Proyek Superkuasa

Bima Kagumi
Chapter #9

Sisi yang Lain

Pagi buta masih sunyi yang tampaknya tidak berbeda dengan malam. Gerbang Harbang yang menghadap ke Desa Laba keadaannya sama seperti malam-malam sebelumnya.

Osens-nya abis lagi nih.”

Dua petugas keamanan yang terjaga memakai seragam merah terang sedang berbincang sambil duduk-duduk menikmati minuman. Mereka tidak terlalu cemas akan adanya ancaman yang membahayakan sekolah. Tabir keamanan atau sebuah pengahalang atau pelindung—yang hampir sama kuatnya dengan tabir milik kerajaan—terpasang menutupi seisi sekolah. “Lagi pula, siapa yang mau merampok sekolah? Menculik anak-anak? Strategi lebih baik adalah menunggu berakhirnya semester.”

“Sudahlah, tadi Amak bilang susah tidur. Jangan minum lagi lah.”

“Asem, Rik. Enggak minum sebentar udah asem aja ini mulut.”

Orang yang dipangil Amak itu beranjak dari kursi, mulutnya bersiul ria. Bersama dengan janggut baru tumbuh itu, dia mendekati persediaan air jernih di belakang mereka. Dipegang erat papan tipis di tangannya, lingkaran sihir pun terbentuk. Wadah-wadah yang dibentuk seperti lemari mengeluarkan air bersih yang dingin dari cerat yang menghadap ke atas. Warna airnya berubah keunguan setelah melewati bubuk putih yang disiapkan pria itu dari lemari.

“Besok-besok mending tidur gantian saja.”

“Ya kalau bisa tidur.” Konsentrasinya masih di air. Gelasnya hampir terisi penuh. “Tapi, kadang-kadang pusing juga kalau tidur setengah-setengah.”

“Tak apa, pusingnya kan sebentar. Buat nanti Sabis siang sesekali nonton tanpa kantuk.”

Di tengah percakapan, alarm tanda bahaya tiba-tiba menyala. Pandangan berubah merah. Keduanya saling pandang sesaat lalu melihat jumlah angka yang terus naik, ratusan bahkan ribuan. Pria itu mengubah arah pikirnya dan segera keluar dari pos. “Panggil yang lain,” katanya.

Dia yang duduk langsung mengibaskan jarinya dan gambar tipis muncul seketika.

“Di sini Darik Heryawan memanggil semua unit. Hanameter mendeteksi dua orang asing. Aurameter tidak mendeteksi apapun. Jumlah kekuatan hidup setara lima ribu orang. Kekkang masih berfungsi normal, tidak ada tanda kerusakan. Cara masuk tidak diketahui. Anomali atmosfer dibagikan. Meminta bantuan. Di ulangi. Di sini Darik Heryawan ….”

Darik mengulang kalimat yang sama sampai keempat kalinya dengan keringat dingin mengalir di wajahnya hanya memperoleh 3 jawaban tegas.

Harbang memiliki 19 pos yang diisi dua penjaga masing-masingnya. Tugas mereka banyak, tetapi yang utama adalah menjaga keamanan sekolah. Mereka dituntut siap berhadapan dengan apapun yang mengancam keamanan sekolah. Namun, yang tampak sekarang adalah keputusasaan. Pasalnya, pos keamanan tidak disiapkan untuk perang. Mereka hanya memenuhi syarat untuk menghadapi jumlah ancaman paling tinggi setara 50 orang.

“Pos lima menerima informasi. Segera berkumpul, keluar.” Nadanya keluar datar. “Ini orang mau merampok perpustakaan atau apa?”

“Pos tiga menerima informasi. Segera berkumpul, keluar.”

“Pos empat mengkonfirmasi data. Segera berkumpul, keluar.”

Panel cahaya muncul bergantian. Sebagian tahu akan ada bahaya sedangkan lainnya hanya orang-orang yang tidak tahu apa itu luka.

“Pos sepuluh menerima informasi …, tapi ini sekolah, bukan?”

“Darik apa-apaan ini? Sudah sembilan ribu ini? Jumlahnya tak masuk akal. Ada yang salah mungkin?”

 “Ini bukan candaan. Jika kalian tak ingin kehilangan pekerjaan berkumpullah!”

Darik bicara lebih keras lalu membuang semua panel dan memunculkan yang lainnya. Itu menunjukkan sosok pria dan wanita yang sedang berjalan di atas rerumputan. Yang satu memakai kemeja usang warna gelap sedangkan yang lain memakai gaun putih panjang dan ditutupi kain kuning tembus pandang. Si pria terlihat seperti petani biasa yang kelelahan seusai ke ladang dan si wanita berpakaian bagus seperti anak yang dimanjakan. Namun, di mata Darik, keduannya seolah memiliki kekuatan tanpa batas.

 “Ada apa di sekolah ini sampai orang sepertinya menyusup malam-malam?”

Lihat selengkapnya