Selepas bekerja, waktu yang tersisa adalah waktu luang. Jiro berniat tidak menghabiskan waktu itu untuk bermalas-malasan tetapi, ya dia bermalas-malasan. Tak ada yang bisa dilakukan, penyesalan datang diakhir. Waktu di Arqush diset sama dengan jam khusus miliknya. Meski menampilkan angka satu sampai dua belas, satu detik di sini dihitung setelah hitungan ke empat atau yang disebut min. Artinya, 24 jam di Arqush memiliki waktu 4 kali lebih banyak atau sama dengan 96 jam atau 4 hari.
Ada satu aktivitas yang bisa membuang waktu cukup banyak. Orang-orang di sini menyebutnya bermain simulasi, tetapi Jiro lebih akrab dengan sebutan game atau gim atau permainan. Alasan mengapa disebut demikian karena pemain diberikan pengalaman seolah memasuki kehidupan yang baru. Salah satu bentuk permainan itu juga ada dalam akas miliknya.
Jiro bermain simulasi selepas bekerja selebihnya tidur atau malas-malas sekadar membalikan buku. Semua buku di rak sudah habis dia baca. Rencana destinasi tidak ada. Hari liburnya benar-benar kosong. Dia tidak mempunyai ide lain selain kembali masuk gim. Namun, hari yang panjang membuatnya mulai berpikir, “Tunggu dulu, aku tak bisa seperti ini terus seharian. Kenapa dia bisa kuat begini terus seharian?”
Jiro melepas kaca mata alat yang menampilkan simulasi dan turun ke lantai lalu melirik Elvriesh yang sedari tadi berdiri di belakangnya. “El! Hm ….” Dia berpikir ulang. Tujuan awalnya membuang waktu. Kemampuan Elvriesh luar biasa. Dia mampu menyelesaikan tugasnya bahkan sebelum kalimatnya sendiri terdengar oleh Jiro.
“Cari tahu divemeter dan buatkan dua untukku!”
Elvriesh menundukan kepalanya. “Oui, Master. Divemeter secara umum dikenal sebagai perangkat detektor yang bisa mengetahui keberadaan kristalisasi mana. Penemu Divemeter adalah seorang Manusia bernama ….”
Jiro menyela. “Baiklah, aku sudah tahu itu. Apa kau juga akan menceritakan sejarahnya? Buatkan divemeter-nya sekarang. Aku tak mau memberikan gaji pertamaku untuk menyewa pramujasa laden.”
“Oui, Master. Permintaan Anda akan selalu menjadi prioritas utama.”
Elvriesh masih bersuara datar. Setelahnya, dia langsung berlutut dan benda yang diharapkan Jiro sudah ada ditangannya. Itu terbentuk dari ketiadaan. Bentuknya seperti buah pinus berwarna hitam dengan guratan cahaya biru. Jiro mengambilnya kemudian membuka panel cahaya dan mencari peta.
Tempat yang ditujunya sekarang adalah kantor BAPKAT atau Badan Pelayanan Masyarakat. Tempat itu adalah markas para pelayan yang mengurusi permintaan masyarakat yang sering disebut pramujasa laden atau pramulayan atau peladen dari tahun ke tahun, tetapi nama resminya pramubakti. Pramubakti adalah pekerjaan yang biasanya dengan senang hati menerima permintaan dari masyarakat demi pundi-pundi uang.
Kedatangannya di kantor BAPKAT bermaksud untuk mencari pengawal yang dapat menuntunnya ke tambang batu sihir. Sebetulnya dia sendiri tidak terlalu menganggap serius masalah dari sistem sihir yang tidak sesuai dengan keinginannya. Di samping itu, dia malah mengakui bahwa cara tersebut cukup efektif. Namun, demi menghabiskan waktu untuk memuaskan kebosanannya, Jiro kini berpikir untuk mencari tahu akar masalahnya.
Setelah tulis menulis isian dari petugas resepsionis di kantor BAPKAT, Jiro menunggu di kursi tunggu tepat di depan meja resepsionis. Cukup sepi di sana, orang-orang hanya akan datang untuk mengajukan permintaan baru atau memperbarui yang ada. Karena itu juga respons pramubakti bisa lebih cepat sekarang. Tidak memakan waktu lama, petugas resepsionis memanggil namanya.
“Fikar ya?” Petugas resepsionis itu memberikan beberapa lembar kertas dan selembar kertas warna coklat yang isinya semacam undangan. “Ini lembar persetujuan. Ya isinya masih tetap sama. Kuharap Anda sudah membacanya. Bila ada penolakan terhadap isi lembar ini katakan saja. Kalau tidak ada, cap jempol di sini, di sini, dan di sini ya. Dan ini satu lagi, undangan dari kelompok Ena.” Petugas itu bicara cepat tak sedikit pun membiarkan Jiro menyela. Tangannya menunjuk bagian bawah lalu tengah di setiap lembar.
