JUDUL :
BE THE BEST
Bab 1. Perkenalan tetang Asep
Asep terlahir dari keluarga berpendidikan, pendidikan buat orang tuanya adalah yang utama. Asep juga setuju pendidikan itu penting. Tapi Papa dan Mama Asep selalu menuntut Asep untuk memiliki nilai yang tinggi. Itu terkadang membuat Asep merasa depresi dan stres. Papa dan Mama kalau sudah marah Asep dapat nilai kecil bukan cuma menyakiti lewat omongan tapi juga main tangan.
Dulu sekali belajar itu menyenangkan menurut Asep. Tapi itu waktu masih kecil. Bertambah tinggi sekolahnya, bertambah tinggi pula emosi Papa dan Mama kalau nilai Asep rendah. Papa Asep seorang dosen dan ibu Asep seorang pegawai negeri sipil.
Di rumah mereka yang lumayan besar hanya berisi empat orang saja. Papa, Mama, Asep dan Tuti adik Asep. Sebenarnya keluarga mereka cukup akrab, merek biasa makan bersama dan bercerita–cerita. Tapi kalau sampai cerita ke pelajaraan sekolah dan musim ujian maka akan berakhir kemarahan demi kemarahan untuk Asep.
Asep ingin melawan orang tuanya, tapi takut dosa. Jadilah Asep menahan semua masalahnya itu sendiri. Sebenarnya Asep sudah berjuang keras untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Tapi ketakutannya muncul setiap ada tugas ujian sehingga Asep semakin rendah nilanya.
Asep sudah pernah ke ruang BK beberapa kali, dipanggil Pak Tio. Asep ditegur karena nilainya yang selalu turun dan semakin turun. Tapi Asep tidak pernah menceritakan perihal orang tuanya yang menyebabkan nilai pelajarannya semakin hari semakin turun. Ditambah semenjak naik ke kelas XI ini, orang tua Asep semakin keras meminta Asep untuk belajar dan mendapatkan nilai yang bagus. Nilai mesti 100.
Lina yang sekelas dengan Asep dan juga sepupu Asep merasa prihatin melihat nilai Asep yang semakin hari semakin turun. Dan sudah beberapa kali dipanggil guru BK. Kali ini Asep baru dari ruang BK. Ekspresinya terlihat dingin ketika Lina bertanya apa yang dibicarakan Pak Tio dengan Asep? Asep hanya menyerahkan selembar surat pemberitahuan agar orang tua Asep datang ke sekolah menemui Pak Tio besok pagi. Lina mengambil surat yang diberikan Asep, lalu membacanya.
“Surat panggilan untuk Mamang dan Bibi... Sebenarnya aku juga penasaran mengapa nilai kamu jauh merosot hari ke hari ya Sep? Kamu ada masalah, kalau ada cerita saja ke aku. Kitakan sepupu. Siapa tahu aku bisa bantu....”
Asep diam saja, seakan tidak mendengar pertanyaan Lina. Bel masuk berbunyi, teman sebangku Asep telah masuk ke kelas, dia baru dari kantin. Lina segera berdiri dari kursi, menepuk punggu Asep.
“Kalau kamu mau curhat, aku bersedia ya Sep.”
Ketika Lina menepuk punggung Asep, Asep menjerit kesakitan.
“Aw...st....”
Kata Asep membungkukan punggungnya agar tangan Lina awas dari punggungnya.
“Eh, kenapa Sep? Aku mukulnya nggak keras kok.”
Ucap Lina khawatir. Lina tidak jadi berjalan ke bangkunya. Lina membungkukkan badannya memandang ke Asep yang seperti meringkuk di kursinya.
“Sep, kamu kenapa? Kamu baik–baik saja?”
Asep sambil meringis menahan sakit.
“Aku nggak apa – apa. St….”
Pak Guru yang akan mengajar sudah masuk ke kelas mereka.
“Sana sudah datang Pak Guru.”
Ujar Asep ke Lina.
Bab 2. Rumah Asep
Malam hari di rumah, Asep terlihat mondar–mandir di kamarnya. Asep memikirkan diberikan atau tidak surat dari ruang BK tadi? Kalau diberikan dan ditanya mengapa, Asep pasti dimarahi malam ini juga dan ikat pinggang Papa pasti akan langsung melayang di punggung Asep. Belum lagi kalau sudah dari ruang BK, Asep akan dicambuk lagi. Omelan dirasa Asep masih bisa ditahannya, tapi cambuk sang Papa walau cuma tiga kali biasanya untuk menyemangati Asep belajar, demikian Papa selalu berkata setiap sudah mencabuk Asep. Mama biasanya diam saja. Tidak memberi respon atau menolong Asep. Jadi menurut Asep, Mama setuju dengan tindakan Papa. Tapi kalau soal mengomeli Asep, Mama biasanya ikut mengomeli Asep seperti halnya Papa mengomelin Asep.