatu energi ke bentuk lain yang dapat diterima ke semua orang termasuk benda-benda. Sebuah kemampuan yang memberikan imunitas dari serangan sesuai dengan tingkat ketelitian penggunannya.
Saat waktu berjalan, Jiro tumbuh terlampau kuat. Pengetahuannya yang luas membawanya ke puncak yang dikenal sebagai orang kuat. Dia mendapat imunitas mutlak dari segala macam serangan. Orang-orang memujanya dengan sebutan “The Immortal Object”. Rumor-rumor mengatakan dialah satu-satunya orang yang sanggup meleyapkan sang dalang. Namun, orang-orang juga tahu kekuatan itu hanyalah pinjaman dari sang dalang sendiri. Maka tidak heran, rumor yang menyatakan bahwa Jiro sebentar lagi akan mati juga tersebar tak kalah cepat.
Sebetulnya, kemampuan yang dia miliki tidak hanya konversi energi. Jiro juga memiliki kemampuan menciptakan ruang yang turut mendukungnya ke puncak. Kemampuan tersebut membuat penerimaan energi dari kemampuan koversi energi menjadi tanpa batas. Setiap kali ruang tampung energi mencapai batas, isi dari ruang itu bisa digunakan untuk menciptakan ruang tampung yang lebih besar.
Ketika rumor tersebut sampai, Jiro bersiaga dan menciptakan ruang tampung yang lebih besar. Namun, si Iblis datang sebelum dirinya mencapai titik puas.
“Jiro Kawanaga. Seperti yang kuharapkan, kau bisa menahan 23 pecahan.” Si Iblis berkata melalui tubuh kakaknya.
Jiro sedang menatap layar komputer dan menggambar model karakter sebelum suara Kakaknya masuk. Pikirannya langsung menyimpulkan. “Iblis!” katanya. Sorot matanya dipenuhi emosi marah.
Iblis tidak menampakkan niatan bertarung. Jiro menganggapnya sebagai celah. Segera bergerak, dia menghilang di tempat meninggalkan suara yang terarah. Kemudian, lantai tempat tubuh kakaknya berdiri tiba-tiba berlubang dalam sekejap. Potongannya sangat rapi hingga tembus ke lantai bawah. Uap air tercipta di sekitarnya. Iblis tidak menganggap semua itu sebagai ancaman. Dia mendarat di lantai bawah tanpa masalah. Setelah itu, situasi dan kondisi dipenuhi dengan ekspresi heran bahkan untuk karakter kecil yang sedang bersih-bersih di sana. Dua orang itu terdiam keheranan dengan alasan masing-masing sedangkan yang lain terjatuh karena terkejut.
“Apa yang kau lakukan?” tanya si Iblis.
Jiro hanya memandangi tanganya alih-alih menjawab. “Bibi!” Dia berseru tiba-tiba. “Telpon Harrish dan Verra.”
Iblis hanya melihat semuanya.
“Aku tidak menangkap energi yang bisa kau gunakan untuk mengontrol tubuh kakakku. Kenapa?”
“Oh.” Iblis mulai paham dan mengangguk. “Kau ingin mengetahui lokasiku? Sayangnya, jumlah jiwa yang kau miliki tidak cukup untuk menyentuhku.”
“Jiwa?”
Iblis menepis udara. “Lupakan. Aku datang tidak untuk membocorkan informasi. Aku akan mengambil kembali apa yang menjadi milikku.”
“Kau hanya tidak ingin aku tumbuh lebih kuat dan berdiri di atasmu, kan?”
“Tidak juga, semua kemampuan super hanyalah pecahan. Kau takkan pernah melampauiku bahkan untuk 0,1% kekuatanku. Itu bukan melebih-lebihkan ya. Buktinya kau bahkan tak bisa menyentuhku. Cobalah perhatikan hal kecil itu.”
Iblis Bayang mengangkat tangan Kakak Jiro dan mengarahkannya ke si Adik. Jiro bersiap menangkap energi yang akan digunakan. Dia mengambil kuda-kuda, mendorong tangannya ke depan.
