JUDUL
KECANDUAN GAME ONLINE
Bab 1. Anak Kelas Sepuluh
Tiwi sekang sudah kelas XIF1. Walau punya Biro Konsultasi di rumah, Tiwi tetap punya Biro Konsultsi di ruang BK, dia tetap melaporkan ke Maam Gina dan Pak Tio setiap awal bulan kalau dia sudah membantu teman – temananya. Dan Tiwi sangat dekat dengan Maam Gina dan Pak Tio. Jam istirahat Tiwi masih sering kumpul di ruang BK.
Siang itu ketika Tiwi ke ruang BK, Tiwi melihat seorang murid di ruang BK. Sedang duduk di hadapan Pak Tio dan Maam Gina. Tiwi tidak jadi masuk ruang BK. Tapi Maam Gina melambaikan tangannya agar Tiwi masuk. Tiwi masuk dan duduk di kursinya.
Pak Tio tetap fokus bicara dengan murid laki–laki itu. Terlihat dia sedang marah. Kemudian Pak Tio menyuruh murid laki–laki itu keluar.
“Besok panggil orang tua kamu kemari. Suruh datang jam 10 pagi. Ujar Pak Tio sambil meyerahkan surat pemanggilan orang tua murid. Sekarang kembali lah ke kelas. Sampai orang tua mu datang, handphone mu ini Bapak tahan.”
Murid laki–laki keluar dari ruang BK. Tiwi diam saja. Maam Gina memulai pembicaraan.
“Dia itu murid baru, Wi. Tapi bandelnya minta ampun. Sudah tahu di Sekolah kita handphone tidak di siswa selama berada di Sekolah, pas pulang baru diberikan. Dia melanggarnya sudah berkali–kali. Tiap ditahan handphonenya dia beli baru. Kebijakan tanpa handphone di sekolah ini diterapkan juga salah satunya membiasakan murid tidak kecanduan hal–hal yang aneh–aneh dari handphone itu. Ya seperti adik kelas mu itu. Dia kecanduan game online.
Sudah tiga kali orang tua nya disuruh datang ke sekolah ke BK sini. Tapi tidak pernah datang. Tapi dia tertangkap lagi bermain game online. Keterlaluan banget. Dia beli handphone lagi. Sudah ada tiga handphone anak itu dengan Pak Tio.”
Pak Tio ikut bicara.
“Nih, Tiwi lihat. Handphonenya ini keren–keren. Bapak rasa Bapak saja tidak bisa mengoperasikannya.”
Pak Tio meletakkan tiga handphone di atas meja, satu dengan yang baru tadi. Berarti sudah empat kali anak itu melanggar disiplin menggunakan handphone di sekolah. Apalagi ini untuk main game online.
Tiwi mendekati Pak Tio, lalu memegang handphone–handphone tersebut. Kemudian Tiwi bicara.
“Benar Pak, ini handphone mahal semua dari berbagai merek dan seri terbaru semua.”
“Anak muda pasti lebih paham dengan hal – hal seperti ini dibanding kami.”
“Tapi herannya orang tuanya tidak pernah menghadap. Juga keluhan dari guru – guru karena dia selalu bolos sekolah. Ya itu main handpone di kantin lah, di wc lah. Di belakang kelas lah. Main game terus, tidak pernah belajar.”
“Sepertinya surat panggilan itu tidak sampai atau memang orang tua Danil tidak mau datang ke sekolah. Karena handphonenya itu sepertinya mahal. Dari mana dia dapat uang untuk beli handphone kalau tidak dari orang tuanya. Tapi iya sih, orang tuanya itu orang terkaya nomor dua se Jawa Barat. Itul loh Wi, keluarga Asep Nugroho. Pengusaha .... Orang tuanya Pak Asep itu aslinya sudah kaya dari sananya. Sudah kaya turun temurun.”
“Kalau sekali ini orang tuanya tidak menghadap juga, Bapak akan ke rumah Danil. Mengantarkan surat panggilan ke orang tua Danil.”
Jam masuk berbunyi, Tiwi keluar ruang BK menuju kelasnya.
Bab 2. Rumah kediaman Keluarga Danil
Siang itu, Pak Tio kerumah keluarga Danil. Pak Tio mengetuk pintu rumah Danil. Seorang wanita paro baya membukakan pintu.
“Cari siapa Pak? “
“Mencari Pak Asep Nugraha atau istri Bapak Asep juga boleh.”
“Tuan dan Nonya keluar negeri Pak. Ada apa Pak? Mungkin ada pesan yang bisa disampaikan ?”
Pak Tio memperkenalkan diri.
“Saya Tio, guru di SMA Negeri Nusantara Indah. Saya kemari ada keperluan mengenai Danil anak Pak Asep Nugraha yang yang bersekolah di SMA kami. Saya mengantarkan surat panggilan agar orang tua Danil, Pak Asep atau isteri datang ke sekolah menemui guru BK di sekolah kami. Kira – kira Pak Asep dan Isteri kapan pulangnya Bu?”
“Mungkin minggu depan Pak."
