"Aku sudah tidak percaya padamu. Aku ingin keluar dari tempat ini." ucap wanita berbaju merah itu ketakutan.
"Tenanglah Sofia, kita pasti bisa menemukan jalan keluarnya." ucap pria dengan rompi coklat menenangkan gadis bernama sofia itu.
"Jangan hanya bicara, kita bisa mati disini!!! Ada yang aneh di rumah ini, satu per satu teman teman kita hilang. Me mereka, mereka pasti dibawa mahluk halus." ucapan gadis itu semakin ketakutan, tubuhnya bahkan sampai bergetar membuatnya gagap bicara.
Pria berompi coklat itu mendekatinya lalu memeluknya dengan erat berharap bisa menenangkan gadis yang ketakutan setengah mati itu.
"Oke, cut!!! Persiapan adegan selanjutnya" Ucap sutradara menghentikan adegan kedua aktris itu.
Pencahayaan yang redup, lokasi yang sedikit kumuh, dan sebuah bangunan yang reyot memang selalu menemani setiap adegan film horor yang mengambil latar rumah tua. Tentu semua itu adalah hasil kerja keras tim dekorasi untuk menyesuaikan skenario yang dibuat.
"Menurutmu bagaimana? Apa sudah seperti novel yang kamu buat?" Tanya pak Vandra mengagetkanku.
"Yah, kurang lebih seperti itu." jawabku singkat. Sedikit tidak menyangka juga kalau novel yang kubuat akan ditayangkan di layar lebar, bahkan juga diperankan oleh aktor aktor ternama di tanah air.
Ini sudah beberapa hari sejak dimulainya syuting, bahkan adegannya sudah sampai pada puncak masalah dan sebentar lagi akan memasuki masa penyelesaian masalah. Novel yang aku tulis sampai 30.000 kata itu hanya akan berakhir sampai 2 jam jika di filmkan. Kadang aku merasa tidak masuk akal, untuk menulis sebuah novel aku bisa menghabiskan waktu berhari hari bahkan berminggu minggu. Untuk membacanya pun paling cepat jika membaca terus tanpa henti juga butuh waktu sekitar 2 sampai 3 hari, tapi ketika difilmkan, hilanglah kata hari hari itu dan hanya tinggal hitungan jam. Yah tapi begitulah induatri perfilman, walaupun hanya tayang 1,5 - 2 jam, untuk membuat filmnyapun juga butuh waktu berhari hari.
Ah, rasanya penat sekali, padahal aku hanya menonton. Buru buru aku ke kamar mandi untuk membasuh muka. Kunyalakan kran di wastafel, kuambil airnya yang mengalir dengan kedua tanganku lalu kuusap lembut ke wajah.
TAK
Pergerakanku terhenti mendengar suara benda jatuh itu. Dengan penuh penasaran perlahan kutengok ke arah belakang, tidak ada siapapun. Kususuri lantai dengan penglihatanku hingga ku dapati sebuah pena menggelinding dari bilik pintu toliet. Kuambil pena itu dengan sedikit heran, lalu kuketuk bilik pintu kamar mandi, barangkali pemiliknya masih ada di dalam.
"Permisi." ucapku, namun tidak mendapat jawaban apapun, kuketuk lagi dan lagi hingga ketiga kalinya namun tetap saja bunyi sunyi yang kudapat. Apa orangnya pingsan didalam? Pikirku. Dengan hati hati kubuka pintu toilet.
DEG.
Sebuah tangan menepuk bahuku sebelum aku membuka penuh pintu toilet. Ada rasa sedikit gugup juga takut, namun sangat penasaran.
"An, kamu lama banget kekamar mandinya." suara Pak Vandra seakan menjadi penerang di kamar mandi yang redup ini.
"Eh, bapak bikin kaget aja, bapak kok bisa masuk toilet perempuan sih?" tanyaku mencoba mencairkan suasana.
"Habisnya kamu dari tadi gak balik-balik, sayakan jadi khawatir." jawab Pak Vandra.
"Cieee, khawatir nih ya." godaku
"Ah, sudahlah ayo pulang. Para kru juga udah pada balik."