Psikolog Muda

AdisCill20
Chapter #42

Seri.38 Cemburu

JUDUL :

CEMBURU

Bab 1.  Kelas Tiwi

               

 Bel istirahat berbunyi, Pak Guru meninggalkan kelas. Tiwi membereskan bukunya, Ria juga membereskan bukunya. Rencana mereka mau ke kantin. Ini istirahat pertama. Sebuah suara menegur Tiwi.

“Hai, Tiwi. Aku bisa bicara sebentar?”

Tiwi menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke sumber suara. “Ya, boleh.”Lalu Tiwi tersenyum.

   Ria bicara ke Tiwi. “Wi, aku ke kantin dulu ya.” Lalu melangkah ke luar kelas.

Tiwi mempersilahkan tamunya untuk duduk di kursi Ria. “Silahkan duduk di kursi sini.” Lalu Diah berjalan ke kursi Ria dan duduk.

“Aku Diah. Anak kelas XIIF3. Aku mau curhat dengan kamu. Habis curhat kamu tolong aku ya."

Tiwi mengangguk, "Kalau Tiwi bisa pasti Tiwi bantu. Ada apa?"

Diah menarik nafas panjang lalu mulai bicara. "Aku ini dua saudara. Aku kakak dan adik ku bernama Rara. Kami selisih usia satu tahun. Adikku ada di sekolah ini juga kelas XIF3. Aku sangat menyayangi adikku. Tapi dulu itu hanya menurut perasaan ku saja. Kalau adikku itu tidak sayang padaku, malah membenci aku. Aku tidak tahu mengapa. Atau apa kesalahanku. Dia sering memarahiku, juga sekarang berani menjelek-jelekan aku di depan orang tua ku. Itu nggak sekali dua kali. Tapi kalau aku dijelek-jelekkan oleh adikku, orang tua aku nggak percaya. Tapi mereka juga tidak memarahi adikku. Cuma menurut aku, adikku semakin membenciku. Tapi aku menyayangi adikku, hanya sekarang aku merasa kesal padanya. Bolehkan aku kesal pada adikku?"

Tiwi tersenyum, "tentu saja boleh. Aku saja kadang juga kesal dengan adikku. Dia suka menggoda aku, aku juga suka menggoda dia."

"Sepertinya kamu akur dengan adikmu ya? Senangnya. Diah diam sebentar. "Aku mau minta tolong kamu agar kamu bicara dengan adikku, buat dia menyayangi aku seperti aku menyayangi dia. Aku ingin punya saudara yang akur bukan saudara yang selalu ngajak berantem. Kalau aku tidak sabar-sabar, aku bisa berantem terus dengan dia, aku banyak bersabar dan banyak mengalah. Tolonglah kamu bicara dengan Rara, Tiwi. Apa yang harus aku lakukan agar adikku menyayangi aku. Itu saja. Dan tolong bilang juga kalau aku menyayanginya. Sangat menyanyanginya.

Diah berhenti bicara, air matanya menetes.

Tiwi memeluk Diah, menepuk-nepuk pundaknya. Setelah cukup lama, Diah melepaskan pelukannya. Tersenyum kecil. “Aku cengeng ya.” Tiwi ikut tersenyum. Nggak juga. Kadang kita memang butuh untuk menangis.”

   Bel masuk berbunyi. Diah mau melangkah keluar kelas. Tiwi bicara. “Diah, kamu belum mengatakan siapa nama adik kamu. Apa aku cukup cari yang namanya Rara di kelas XiF3?”

“Oiya, namanya adikku Ratna Pramesti dan nama panjang aku kalau kamu perlu Diah Pramesti.”

“Oke, ma kasih.”

“Aku ke kelas dulu ya. Kapan aku menemui kamu lagi?”

“Bisa minta nomor telepon kamu?” Tiwi mengeluarkan buku tulisnya. Lalu Diah menuliskan nomor hndphonenya. Setelah selesai Diah berkata. “Aku ke kelas dulu. Ma kasih, Tiwi....”


Bab 2. Rumah Tiwi

 

  Tiwi lagi makan bersama Ayah, Bunda dan Dek Bima. Selesai makan, Tiwi membantu membereskan piring-piring kotor bekas makan. Bunda membereskan sisa lauk ke bawah tudung saji. Tapi tidak ada yang mencuci piring habis makan, Bunda yang akan mengerjakannya besok pagi. Tugas Tiwi mencuci piring sisa makan setiap malam sabtu dan minggu. Setelah selesai di ruang makan Tiwi berjalan ke ruang keluarga di ikuti Bunda dari belakang. Lalu mereka duduk-duduk di ruang keluarga. Kemudian Tiwi ke kamarnya. Dek Bima ditemani Ayah dan Bunda belajar ke kamar Dek Bima.

 Di kamar, Tiwi meraih handphonenya di atas meja belajar dan mengeluarkan catatan nomor handphone Diah tadi, lalu duduk bersila di atas tempat tidur. Setelah membuka handphone Tiwi mencatat nomor handphone Diah. Kemudian menelpon Diah. Tidak lama kemudian telpon diangkat Diah.

“Halo.....” Sapa Diah.

“Halo, Assalamualaikum. Diah, ini Tiwi.”

“Iya, Wi....”

“Aku boleh dikirim foto adik kamu nggak? Jadi aku bisa langsung mengenalinya, nggak perlu tanya-tanya besok pas ke kelas Rara....”

“Maaf, nggak ada. Rara nggak sukan berfoto dengan aku. Dia nggak pakai jilbab. Tingginya setinggi aku. Rambutnya sepundak. Berkulit kuning langsat, kalau aku kan berkulit putih.Terakhir ketika aku mengintip Rara, Rara duduk di kursi nomor dua dari belakang. Kamu gampang kok mengenali Rara. Hanya beberapa anak perempuan saja yang tidak pakai jilbab di kelas Rara.”

“Oke, terima kasih infonya. Assalamualaikum.....”

“Waalaikumsalam,” Jawab Diah diseberang.

  Tiwi menutup telepon. Lalu berdiri ke kamar mandi dan berwudlu lalu sholat isya, setelah itu Tiwi belajar sebentar kemudian Tiwi tidur.


Bab 3. Tiwi dan Ratna Pramesti

Lihat selengkapnya