Psikolog Muda

AdisCill20
Chapter #29

Seri 25. Tukang Bolos

JUDUL :

TUKANG BOLOS


Bab. 1. Suhendar

 

Suhendar murid kelas X, Sudah hampir kenaikan kelas. Kerjaannya bolak–balik ke ruang BK. Guru BK sudah sering menasehatinya, orang tuanya pun sudah bolak-balik dipanggil guru BK. Tapi Suhendar tetap saja suka bolos. Sudah banyak teguran dan hukuman yang diberikan tapi Suhendar tetap saja suka bolos.

Suhendar memang suka bolos, membolos itu sebuah kesenangan dan kebanggaan baginya. Seperti pagi itu setelah pelajaran pertama dan masih menunggu untuk pelajaran kedua, Suhendar mengangkat tasnya keluar kelas. Teman sebangkunya menegur Suhendar.

“Mau kemana lagi hendar? Nanti dipanggil guru BK lagi...”

“Santai bro. Pergi dulu ya.”

Suhendar lalu secepatnya keluar kelas.

Suhendar telah menghilang, teman sebangkunya hanya geleng-geleng kepala.


Suhendar di gramedia. Suhendar memang suka sekali bolos, sama sukanya dengan membaca buku. Kalau membolos paling dia kelayapan ke toko buku. Bahkan duduk-duduk berjam-jam di toko buku. Dia selalu membolos sendiri. Tapi Suhendar cuma membaca novel bukan buku-buku pengetahuan dan pelajaran.

Membolos itu hobi baru selain membaca buku buat dia.


Bab 2. Ruang BK

 

Siang itu terlihat orang tua Suhendar di ruang BK. Juga ada Pak Tio dan Bu Iin.

Papa Suhendar berkata. “Kami sudah banyak menasehati Suhendar, Pak. Bu. Entah kenapa dia suka bolos sekarang ini. Kami tidak habis pikir. Dan kami bingung harus melakukan apa lagi. Kami mohon suhendar jangan di keluarkan dari sekolah.”

Mama Suhendar ikut bicara. “Iya Pak, Bu. Sekolah ini adalah SMA impian Suhendar ketika SMP dulu. Dia betul-betul ingin masuk SMA ini. Entah kenapa dia jadi berubah begitu. Berilah kesempatan satu kali lagi.” Pinta Mama memohon.

Pak Tio berkata. “Maaf, Bapak dan Ibu. Itu sudah keputusan sekolah. Selepas ujian kenaikan kelas Suhendar harus pindah dari sekolah ini. Tapi kalau dia bisa berubah sebelum kenaikan kelas, Suhendar tetap bisa bersekolah di SMA ini. Itu masih dua bulan lagi.”

Papa Suhendar berkata. “Bagaimana ya Pak, Bu, caranya menyadarkan Suhendar dari kebiasaannya bolos itu? Apa Bapak dan Ibu punya ide? Kami sudah bingung.”

Pak Tio berkata. “Kami juga bingung Pak.”

 Lalu Papa Suhendar, Mama, Pak Tio dan Bu Iin sama-sama diam. Ketika sama-sama diam, Tiwi mucul di depan ruang BK. Ketika melihat sepertinya orang-orang sedang serius, Tiwi langsung putar badan lagi. Tapi Pak Tio langsung menegur Tiwi.

“Tiwi, mari masuk Nak.”

Tiwi tidak jadi memutar badannya, lalu mengucapkan salam dan masuk.

“Assalamualaikum,” ujar Tiwi lalu menyalami semua orang di ruangan itu. Setelah itu Tiwi berdiri di dekat Pak Tio.

Pak Tio bicara. “Nak, Bapak dan Ibu ini orang tua salah satu murid di sini.” Tiwi menganggukan kepala dan tersenyum hormat kepada kedua orang tua yang disebut Pak Tio. Lalu Pak Tio mengenalkan Tiwi ke orang tua Suhendar.

“Ini Tiwi, Pak. Bu. Dia bercita-cita jadi psikolog dewasanya. Untuk itu dia buka biro konsultasi di sekolah ini, membantu teman-temannya. Kadang remaja itu suka bicara dengan sesama remaja. Sudah banyak yang dibantunya. Mungkin Bapak dan Ibu bisa minta bantuan Tiwi untuk menyelesaikan masalah Suhendar.” Kata Pak Tio.

Papa Suhendar menatap Tiwi, “benar juga ya Pak. Kadang remaja lebih dekat dengan remaja lainnya.”

Tiwi memandang ke Pak Tio dan Papa Suhendar bergantian, Pak Tio yang bicara, Tiwi menatap Pak Tio. Papa Suhendar yang bicara, Tiwi menatap Papa Suhendar.

Pak Tio menatap ke Tiwi dan tersenyum.

“Begini, Bapak dan Ibu ini orang tua murid yang bernama Suhendar. Murid kelas X. Suhendar itu tukang bolos, sudah kami nasehati dan kasih hukuman agar jera, tapi tidak jera-jera juga. Mungkin Suhendar ini butuh sentuhan teman sebaya. Tiwi bisa bantukan Bapak dan Ibu ini?”

Bu Iin ikut bicara, yang sedari tadi diam saja. “Iya Wi, Bantulah. Ibu rasa Tiwi bisa, ayo semangat....”

Lihat selengkapnya