“Kalau begitu minta tolong suratnya di simpan ya Bu dan diberikan langsung ke Pak Asep dan isteri. Karena ini surat panggilan keempat, Danil tidak pernah menyampaikan surat panggilan pihak sekolah ke orang tuanya.”
Pak Tio memberikan surat ke Wanita separo baya. Dan wanita separo baya menerimanya.
“Baik, Pak.”
Satu minggu kemudian.
Bab 3. Ruang BK suatu pagi
Pagi senen itu, sepasang suami isteri terlihat berjalan menuju ruang BK. Dan suami mengetuk pintu ruang BK yang terbuka. Di ruang BK kebetulan ada Pak Tio sendiri, Mom Gina sedang mengajar.
Pak Tio menghentikan kegiatannya menulis. Melihat ke pintu. Dia melihat sepasang pria dan wanita, sepertinya suami–isteri. Karena bukan siswa atau siswi di sekolah itu yang berdiri di depan pintu, maka Pak Tio berdiri.
“Cari siapa Pak? Bu?”
“Kami mencari ruang BK. Di atas ruangan ini bertulis ruang BK, apa betul disini ruang BK ?”
“Betul, Bapak dan Ibu mencari siapa? Silahkan masuk....”
Pak Asep Nugraha dan isteri masuk. Lalu memperkenalkan diri.
“Saya Asep Nugraha dan ini isteri saya, pembantu kami memberikan surat ini. Katanya kami diminta menghadap.”
“O, ya. Itu memang surat dari sekolah ini. Betul kami menunggu kehadiran Bapak."
“Maaf Pak, tidak apakan kalau kami berdua yang datang kemari? Isteri saya sangat cemas mendapat surat dari sekolah ini. Maklum Pak, anak kami cuma Danil.”
Ujar Pak Asep Nugraha dan isterinya mengangguk.
“Tidak apa–apa Pak, Bu.”
Kemudian Pak Tio mulai bercerita tentang kenapa mereka dipanggil kemari. Selama Pak Tio bercerita, Pak Asep Nugraha dan isterinya mendengarkan dengan seksama. Tidak menyela sama sekali. Mereka memperlihatkan sikap bersahabat. Setelah Pak Tio berbicara baru orang tua Danil bicara. Atau pun kalau Pak Tio bertanya baru orang tua Danil bicara. Pembicaraan di ruang BK berjalan cukup lama. Sampai akhirnya Danil dipanggil dulu ke ruang BK. Tapi Danil tidak ditemukan di kelas. Setelah dicari kemana–mana Danil ditemukan di atas pohon sedang main game di handphone. Danil kaget ketika dibawa oleh satpam yang bertugas mengawasi dalam sekolah ke ruang BK. Dia melihat ada orang tuanya di ruang BK.
Setelah menasehati Danil dan Danil dibawa pulang oleh orang tua Danil. Kebetulan jam istirahat kedua berbunyi. Tiwi sudah berada di ruang BK. Dia sempat melihat Pak Tio, orang tua Danil dan Danil.
Bab 4. Ruang BK keesokan harinya
Masih pagi ketika satpam dalam sekolah ke ruang BK membawa Danil. Di ruang BK cuma ada Maam Gina, Pak Tio sedang mengajar. Satpam mengetuk ruang BK yang pintunya terbuka.
“Pagi Maam.”
Maam Gina yang sedang menulis. Mengangkat kepalanya.
“Iya Pak, masuk.”
Satpam membawa Danil masuk ke ruang BK. Melihat Danil, Maam Gina langsung berucap.
“Danil… Ada apa Pak?”
“Saya menemukannya di belakang kelas XIIE5 sedang ini main game online Maam.”
Ujar satpam ke Maam Gina.
Maam Gina menggelengkan kepala.
“Danil….”
Bab 5. Kelas XIF1, jam istirahat
Kelas XIF1, kelas Tiwi. Tiwi sedang istirahat di kelas saja makan bekal buatan Bunda Bersama gank pelangi dan anak–anak kelas Tiwi lain yang bawa bekal dari rumah. Mereka makan sambil sesekali bercanda dan diiringi canda tawa. Lina, Nadin dan Tiwi berjilbab. Kecuali Arum. Arum pernah mengatakan kalau dia belum siap berjilbab. Arum orangnya masih fashion banget. Hobinya kecantikan. Ke salon, fashion–fashion baru.
Tiwi dan ketiga temannya adalah anak–anak yang beruntung. Yang paling kaya itu Arum, orang tuanya memang termasuk lima terkaya di Bandung. Tiwi itu dari keluarga sedanglah. Kalau Nadin juga sama dengan Tiwi. Kalau Lina dari keluarga sederhana. Mereka beruntung karena walau datang dari keluarga berbeda, tapi mereka full kasih sayang keluarga.
Bab 6. Ruang BK
Sudah berminggu-minggu pembicaraan antara Pak Tio, Maam Gina selalu tentang Danil. Sudah macam-macam cara yang diberikan agar Danil sadar dan tidak main game online lagi.