JUDUL :
ANAK BROKEN HOME
Bab 1 Kelas Tiwi
Terlihat guru bahasa indonesia sedang mengajar di depan kelas. Murid – murid mengikuti pelajaran dengan antusias. Tidak lama jam istirahat pertama berbunyi. Pak guru keluar kelas, Tiwi dan Ria serta beberapa anak yang membawa bekal membuka bekal mereka masing–masing. Mereka makan bekal masing–masing sambil ngobrol–ngobrol. Sampai jam istirahat berakhir, Tiwi tidak keluar kelas sama sekali.
Jam masuk berbunyi, Tiwi dan teman-temannya yang makan bekal masing–masing sudah duduk di kursi masing–masing. Tadi mereka berkumpul di satu tempat, dan kebetulan tadi berkumpul di sekitar meja Tiwi. Mereka duduk di meja yang dekat Tiwi dan makan bekal masing–masing.
Terlihat guru mata pelajaran fisika masuk kelas. Lalu memulai pelajaran dengan penyajian diskusi kelompok. Murid-murid antusias mengikuti pelajaran demi pelajaran yang diberikan guru–guru. Sampai Jam istirahat kedua berbunyi, Tiwi menyimpan bukunya dan melangkahkan kaki keluar kelas. Ria bertanya ke Tiwi.
“Mau kemana ?”
“Ke ruang BK. Mau ikut ?”
Tiwi menatap Ria dan tersenyum.
“Nggak deh, kamu sajalah....”
Tiwi menawarkan lagi.
“Ayo, kita main saja.”
“Nggak deh, mainan kamu tu ketinggian dan menakutkan buat semua murid. Ruang BK....”
Tiwi tertawa kecil.
“Nggak juga, ayo biar ruang Bknya ramai....”
Ria berlari keluar sambil berteriak.
“Nggak deh, ma kasih....”
Tiwi melangkahkan kaki keluar kelas ke ruang BK.
Bab 2 Ruang BK
Menuju ruang BK dari kelas Tiwi sebenarnya agak jauh, karena harus melewati deretan kelas XII. Mau berlari kecil malu juga, banyak murid di depan kelas masing–masing. Ada yang berjalan ke kantin. Atau sekedar ngobrol–ngobrol di depan kelas masing–masing. Mana terasa lebih lama karena harus menyapa kakak kelas yang banyak hilir mudik lewat di depan Tiwi.
Satu kelas lagi menuju ruang BK. Tiwi senang sudah dekat dengan ruang BK. Hati senangnya tiba–tiba jadi hilang ketika berpapasan dengan seorang murid yang sepertinya baru keluar ruang BK. Soalnya ruang BK terlihat dari tempat Tiwi berjalan. Murid itu laki-laki, ketika berhadapan dengan Tiwi murid itu tanpa berhenti bicara dengan keras ke Tiwi.
“Aku tu anak broken home. Lalu kamu bisa apa?”
Tiwi kaget mendengar ucapannya, kebetulan di sudut kelas itu agak sepi, mungkin karena dekat dengan ruang BK. Dan kebetulan lagi memang cuma ada Tiwi disana. Dan lagi murid laki–laki itu bicara soal masalah dia, jadi Tiwi yang terdiam mendadak ketika berjalan cepat tadi merasa kalau ucapan anak laki–laki itu ditujukan untuk Tiwi. Tapi apa maksudnya kata Tiwi dalam hati. Bicara dengan Aku atau bukan ya?
Tiwi bicara dalam hati, sepertinya Bu Iin dan Pak Tio itu tahu siapa murid laki-laki itu. Tadi Tiwi lihat murid laki–laki itu keluar dari ruang BK. Tiwi mempercepat langkahnya ke ruang BK. Sebelum melangkah Tiwi sempat melihat murid laki–laki tadi. Tapi Tiwi tidak melihat namanya karena tidak menyangka akan diajak bicara sepihak oleh murid lelaki tadi.
Tiwi sampai ke ruang BK, lalu mengetuk pintu ruang BK dan masul ke ruang BK.
“Assalamualaikum...”
Ucap Tiwi.
Bu Iin dan Pak Tio menjawab berbarengan.
“Wa’alaikum salam. Masuk Tiwi.”
Mereka sudah hapal suara Tiwi.
Tanpa disuruh masuk sebenarnya Tiwi sudah masuk ke ruang BK, mencium tangan Pak Tio dan Bu Iin lalu duduk di kursi di depan Bu Iin. KemudianTiwi bicara.
“Bu, tadi ada murid laki-laki yang keluar dari ruang BK ini kelas berapa? Siapa namanya dan apa masalahnya?”
Pertanyaan Tiwi bertubi – tubi.
Pak Tio menjawab.
“O, murid laki–laki itu?” Namanya Biantara, panggilannya Bian. Murid kelas XIIF5. Kerjaannnya bolos terus, jarang buat pr. Dulunya waktu kelas X Bian itu anaknya pintar. Di kelas XI dan XII dia jadi berubah. Orang tuanya sering dipanggil ke sekolah, ke ruang BK ini. Tapi tidak pernah datang. Bapak pernah menyamperin rumahnya. Tapi tidak pernah bertemu dengan siapa–siapa. Dengar–dengar dari tetangga si Bian itu broken home. Papanya nikah lagi kepicut sekretaris pribadinya. Mamanya selingkuh, punya pacar baru. Bian hidupnya tidak diperhatikan lagi. Kalau kedua orang tuanya bertemu di rumah berantem terus. Kadang sampai ke halaman, tidak malu dengan tetangga. Begitu cerita tetangga- tetangga sekitar rumahnya.”