“Aku akan mengambil kemampuanmu dan kau harus mati.”
Mendengar kata mati, tangan satunya mengepal semakin erat. “Kenapa aku harus mati?” Matanya lurus ke depan. Tujuannya hanya mengulur waktu sampai Harrish dan Verra datang. Namun, dia tidak menyadari sebuah lingkaran terbentuk di belakang punggungnya.
“Aku tak tahu detailnya, tapi tenang saja aku pernah melihatnya secara langsung ‘secara langsung’. Kau tidak akan benar-benar mati. Di suatu tempat kau akan terbangun kembali dan menerima sesuatu semacam … ujian.”
Jiro ingin menimpali, tetapi suaranya tidak keluar bahkan mulutnya tidak bisa digerakan. Seluruh tubuhnya berhenti mematuhi. Ketakutan mulai muncul. Panik, kebingungan, tak berdaya, dia tidak pernah merasakannya.
Lingkaran hitam mengeluarkan asap hitam. Saat itulah, Jiro menyadari ada yang aneh di belakangnya. Lalu, tanpa aba-aba, pemandangan menjadi miring dan perlahan sudut pandangnya merendah. Kesakitan yang luar biasa muncul. Kesadaran pun memudar. Jiro terlelap tanpa kemampuan untuk melakukan apapun.
***
Ketika Jiro kembali terbangun dia tidak bisa mengingat apa-apa. Hanya satu yang dia tahu, apa-apa yang terjadi sebelumnya adalah kematian. Semua yang rasa sakit yang dirasakannya masih membekas. Untuk beberapa saat, Jiro meraba-raba tubuhnya sendiri dengan napas memburu.
“Leherku …, syukurlah. Huh? Syukurlah?”
Dia segera berdiri dan memandang ke segala arah. “Tempat apa ini?”
Jiro disajikan puluhan pintu yang mengelilingi batu besar tempatnya berdiri. Dia berpikir semua pintu tersebut menuju ruangan lain atau jalan keluar. Namun, ketika dia melihatnya lebih teliti, pintu itu menunjukkan keraguan berupa pintu lain di belakangnya. Rasa penasarannya pun tumbuh semakin besar kala perhatiannya teralihkan ke papan kayu yang menggantung di masing-masing pintu. Bentuknya berbeda-beda, di permukaannya tertulis Hammel, Sandalphon, Israfiel, Raphael, Gabriel dan nama malaikat lainnya dengan berbagai jenis tulisan yang berbeda pula.
Salah satu pintu dihampirinya, warnanya biru dengan tulisan “Gabriel”. Dia tidak bisa mengira-ngira apa yang telah terjadi. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah mengenali tempat ini. Satu-satunya yang diinginkan adalah informasi yang dapat membawanya keluar dari tempat ini. Namun, yang terlihat dihadapannya hanyalah daun pintu tanpa knop. Jelas itu bukan pintu keluar. Semakin bingung, Jiro berpikir untuk memastikan semuanya.
“Semuanya sama, itu berarti pintu tidak digunakan untuk keluar masuk. Bagaimana bisa aku ada disini? Atau mungkin disembunyikan?”
Dia mengangkat tangan kirinya dan menghitung apa yang diketahuinya. “Ada 40 pintu yang tampak, semua pintu berbeda-beda, masing-masing pintu ada namanya, hanya ada beberapa pintu yang ada knopnya dan di belakangnya ada pintu lain. Apa ini? Teka-teki? Keputusan tepat aku belum menyentuhnya. Apa aku harus menyingkirkan semua pintu ini dulu?”
Masih dalam kebingungan, Jiro mengalihkan pandangannya ke satu pintu warna putih di samping pintu baja. Tulisannya “Elvriesh”. Efek berantai akan dihasilkan hanya dengan dorongan kecil. Namun, Jiro hanya menyentuh pintu itu dan secara mendadak bersinar teramat terang. Refleks dan tangan-tangannya mengalihkan pandangan. Kelopak matanya dirapatkan sekencang mungkin. Namun, ketika dia kembali membuka mata, dirinya tersadar tengah duduk seperti tamu yang sopan.
