PSIKOSIS

Indah Nur Aini
Chapter #2

RIANA #2

Sorak sorai pengunjung tak kunjung usai, menambah pengap peluh menetes di dahi. Perlahan kuusap dengan sentuhan jari kecilku, lalu kembali lagi memegang pena dijari, meningalkan jejak pada lembaran putih yang menumpuk di meja. Dengan seutas senyum kecil ku sapa mereka dengan sorotan cahaya putih yang berkedip kedip, yang selalu menghiasi disetiap langkahku berada. Kadang aku juga heran dengan diriku sendiri, kenapa aku tersenyum? Padahal aku sedang sangat lelah dan kesal. Entah apa yang membuatku bisa bertahan selama ini, yang pasti aku sudah terbiasa memberikan senyum palsu pada setiap orang yang aku temui.

“Mohon, antri. Jangan berdesak desakan.”

Suara kru yang menjaga keamanan terdengar ricuh menertibkan para fans yang antusisas. Bahkan beberapa kru ditempatkan dikanan kiri tempatku melakukan jumpa fans. Bukan untuk menakuti, tapi hanya untuk berjaga kalau kalau nanti akan ada orang yang membuat kegaduhan, dan benar saja, orang orang ini benar benar antusias ingin berfoto denganku. Mereka berdesak desakan, saling mendorong dan berteriak. Melihatnya saja membuatku pusing, namun tetap saja aku tidak bisa beristirahat sampai waktu jumpa fans ku selesai.

"Kenapa kita harus melakukan jumpa fans di mall? Kali ini yang datang lebih banyak dari perkiraan." keluhku pada penanggung jawab yang sedari tadi berdiri disampingku.

"Sabarlah sedikit, ini akan menaikan penjualan novel kita." Jawab Pak Vandra

Pria yang usianya sudah memasuki kepala tiga itu selalu saja membuat ide yang diluar dugaan. Demi menjaga popularitas novel yang ia terbitkan, ia rela merogoh kantong lebih dalam.

Sudah lebih dari empat jam aku berada di sini, kini sang surya sudah lebih condong ke barat. Tapi siapa yang akan sadar? Pencahayaan di mall itu mengubah malam menjadi siang, seakan malam itu suatu hal yang mustahil. Waktu terus berdenting, meninggalkan jejak bayang bayang di langit, menyisakan hitungan jari pengunjung malam ini.

"Baiklah, terimakasih semuanya. Kalian sudah bekerja dengan baik." ucap Pak Vandra pada semua kru yang ikut acara jumpa fans.

"Sama-sama pak." jawab semua kru. Mereka membereskan semua peralatanya, meninggalkan lokasi dan pulang ke rumah masing masing. Dari kejauhan terlihat punggung mereka yang menghilang dibalik pintuk bergerak yang bisa membuka dan menutup sendiri saat karpet didepannya diinjak.

"Mau pulang bareng?" Ucap Pak Vandra mengagetkanku. "Maksutku jalan rumah kita searah, jadi saya pikir saya bisa memberi kamu tumpangan." lanjutnya.

"Oh, baiklah kalau begitu, saya juga tidak masalah." ucapku menyetujui.

Semilir udara dingin menyelimuti disepanjang perjalanan kami, namun siapa yang peduli. kursi yang nyaman dengan alunan musik merdu mengubah kaku jadi malu. Ditambah lagi sorotan dewi malam yang menyusup dari atap mobil yang tebuka mengiringi perbincangan ringan yang kami lakukan.

Sssssttttt. Suara rem mobil yang diinjak menghentikan obrolan kami. "Sudah sampai." ucap pak vandra diiringi senyum kecil di bibirnya.

Lihat selengkapnya