Judul : Terbentuknya Biro Konsultasi Tiwi
Pagi senen yang cerah. Sehabis Upacara bendera dan pelajaran pertama, kedua dan ketiga selesai. Bagi Tiwi waktu berjalan sangat lama menjelang jam istirahat pertama. Tapi dia tetap fokus pada pelajarannya. Akhirnya bel istirahat berbunyi. Walau Tiwi punya tiga orang bestie dari SMP dan bahkan dari SD. Mereka tidak setiap saat kumpul bersama di jam istirahat. Karena ya beda kelas. Tapi mereka masih suka ngumpul selain di luar sekolah. Di rumah salah satu atau bahkan duduk main di cafe atau tempat nongkrong anak muda lainnya.
Begitu lonceng berbunyi dan guru yang ngajar matematika keluar kelas, Tiwi langsung melangkahkan kakinya keluar kelas menuju ruang BK. Beberapa teman sekelas atau lain kelas yang berpapasan saling senyum dan sapa ke Tiwi. Anak-anak SMA Negeri Nusantara Indah memang terkenal ramah. Kalau saja tidak berpapasan dengan murid-murid lain, niscaya Tiwi akan berlari ke ruang BK. Walau pun sangking cepatnya jalan Tiwi, dia setengah berlari. Sampai di ruang BK, senyum Tiwi lebar sekali.
“Ah, sampai....”
Dia bersuara kecil.
Ruang BK terbuka lebar, ruang BK memang selalu terbuka. Nanti di tutup jam pulang sekolah. Tiwi mengetuk pintu perlahan.
“Assalamualaikum Maam, Pak...”
Di dalam ruang BK, yang tidak terlalu luas. Ada 2 meja dan ada satu set meja tamu. Maam Gina dan Pak Tio saling pandang. Lalu memandang ke pintu. Mereka sama-sama sedang mengerjakan tugas dan tidak sedang menunggu seseorang. Dan bisa dimaklumi, mereka jarang kedatangan tamu. Untuk murid biasanya kalau dipanggil baru ke ruang BK. Terlebih yang mengucap salam tidak kelihatan orangnya.
“Siapa ? Masuklah...”
Tiwi muncul di depan Maam Gina dan Pak Tio. Sambil cengar – cegir dan sedikit menggaruk kelapanya yang tidak gatal dengan tangan kiri.
“Eh, pagi Pak... pagi Maam... eh....”
Dia masih mengaruk–garuk kepalanya yang ditutupi jilbab.
Pak Tio dan Maam Gina saling pandang. Lalu Maam Gina bicara.
“Ada apa Nak? Kemarilah....”
Tiwi yang masih cengar–cegir berjalan ke meja Maam Gina.
“Ayo duduk Nak... Ada apa, bicaralah....”
Pak Tio sudah kembali ke aktifitasnya, mungkin dipikirnya perempuan, lebih pas guru perempuanlah yang pas untuk membantu murid perempuan.