Jiro hanya mengangguk dari awal memang tidak memasalahkan lembar tersebut. “Baik, baik terima kasih.”
***
“Ini kelompok Ena?”
Di sebuah restoran kecil, Jiro masuk menghampiri salah satu meja. Itu sudah di tempati 3 lelaki dan 3 perempuan. Pekerjaan mereka memang terkesan santai tetapi, tetap berjalan formal. Hanya saja, pertemuan ini dianggap non-formal oleh mereka.
“Oh, ya … duduk dulu, duduk dulu.”
“Datang juga ya. Kukira yang akan muncul kakek tua jika dilihat dari permintaannya.”
Yang menjawab pertanyaan Jiro ada dua orang sedangkan yang lainnya terdiam sungkan. Pria berambut ikal tepat di depan Jiro bersuara lebih dulu. Dia memakai jeket hitam dan kemeja putih di lapisan dalam. Lalu sisi kirinya, gadis kecil berusia lebih muda dari Fikar tampil tomboi dengan kaos dan celana pendeknya. Gadis kecil ini harus menelan makanannya sebelum bicara.
“Jadi, kamu ingin kami mengantar dan mengawalmu ke lokasi bekas galian tambang batu sihir?” kata wanita seberang gadis kecil. Dia berambut lurus panjang memakai baju putih berenda dan rok merah gelap selutut.
Jiro duduk di antaranya. “Ya kalau tidak salah aku sudah menulisnya di isian.”
“Maaf. Kalau begitu langsung ke intinya. Kami tidak akan mencari tahu maksud kamu datang ke sana. Tapi sejak tambang itu ditinggalkan karena sumber dayanya habis, daerah itu banyak ditinggali hewan buas.”
Jiro membaca alurnya. “Oh soal itu bagaimana kalau kutambah satu lagi divemeter-nya. Jadi yang satu bisa dijual dan satunya lagi bisa dipakai.”
“Baiklah kuterima tawaran itu.” Wanita itu memulai alur pembicaraan yang baru. “Selanjutnya, kamu ingin bawa teman ya.”
Jiro menjawab akan membawa dua sampai tiga teman. Di tengah pembicaraan itu yang lainnya memulai topiknya sendiri. “Divemeter mulai langka lagi ya.” Suaranya sedikit pelan. “Sulit dicari bahannya. Aku takjub pada orang-orang jaman dulu saat tahu faktanya.”
“Ini tergantung levelmu dan temanmu. Kalau 3 atau kurang, kami punya syarat tidak boleh ajak 2 teman.”
Jiro menukas. “Levelku di 4 menengah.” Dia punya rencana mengajak Gawan atau Satri.
Wanita itu mencoba meminta maaf dengan tulus. “Maaf ya, kami bisa melindungi satu dua orang tetapi, jika level mereka terlalu rendah, takutnya orang yang kami lindungi malah tidak tahan di dekat kami. Bagaimana kami bisa melindungi kalau yang seharusnya dilindungi malah terpisah jauh ya kan?”
Si ikal menambahkan. “Ya, sirkuit sihir orang di level 2 atau 1 mungkin akan terganggu. Itu bisa menurunkan pengendalian sihir mereka.”
“Mungkin juga malah mengganggu kami dan permitaanmu takkan terselesaikan. Berabe kan?” kata si gadis.
Jiro merasa dirinya dikecilkan. Dia sendiri tentu saja paham. Satu syarat yang benar-benar mutlak dipenuhi untuk menjadi pramubakti adalah kelihaian menggunakan sihir tipe pendukung: rangkai kuasa. Sihir ini sangat dibutuhkan untuk dapat bertahan dari tekanan aura hewan buas supaya level pengguna dan orang sekitar tidak turun. Namun, sebaliknya jika orang-orang di sekitarnya berlevel rendah, itu akan berakibat sebaliknya.
“Aku paham itu. Mungkin yang mau ikut juga hanya satu.”
“Kalau begitu pertemuan ini bisa diakhiri. Jadi keberangkatannya bisa dikatakan mulai besok ya. Ada lagi yang bisa dibicarakan?”
“Satu lagi …,” sela Jiro terhenti. Si gadis bicara bersamaan dengannya. “Kenapa … kenapa harus divemeter bukannya lebih mudah uang saja?”
Jiro ingin menjawabnya tetapi si ikal bicara mendahului. “Makanya kalau orang ngomong dengar dulu. Apa lagi dia klien. Kita kan punya tujuan menemukan tambang jadi divemeter ini berharga untuk kita. Dia pastinya mencari lebih dulu apa yang kita inginkan dan klien kita ini ingin informasi lebih awal jika kita menemukan tambang.”
Pramubakti juga merupakan bagian dari masyarakat. Mereka dibolehkan memajang keinginan atau melakukan penawaran terhadap pekerjaan dan bayaran mereka. Orang-orang ini memanfaatkan kelangkaan divemeter sebagai bayaran dari pekerjaan agar tidak perlu mengumpulkan uang dan mencari alat tersebut di pasar.