“O, kasihannya nasib kak Bian...”
“Emang kenapa Tiwi ?” tanya Pak Tio.
Tiwi menceritakan tentang Tiwi bertemu Bian tadi, dan kalimat yang diucapkannya. Pak Tio berkata dan Bu Iin menginyakan.
“Sepertinya Bian masih ada sedkit kesadaran minta bantuan ke Tiwi. Pas bertemu Tiwi tadi. Bian belum terlalu putus asa. Masih ada harapan untuk di tolong. Bantulah Bian, Tiwi....”
“Baik Pak, Bu Iin.”
Bel masuk berbunyi, Tiwi pamit ke Pak Tio dan Bu Iin untuk menuju kelasnya.
Bab 3 Rumah Bian
Di kamar yang luas, dengan pernak–pernik anak cowok banget. Bian duduk di kursi. Bian mencoba membuka buku pelajaran, namun Bian tidak bisa fokus. Terdengar suara mobil masuk halaman. Lalu pintu depan di buka dan Bian tidak mendengar suara apa–apa lagi. Bian mulai fokos mengerjakan pr nya. Tapi karena jarang memperhatikan guru karena sering bolos Bian tidak bisa menjawab pr–pr tersebut. Bian mencoba searching di internet. Baru mau focus ke internet, terdengar lagi suara mobil masuk halaman. Lalu terdengar pintu depan di buka. Hari sudah malam jadi dalam keheningan banyak suara bisa terdengar.
Seperti dugaan Bian, tidak lama mulai terdengar ribut–ribut di ruang bawah. Rumah Bian itu bertingkat dua. Kamar Bian di tingkat atas. Terdengar suara Papa kemudian disusul suara mama sahut menyahut. Seperti biasa mereka selalu bertengkar kalau bertemu.
“Dari mana kamu sudah malam begini? Masih pacaran juga?” kata Papa ke Mama.
“Kamu yang dari mana? Dari rumah isteri muda kamu?”
“Aku ini laki–laki, boleh menikah lagi. Kalau kamu itu perempuan, kamu jangan pacaran terus. Itu tidak baik.…”
“Tidak baik, kamu menikah lagi, itu baik?” aku bukan penganut poligami. Ceraikan aku!!”
Teriak mama Bian histeris.…
“Mama… Jangan berteriak–teriak. Kasihan Bian....”
Ujar suara papa, yang sepertinya menenangkan mama.
Mama semakin mengamuk.
“Kamu ada ingat anakmu Bian tidak. Mungkin kamu sudah punya anak dengan wanita itu!”
Mereka masih terus bertengkar.
Bian mengambil jaketnya dan keluar kamar lalu turun ke ruang tamu dan keluar. Bian masih sempat mendengar teriakan Papa.
“Mau kemana kamu Bian, ini sudah malam.…”
“Itu ulahmu, anak jadi suka kelayapan.” Ujar Mama.
Lalu Bian masih sempat mendengar Papa berteriak lagi.
“Sekarang kamu mau kemana lagi?! Masuk!!
Motor Bian sudah melaju cepat, kepalanya pusing sekali mendengar suasana rumahnya.
Bab 4 Rumah Tiwi
Tiwi dari pulang sekolah, setelah sholat dan mandi sore. Asik duduk di meja belajarnya sambil main handphone searching cara mendekati anak broken home. Sudah banyak yang dilihatnya, tapi belum ada yang cocok untuk mendekati Bian. Sedang asik searching azan magrib berbunyi. Tiwi menghentikan kegiatannya lalu berwudhlu dan sholat magrib serta mengaji. Kemudian Tiwi keluar kamar untuk makan malam.
Selesai makan malam, seluruh keluarga Tiwi berkumpul di ruang keluarga. Disitu Tiwi bertanya kepada Ayah dan Bunda cara untuk mendekati anak broken home. Ayah menyarankan jangan sampai selama mendekati dan membantu anak yang broken home itu Tiwi menyinggung perasaannya yang labil. Terus kata Ayah, perlu dicari tahu dulu apa hobinya anak itu atau kemana perginya anak itu menghabiskan waktu ketika sedang galau. Mendekati di sekolah bisa juga, tapi kan anak itu jarang masuk sekolah. Sekolah Tiwi sudah sangat baik, membiarkan anak itu tetap bersekolah, karena merasa kasihan dengan anak tersebut.
Tiwi setuju dengan pendapat Ayah, tentang sekolah Tiwi yang sudah sangat baik kepada anak broken home tadi. Saran Bunda, coba cari tahu Bian itu punya teman dekat atau tidak. Jadi lebih gampang mendekatinya. Atau bisa didekati melalui keluarga dekat selain orang tuanya. Kalau punya saudara kandung maka lebih gampang mendekati Bian. Punya kakak atau adik mungkin. Tapi menurut Bunda lagi Bian sepertinya masih bisa dibantu, buktinya dia minta tolong ke Tiwi. Walau minta tolongnya tidak serius dan sekali ngomong saja sambil lewat.
Setelah berbincang dengan Ayah dan Bunda, Tiwi kembali ke kamarnya untuk merumuskan langkah–langkah mendekati Bian, dan mendapatkan kepercayaannya. Tiwi menuliskan langkah–langkahnya di kertas. Yaitu :
1. Mencari sumber informasi anak kelas Bian, siapa yang bisa diminta tolong untuk memberitahu Tiwi kalau Bian masuk kelas.
2. Mencari tahu siapa teman dekat Bian.
3. Mencari tahu siapa keluarga Bian, apa ada saudara kandung.
4. Selamat berjuang.
Tiwi sengaja menyematkan kata – kata penyemangat untuk dirinya.