Psikolog Muda

AdisCill20
Chapter #6

Seri 2. Putus

Bab 1 Sepinya Biro Konsultasi


Tiwi sedang berada di Biro Konsultasinya. Jam istirahat siang itu di isi Tiwi dengan duduk–duduk di Biro Knsultasinya yang memang ada di ruang BK.

“Udah ada klien Tiwi?”

Tiwi menggeleng–gelengkan kepala.

“Belum Maam.”

Ujar Tiwi nyaris tak terdengar.

“Sabar saja.”

Ujar Maam Gina pula.

Tiwi berucap.

“Udah dua bulan, Maam. Belum ada klien.”

“Jadi menyerah? Jangan dong. Maam saja berasa ada harapan baru ketika Tiwi menyerahkan proposal tentang Biro Konsultasi itu. Berharap suatu saat anak–anak yang ke BK ini bukan cuma anak yang Mom suruh menghadap. Tapi kemauan sendiri. Kan bisa konseling mengenai menggapai cita–cita misalnya. Iya kan?”

Tiwi terdiam sebentar.

“Iya, Maam.”

Bel masuk berbunyi. Tiwi pamit dengan Maam Gina, lalu berjalan menuju kelasnya.

Di mobil pulang sekolah saat di jemput Ayah. Tiwi diam saja. Terlihat gelisah.

“Kenapa? Masih memikirkan Biro Konsultasi Tiwi?”

Tiwi berucap.

“Iya Yah. Tiwi sudah promosikan di group–group kelas. Apa ada yang salah ya Yah?”

Ayah tidak langsung menjawan pertanyaan Tiwi. Dia melihat ada orang di pinggir jalan sedang memasang selebaran tentang pencarian orang hilang.

“ Yah," ujar Tiwi lagi....

Ayah melihat ke Tiwi.

“Coba Tiwi buat selebaran seperti itu saja. Cara lama. Tapi siapa tahu manjur....”

“Maksud Ayah?”

“Ya, nanti Ayah coba buatkan. Isinya nanti kita diskusikan bersama.”

Tiwi setuju, dia menganggukan kepalanya.

 Malam hari di kamar Tiwi, terlihat Ayah dan Tiwi asyik diskusi. Sampai selebaran itu jadi. Keesokan harinya Tiwi membawa selebaran tersebut ke Sekolah. Dan memberikannya ke setiap murid yang ada di kelas masing–masing.

     Bunyi selebaran :

BAGI YANG PUNYA MASALAH APA SAJA BISA HUBUNGI ADINDA PRATIWI MURID KELAS XE1. INSYA ALLAH BISA DIBANTU. GRATIS."

NO. HANDPHONE :

NO WA :

SALAM PERSAHABATAN, ADINDA PRATIWI (TIWI).

Reaksinya macam–macam. Ada yang menggoda seperti.

“Minta uang dong, Tiwi....”

Ada yang...

“Suit – suit ....”

Dan lain sebagainya.

Di kakak kelas lain lagi. Sampai bewarna warni wajah Tiwi.

“Cara nembak adek gimana?”

Bantu dong dek, jadi pacar aa....”

Dan lain sebagainya.




Bab 2   Klien pertama

 

 Satu bulan menjelang ujian kenaikan kelas. Sepulang sekolah, ketika Tiwi baru mendapatkan handphone nya dari ketua kelas. Di SMA Tiwi semua handphone siswa di kumpulkan di ruang guru. Ketua kelas mengumpulkan handphone, ketua kelas yang meletakkan handphone di tempat penyimpanan handphone. Diberikan lagi ke murid–murid setelah pulang sekolah.

Dina, ketua kelas memberikan handphone ke tangan murid–murid termasuk Tiwi.

Dina berucap.

“Handphone Tiwi.”

Tiwi mengambil handphone yang diberikan Dina.

“Terima kasih.”

Tiwi mengaktifkan handphonenya. Dia melihat ada beberapa chat yang masuk, tapi tidak membacanya, karena Tiwi tahu Ayah sudah menunggu di gerbang sekolah. Kemudian Tiwi berjalan keluar kelas ke gerbang sekolah.

 Di rumah, setelah sholat ashar dan mandi. Tiwi baru membuka handphonenya dan melihat isi berbagai chat yang masuk. Ketika Tiwi sedang asik bermain handphone, ada sebuah chat masuk. Tiwi membaca sekilas lalu terlhat gembira. Kemudian dia membuka handphone.

Isi WA : Selebaran yang kamu sebarin kemaren itu serius? Bantu aku dong. Aku kelas XE4. Namaku Bram. Tanya dengan Arum yang mana orangnya. Aku tahu kalian berteman. Tapi jangan katakan aku butuh bantuanmu. Setelah itu temui aku di kantin bi Lusi. Aku tunggu besokjam istirahat siang. Bram....

Sangking senangnya Tiwi meloncat–loncat di atas kasur.

Seperti biasa sehabis makan malam, mereka berkumpul sebentar di ruang keluarga, nonton dan juga bercerita –cerita tentang kegiatan hari ini. Malam itu Tiwi berceritalah dengan gembiranya mengenai WA yang masuk tadi sore. Ayah dan Bunda ikut senang, dek Bima ikut–ikutan senang melihat semua orang senang.


