Proyek Superkuasa

Bima Kagumi
Chapter #3

Suatu Cara Untuk Hidup

Sekolah Seni Sihir Harbang mempunyai wilayah yang sangat luas, terdiri dari beberapa bangunan yang berkumpul di satu sisi dan dipagari tembok tebal nan tinggi. Sementara selebihnya adalah wilayah rerumputan. Pintu masuknya dapat dijumpai di banyak desa, tetapi keseluruhan wilayah itu menjadi bagian dari Desa Rupa. 

Temboknya dibuat dari batu sejati yang dilapis warna putih dengan coraknya yang timbul diwarnai merah, biru, dan kuning. Setiap gerbangnya diberi warna hitam dan tulisan “Sekolah Seni Sihir Harapan Bangsa” terpampang tepat di bagian atas. Namun, karena kemegahannya, semua itu tidak terlalu bagus jika dilihat dari dekat tetapi, sebagai gantinya, struktur dindingnya nyaman dilihat. Itu akan bercahaya yang menandakan sihir atau semacamnya sedang aktif.

Sekolah Seni Sihir Harbang sering disebut-sebut sebagai sekolah elit termahal, bernilai tinggi dalam pendidikannya dan juga dalam hal kehormatan serta martabat yang mengekor pada namanya. Popularitasnya pun tidak pernah menjadi nomor dua, tidak seorangpun yang tidak mengenal sekolah ini. Dan kemungkinan terbesarnya, nilai popularitas itu menjadi alasan mengapa Elvriesh melihat dan menampilkan sekolah ini.

Jiro dan Elvriesh menapakkan kakinya di sekitar gerbang yang berseberangan langsung dengan Desa Laba. Kekaguman pun muncul kala melihat cahaya di tembok itu. 

“Tampak lebih bagus dilihat dari dekat,” katanya. “Itu yang akan kupelajari nanti,” lanjutnya menunjuk-nunjuk lalu mulai melangkah. Pikirannya pun demikian. Dia bolak-balik melihat rumah-rumah dan batas sekolah. “Tapi, mereka tak punya sejarah yang panjang, kan? Untuk desain rumah mereka cukup pintar. Itu sisi yang bagus. Mungkin, mereka akan melangkah lebih jauh dan melewati zaman modern Bumi. Ya, mereka punya cadangan energi gratis yang besar. Dan …. Oh, iya, karena aku mengahapus kata-kata terkait segala hal mengenai alat-alat modern milik Bumi, istilah baru macam apa yang akan hadir.” 

Pikirannya berhenti berjalan-jalan. Kaki-kakinya melangkah ke kanan. Dia sudah tahu bahwa jalan yang diambilnya mengarah ke gerbang. 

“Sebentar, kok aneh? Ya, ampun lupa aku enggak bedain waktunya. Main terobos aja.” Jiro menertawakan dirinya sendiri sambil menepuk dahi.

Jiro datang dengan tujuan ingin mempelajari apa-apa yang berkembang dari sistem sihir yang diciptakannya sendiri. Namun, dia datang di saat matahari sedang tinggi. Gerbangnnya pun tertutup dan kondisi di sana sangat lengang. 

“Kalau gini caranya, gua … a-aku harus tanya ibu-ibu bapak-bapak dong?” keluh Jiro dengan hela napas. “El, kita jalan-jalan dulu aja,” lanjut Jiro membelakangi Elvriesh.

Dia yang di belakang berhenti sejenak dan membungkuk untuk membalas kalimat tuannya. “Oui, Master. Sebuah kehormatan dapat memahami perintah Anda. Sesungguhnya Elvriesh dalam kebahagiaan tertinggi dapat menerima dan menyimpan sebuah kenangan dan menjadi saksi peristiwa ketika Anda menentukan pilihan yang bijak. Elvriesh akan mengingat peristiwa ini sebagai harta berkepemilikan sepanjang hidup.”

Jiro berbalik. “Aku tak pernah paham dirimu ini mengejek atau memuji.”

Masih di posisi yang sama dia kembali membungkuk. “Sesungguhnya Elvriesh telah mengabdikan segala sesuatu yang menjadi kepemilikan Elvriesh termasuk keseluruhan tubuh ini. Sebuah kehormatan dapat menerima dan menyimpan kenangan yang Anda ciptakan,”

Jiro tidak mendengarnya bahkan langkahnya sudah lebih jauh. Namun, hadirnya suara keras menghentikan langkahnya. 

“Hei, Nak! Ya, kau yang di sana. Jika kau datang kemari dengan alasan tersesat maka satu langkahmu sudah berlebihan.”

