Psikolog Muda

AdisCill20
Chapter #18

Seri 14. Aku Ingin Sekolah

Aku Ingin Sekolah


Bab 1    Rumah Tiwi


Selepas sholat subuh dan beres–beres kamar. Tiwi menggunakan pakaian olahraga. Trening dan baju kaos. Tidak lupa menggunakan jilbab segi empat yang senada dengan pakaiannya. Lalu mengamati tubuh di kaca sebentar. Kemudian Tiwi meneriaki adeknya.

“Adek Bima... Ayo, sudah siap belum?”

Bima keluar dari kamarnya

“Iya, Kak, udah siap... Tunggu Ayah dan Bunda dulu Kak, katanya mau ikut juga....”

Tiwi dan Bima mengambil sepatu olahraga mereka di rak sepatu lalu berjalan ke halaman. Di halaman mereka melakukan gerakan pemanasan. Mereka mau berjalan santai di sekitar rumah mereka. Rumah mereka bukanlah perumahan. Tapi tempatnya sangat enak untuk berjalan kaki. Apalagi diujung jalan ada pusat olah raga untuk jogging. Pagi ini adalah hari libur sekolah. Hari sabtu. Sekolah Tiwi masuk hari senen–hari jumat. Sabtu dan minggu libur. Setelah Ayah dan Bunda keluar rumah, mereka mulai jogging targetnya sampai pusat jogging di ujung jalan. Mereka semua melakukan pemanasan dulu baru mulai jalan santai. Dek Bina seperti biasa selalu menggunakan sepeda, tapi Dek Bima tidak ngebut–ngebut bersepeda. Mengikuti langkah keluarganya. Beberapa tetangga terlihat ada yang olaharaga juga, mereka sepertinya jugamau ke pusat jogging. Ada juga tetangga yang mulai menyapu halaman. Mereka saling tegur dengan tetangga.


Bab 2    Pusat jogging


Tiwi asyik berjalan sendiri, Dek Bima meletakkan sepedanya di tempat untuk meletakkan sepeda. Ayah berjalan sambil bercerita dengan seorang tetangga yang jug ikut jogging di pusat jogging. Bunda juga keliahatan jogging dengan tetangga yang lain. Setelah meletakkan sepedanya Dek Bima menyusul Tiwi.

“Kak..”

Ucap dek Bima ketika melihat Tiwi sedang joging.

Tiwi tersenyum, lalu berkata sambil jogging.

“Ayo, sini. Jangan ngebut–ngebut jalannya, nanti capek. Kita lima putaran saja, setelah itu kita pulang.”

Tiwi dan Dek Bima berjalan bersama–sama.

Setelah lima putaran, Ayah, Bunda, Tiwi dan Dek Bima sama–sama beristirahat sebentar. Lalu mereka lanjut pulang ke rumah mereka. Ketika pas di depan sebuah rumah tetangga, tali sepatu Tiwi lepas. Tiwi memasang tali sepatunya, seorang anak kecil seusia Bima penyandang disabilitas berteriak–teriak. Anak perempuan itu terlihat cantik walaupun penyadang disabilitas.

“Mama... Pokoknya mau sekolah... sekolah....”

Tiwi memberikan senyuman kepada anak itu, tapi anak kecil makin kencang berteriak.

“Sekolah... sekolah....”

Mama anak itu menjawab dari dalam dengan teriakan juga.

“Sekolah itu mahal!!!”

Mamanya keluar dari dalam.

“Sudahlah, ayo Mama suapin makan....”

Mama anak itu menarik tangan anaknya ke dalam. Dengan suara yang sudah melembut.

“Ayolah Nak, Mama suapin makan. Tidak ada sekolah hari ini. Libur....”

Ibu dan anak tadi salah satu tetangga Tiwi. Rumah Tiwi bukanlah perumahan. Jadi rumah yang satu dan yang lain berbeda bentuknya. Rumah Ibu dan anak tadi agak kecil tapi asri.

Semenjak mendengarkan Ibu dan anak tadi bicara, Tiwi jadi kasihan melihat anak down syndrome itu. Sambil jalan ke rumahnya Tiwi masih tergiang–giang percakapan Ibu dan Anak tadi.

Ayah, Bunda dan Dek Bima sudah sampai duluan di rumah mereka. Tiwi jalan agak tertingal di belakang. Setelah sampai di rumah Tiwi mengganti pakaian olahraganya dan membantu Bunda di dapur menyiapkan untuk makan siang. Kalau libur Tiwi akan membantu Bunda menyiapkan makan siang dan menghidangkan makan malam. Kecuali Tiwi ada hal yang harus dikerjakan.


Bab 3    Ruang keluarga


Malam hari itu malam minggu Tiwi duduk bersama Ayah, Bunda, dan Dek Bima. Mereka bercerita–ceirta. Tiwi bertanya ke Ayah mengenai Anak kecil perempuan tadi.

“Yah, anak ibu yang di ujung jalan yang baru pindah beberapa bulan lalu itu penyadang disabilitas kan Yah?”

Bunda menjawab. “Iya, bu Dewi. Seusia Bima anak itu. Namanya Diana.”

“Apa masih punya Ayah, Bunda dek Diana itu?” Tiwi bertanya.

Bunda menanggapi pertanyaan Tiwi. “Dengar–dengar suaminya sudah meninggal dua tahun lalu, makanya mereka pindah kesini. Ikut neneknya. Bu Dewi itu jualan kue–kue dititp di warung.”

Lihat selengkapnya