“Hanya itu kah?” si gadis beralih ke Jiro.
“Tadi aku yang mau bicara seperti itu tapi, abang ini bisa menebaknya. Ya hanya itu saja. Tapi aku bisa lihat-lihat sebentar, kan?”
“Tentu, asal jangan ambil semuanya.”
“Tidak, hanya lihat-lihat.”
Tiga yang lainnya hanya melihat dan tidak berusaha ikut campur. Di sebelah kanan si wanita ada lelaki berambut acak-acakan dengan jaket hijau hitam. Sebelah kanannya lagi, lelaki jangkung kurus berjanggut tipis memakai kaos leher kura-kura dilapisi baju luar semacam kemeja. Kemudian di kirinya si gadis, wanita bersurai terurai dengan gaun merah tampak abai menikmati makanannya.
“Ada yang ingin dibicarakan lagi?” Wanita itu menatap mata semua orang. Tidak ada yang bicara, dia menyambung kalimatnya. “Rencana dan persiapannya bisa dimulai besok ya sesuai yang kamu tulis. Ingin memesan?” Wanita berbaju putih ingin segera mengakhirinya.
“Tidak, kalau begitu aku undur diri.”
Enam pasang mata itu memandang Jiro tetapi, hanya beberapa yang menjawabnya.
***
Esok harinya hari Minggu, Liran di rumah. Jiro pergi dari rumah dengan alasan yang sama, berlatih. Dia belum memberi tahu dua orang itu bahwa dia akan ke hutan. Elvriesh mengekor di belakang seperti hantu. Dia berpakaian pengantin seperti yang sebelumnya.
“Dimana? Kalian sudah sampai? Kita kumpul di perbatasan, bukan?”
Jiro menghubungi ketua kelompok Ena dengan akas-nya. Tempat berkumpulnya dengan para pramubakti adalah perbatasan timur antara hutan lepas dan wilayah kerajaan. Jiro sudah di lokasi, tetapi gerbang dan dinding perbatasan 4 kali lebih besar dari gerbang milik Harbang. Dia tidak menemukan para pramubakti itu.
“Sebelah pos penjaga. Kita sudah bisa pergi keluar.”
Hubungan itu kemudian diputus di akhir kata. Mereka menyadari keberadaan Jiro dan Jiro juga sudah melihatnya. “El, kau bisa menghapal energi sihir di sini? Tangkap dan ingat baik-baik karakteristiknya!” titahnya sambil berjalan.
Elvriesh menampakkan diri sebagai manusia berwujud muda dari penampilan asal. Namun, ekspresi diwajahnya dan saat bicara pun masih saja sama. “Oui, Master. Menangkap energi sihir dimungkinkan. Elvriesh memiliki kemampuan untuk menyimpan, menganalisa, menciptakan kembali, dan melenyapkan energi. Elvriesh sudah menangkap dan menghapal 7 karakteristik energi sihir yang digunakan ….”
Jiro tersentak baru tahu saat Elvriesh berkata-kata. Dia menghentikan kalimat Elvriesh karena berpikir itu tidak diperlukan sekarang.
“Kesampingkan dulu itu. Kau ingat orang gila yang bawa black hole ke Bumi. Aku bersusah payah menyerapnya. Kenapa kau tak bilang dari dulu? Ya aku menyesal membuatmu menunggu.”
“Permintaan Anda akan selalu menjadi prioritas utama. Dan sesungguhnya Elvriesh telah mengabdikan segala sesuatu yang menjadi kepemilikan Elvriesh termasuk keseluruhan kemampuan yang Elvriesh miliki, Master.”
“Aku akan menanyaimu nanti El.”
Jiro mengabaikan balasan Elvriesh. Pandangannya tertuju pada orang-orang di depannya. Mereka saling bicara tetapi, keterlambatannya perlahan menciptakan jarak antara masing-masingnya. Mereka tidak berunding melainkan melanjutkan obrolan biasa.
“Hei, padahal datang lebih lambat juga tak apa,” sapa seorang wanita begitu Jiro menghampiri. Kedatangannya lalu disambut dua orang lagi.
Keenamnya masih dengan pakaian yang sama sejak pertemuan terakhir. Namun, ini tidak berarti mereka tidak pernah membersihkan diri justru baju tersebut membuatnya bersih setiap saat. Jiro sendiri mengganti pakaiannya dengan pakaian yang pernah dimintanya. Sedang Elvriesh tampil berambut hitam mengenakan gaun sempit di pinggang warna ungu gelap bergaris abu.
“Ya, tak perlu formal juga ya.” Si ikal menjawabnya.
“Santai saja. Tidak ada yang akan menghukummu karena terlambat.”
“Maaf, maaf aku yang memulai janjinya tapi malah aku sendiri yang datang terlambat.”