Suara berat itu berasal dari seseorang yang berada di sela-sela dinding sebelah gerbang, tetapi dari sudut pandang Jiro, suara itu datang dari depan.

“Sebenarnya, aku datang kemari hanya untuk bertanya.” 

Jiro berteriak dari sisi ke sisi lain. Dia bingung menghadap ke arah mana dan juga sedang mencari orang yang bicara.

“Baiklah, katakan pertanyaanmu.”

“Pertanyaan tak seberapa, tapi aku harus memastikannya. Kapan penerimaan siswa baru di sekolah ini? Hanya itu. Kalau ada ….”

Suara itu menyela. “Kau ingin mendaftar? Dimana kau tinggal sehingga tidak tahu? Pendaftaran siswa baru sudah berlalu sebulan lebih. Kau ingin brosurnya?”

“Bukan mendaftar sih? Tapi, yah …, tolong.”

“Sebentar, kalau tidak salah ingat ada banyak kemarin tapi …, yah, ini dia.”

Suara lelaki itu terpotong-potong karena dia sedang membuka-buka sesuatu. Ketika dia sudah selesai, beberapa lama kemudian, ia mengulurkan tangan dan tumpukan brosur keluar lewat lubang yang sebenarnya cukup untuk mendorong seluruh tubuhnya. Lalu, tumpukan brosur itu terbang dengan penuh kehati-hatian.

“Terima kasih, tapi aku tak butuh banyak.”

“Simpanlah, itu tidak terlalu berguna di sini.” Tangan itu sekarang membuat gerakan mengusir. “Terima saja dan pergilah! Kau tak akan pernah tahu apa yang akan dilakukan orang-orang bodoh di sini.”

Tidak lama setelah dia berkata seperti itu, sebuah kilat dari kejauhan menyambar disusul ledakan yang membuat jejak asap seperti jamur. 

“Kau dengar itu, kan?”

Suaranya seakan tidak peduli, tetapi itu tidak tampak dalam tindakannya.

Jiro tersenyum. Orang-orang yang disebut bodoh itu sudah menarik perhatiannya.

“Aku akan datang kembali dan menambah jumlah orang-orang bodoh di sini.”

“Terserahlah.”

***

Dari tempat singgah Jiro, sedikit lebih jauh, sebuah persimpangan yang dianggap sebagai tempat strategis untuk perdagangan menjadi tempat warga desa membangun usaha kecil hingga menengah. Toko-toko, restoran bahkan pandai besi didirikan di sana.

Jiro bergerak ke sana untuk menghabiskan waktu dan berusaha beradaptasi. Sepanjang jalan, dari tempat singgah sampai perempatan, rumah penduduk semakin jarang dan mulai digantikan oleh toko-toko atau rumah-rumah usaha. Jalannya juga semakin lebar dan ramai dengan enam jenis huruf di permukaannya. Banyak orang yang mewakili tempat pekerjaannya melakukan promosi dengan suara keras. Banyak alat-alat yang sengaja dibuat berisik dan mereka membuat nama-nama tokonya terpampang jelas. 

“Celana remaja cocok juga untuk dewasa laki-laki atau perempuan, bisa memperbaiki diri sendiri dan tidak perlu dibersihkan diskon 30 persen. HARGA KHUSUS ibu-bapak ya. Oh, yang itu kemeja tahan panas dan otomatis pengerasan, Pak. Semua yang di sini sudah dilengkapi ketahanan panas. Diskon 15 persen, silahkan dipilih.”

Banyak suara yang tersebar, tetapi itu tidak mengahangi Jiro berpikir. 

“Aku tidak mengerti mengapa jalannya semakin sempit ke sekolah? Tidak ada yang memakai kendaraan atau sapu terbang di sini. Tidak terlalu padat juga. Untuk apa?”

Orang-orang banyak menggunakan kaki mereka di sana. Ada juga yang menggunakan alat yang entah bagaimana bisa memuncul tabung cahaya di pinggir jalan untuk berpindah-pindah lokasi. Sebagian lainnya pun ada yang malas menggunakan kaki dan terbang atau meluncur sesuka hati melewati orang-orang.

Jiro masih belum mendapat informasi. Dari pemandangan, yang bisa dinilainya adalah fakta bahwa tempat itu menakjubkan, didirikan dari banyak persegi yang tersusun rapi, halus, bersih dan tidak ada jaringan kabel. Bangunan-bangunannya juga sudah memajang benda transparans untuk manarik perhatian di ruang yang sempit.

Lihat selengkapnya