Bab 3    Ketemu Klien


 Hari itu hari rabu. Semalam Tiwi sudah menghubungi Arum dan minta agar ditunjukkan yang mana Bram, tapi dia tidak beritahu keperluannya. Dia cuma bliang ada kliennya yang berhubungan dengan Bram. Arum percaya.

 Pagi hari jam 7 sebelum masuk kelas, Tiwi sudah ada di kelas Arum. Ayah sudah tahu dari semalam jadi mereka berangkat ke sekolah lebih awal pagi ini. Demikian juga dek Bima, dia tahunya harus berangkat lebih pagi. Tapi temannya ada juga yang datang pagi-pagi di sekolah, jadi mereka bisa main dulu.

Sesampainya Tiwi di kelas Arum, Arumnya belum datang. Tiwi duduk di kursi Arum. Pandangannya diedarkan ke sekeliing ruangan. Sebagian murid sudah datang. Murid di Sekolah Tiwi juga diharuskan memakai atribut–atribut sekolah dipakaiannya. Termasuk lebel nama. Ingat akan itu Tiwi memperhatikan murid–murid kelas Arum yang sudah datang. Ketika Tiwi sedang asik melihat lebel nama siswa–siswi kelas Arum. Ada seorang murid cowok baru masuk, sengaja lewat di depan Tiwi, dan Tiwi mencoba membaca lebel namanya.

“Aku Bramantio,”

Ucapnya sambil lewat di dekat Tiwi.

Tiwi jadi serba salah, di pandangnya Bram. Tapi hanya tinggal punggung cowok itu. Diikitunya dengan sudut matanya dimana Bram duduk. Kebetulan anak gank pelangi memang sukanya duduk di depan, jadi Tiwi bisa melihat wajah Bram calon kliennya. Iyalah harus dilihat, kalau tidak dilihat dengan jelas, nanti nyarinya susah lagi di kantin pas jam istirahat pertama.

Tiwi mengikuti dengan matanya sampai Bram duduk, dan Bram pun dapat melihat Tiwi dengan jelas. Tiwi mencoba memberi senyuman. Tapi Bram menatapnya dengan dingin. Tiwi lihat wajahnya ganteng sekali. Hampir sama dengan murid–murid cowok yang lain yang ada di sekolah Tiwi. Banyak makhluk gantengnya. Pusing deh. Nggak boleh pacaran kata Ayah dan Bunda dan juga kata Agama sih. Ih, ngaco mikir apa. Batin Tiwi dalam hati. Lalu dia berucap.

“Astagfirullah al adzim....”

Tak sadar suaranya cukup kencang. Sehingga Bram dan beberapa anak melihatnya. Tiwi menjadi malu. Sambil nyengir dia langsung keluar kelas. Arum belum juga datang.

Pelajaran pertama, kedua, ketiga. Dilalui Tiwi dengan fokus. Seperti biasa, Ayah dan Bunda tidak boleh pelajaran terganggu, walau banyak kegiatan ekstra kulikuler. Termasuk diantaranya Biro Konsultasi. Akhirnya jam istirahat berbunyi. Tiwi segera membereskan buku – bukunya. Sambil dia tidak lupa mendengarkan perkataan Pak Guru untuk mengerjakan tugas–tugas.


Bab 4    Kantin Bu Lusi


 Tiwi berjalan dengan cepat ke kantin Bi Lusi yang berada di ujung koridor kantin. Sebenarnya cukup jauh. Tiwi bergumam dalam hati.

“Kenapa harus cari kantin yang paling jauh sih? Nanti bisa terlambat masuk kelas....”

Di Kelas Tiwi. Arum mencari Tiwi ke kelasnya. Tapi dia tidak melihat Tiwi. Kelas terlihati sepi.

Arum ngoceh–ngoceh sendiri.

“Zaman sudah modern, tapi di sekolah ini seperti di zaman batu. Coba handphone tidak di tahan kan bisa tanya, Tiwi. Kok tadi tidak nongol ke kelas sih?”

Arum masih ngoceh–ngoceh sambil memijit kakinya. Maklum dia tadi setengah berlari ke kelas Tiwi. Tapi masih keduluan Tiwi sudah keluar dari kelasnya.

Sementara itu, Tiwi sudah sampai di kantin Bi Lusi. Dia mengedarkan pandangannya dan melihat sosok Bram ada disana. Tiwi segera masuk ke dalam Kantin. Bram menggeser tempat duduknya agar Tiwi bisa duduk. Lalu Bram menyerahkan secarik kertas yang berlipat ke meja Tiwi, Bram menyerahkannya tanpa bicara. Lalu kemudian dia keluar kantin. Tiwi kaget sekali melihatnya. Aturan dia mau menengurnya. Tapi air ludahnya ditelannya. Karena Tiwi ingat itu kliennya dan lagi itu klien pertamanya. Dari pada kesal Tiwi menyomot saja gorengan dan kue – kue yang ada di depan mejanya. Mau beli jajanan yang lain takut bel masuk berbunyi dan lagi bekal yang diberi Bunda belum dimakan. Nanti Bunda sedih kalau makanannya tidak dimakan.

Lihat selengkapnya