Keadaan dan situasinya berubah. Meja bundar bermaterial logam warna putih hadir di depannya. Ini terlihat seperti undangan pesta minum teh. Lantainya berpola kotak-kotak papan catur. Batu besar dan semua pintu yang mengelilinginya hilang seolah tak pernah ada. Jiro sekali lagi tampak linglung.
“Sesaat yang lalu, aku berdiri. Bagaimana bisa? Apa yang terjadi dengan pintu-pintunya?” pikirannya bertanya-tanya.
Tak lama setelahnya, seseorang turun dari atas mengenakan gaun pengantin putih tanpa tudung. Keberadaannya seperti tenggelam dalam air. Rambut putih panjangnya mengambang seolah mengabaikan gravitasi. Dia membentangkan sepasang sayap putih dan kecantikannya tidak bisa dibandingkan. Matanya terlihat lebar dan pipinya memiliki porsi yang pas tidak gemuk dan tidak kurus. Bibirnya terlihat tipis dan kulitnya kekuningan seperti orang Asia Timur. Dari ciri fisiknya, semua orang pasti memanggilnya malaikat.
“Jiro Kawanaga benarkah nama ini adalah nama Anda?” katanya. Suaranya adalah campuran suara lemah lembut dan suara basah yang tipis terdengar datar, tetapi indah. Semua yang mendengar suaranya tidak akan mampu mengabaikannya.
“Y-ya, dan kau Elvriesh? Di mana ini?” balas Jiro mencoba sesantai mungkin.
Sang malaikat mengangguk menjawab pertanyaan Jiro. Kemudian, dia mendarat dengan tenangnya dan berkata, “Selamat datang di Noirvana. Tempat ini boleh Anda sebut sebagai akhirat. Keberadaan Anda di sini memiliki arti bahwa kehidupan Anda di dunia telah berakhir. Sungguh kehidupan yang sangat singkat. Saya sebagai melaikat ketiga, Elvriesh, turut berduka atas segala yang Anda tinggalkan. Sesungguhnya segala sesuatu yang telah Anda upayakan terdapat nilai-nilai tinggi yang terus mengalir menambah derajat Anda. Dan sesungguhnya Anda berhak mendapat pembalasan yang setimpal. Pintu surga terbuka untuk Anda.”
Nadanya masih sama. Dia juga mengatakan bahwa dirinya menyesal dan suaranya berubah merendah. Namun, beberapa detik kemudian, apa yang dia sampaikan berubah lebih gembira. Selanjutnya, sebuah gerbang raksasa berwarna emas—terlihat sangat megah dengan tulisan-tulisan aneh—tiba-tiba muncul dan terbuka.
Jiro tidak tahu apa itu sementara si wanita bersikap selayaknya pelayan lalu kembali berkata, “Sebuah pembalasan yang setimpal dengan hormat dipersembahkan untuk Anda.”
Jiro mulai paham dan bangkit berdiri. “Baiklah,” katanya.
Keyakinannya mengatakan bahwa memasuki gerbang emas adalah sebuah kehormatan. Jiro paham betul konsep itu. Namun, semakin jauh dia berjalan semakin berat hatinya. Pikirannya dihadapkan pada tujuan di kehidupannya yang dulu masih belum tercapai. Rasa sakit yang diingatnya menciptakan keraguan.
“Apa kita bisa bertemu kembali?” tanyanya.
“Sebuah kehormatan besar dapat bertatap muka dengan Anda. Saya sebagai malaikat akan selalu berada di sini untuk mengirim jiwa-jiwa ke neraka ataupun surga.”
Elvriesh mengangkat kepalanya dan berdiri tegak saat menjawab pertanyaan. Walaupun terdengar tidak nyambung, ini adalah balasan yang menyatakan bahwa Jiro takkan pernah bertemu kembali.