Psycho Love

Liliana
Chapter #3

Bagian 2

Walau aku merasa kesal padanya, tapi entah kenapa aku malah jadi mengamati sosoknya yang hanya berjarak beberapa langkah dariku .

Melihat dari seragamnya sepertinya dia seangkatan denganku, mataku tertuju pada simbol kelas di seragamnya.

Jika diperhatikan dengan seksama, sebenarnya dia terlihat sangat cantik.

Apalagi saat aku mengamatinya dari samping, rambut ikal yang berwarna coklat kemerahan, wajah tirusnya dengan tone putih pucat. Perpaduan warna kulitnya yang pucat dengan warna rambutnya terlihat begitu serasi dimataku.

Aku yakin dia pasti akan terlihat secantik itu, jika saja dia merapikan rambutnya dengan baik. Sayangnya dia hanya mencepol asal rambutnya yang sedikit awut-awutan, dan bagian poni dibiarkan memanjang sehingga sepertiga dari wajahnya tertutupi.

Belum lagi dia mengenakan seragam sekolah yang kebesaran, persis sepertiku.

Jika saja dia tidak menutupi penampilannya dengan gaya yang kurang modis, mungkin dia akan masuk salah satu dari deretan cewek-cewek populer di sekolah.

Yah, tapi kan tidak semua orang suka menjadi pusat perhatian, menjalani kehidupan yang terkenal, glamour dan juga, bising.

Aku bisa memahami itu karena aku juga termasuk salah satu yang sepertinya.

Loh kok aku malah menyamakan diriku dengannya sih!

“Apaan sih Reina!”

Aku merutuki diriku sendiri.

*****

“Ren ke kantin yuk!”

Eirin, salah satu teman dekatku di kelas langsung mengamit tanganku. Dia memaksa, menyeret aku dan Rasya untuk pergi ke kantin bersama.

“Bentar dulu, dompetku ada di tas!”

“Udah nanti aja, entar kantin keburu rame, antrian lama. Kayak yang kemaren itu loh, masa makanan kita datang lima menit sebelum bel bunyi.”

Aku hanya pasrah dengan kelakuan temanku yang satu ini. Sebenarnya bukan cuma aku, Rasya juga terlihat manyun, tapi kemungkinan dia malas juga berdebat dengan Eirin.

Syukurnya saat kami tiba di kantin, kantin yang memang sering kami kunjungi belum begitu ramai. Mungkin karena ini memang kantin yang paling tidak beken di sekolah.

Alasan kenapa kantin ini tidak terlalu populer karena menunya yang terbatas dan harganya juga lebih mahal dari kantin-kantin lainnya, plus posisi kantinnya yang memang paling ujung –sungguh tidak strategis.

Walaupun begitu, kami tetap memilih kantin ini karena kami bertiga memang tidak suka berdesak-desakan di kantin yang terlalu ramai, padat dan bising.

Ya, kita kan jadi tidak bisa menikmati makanan dengan hikmat kalau kondisinya begitu!

Alasan kedua tapi sebenarnya yang paling utama adalah karena memang makanan kesukaan kami bertiga tersedia di kantin yang satu ini. Tidak seperti murid-murid kebanyakan yang pecinta nasgor atau berbagai jenis mie-mie-an. Kedua temanku, Eirin dan Rasya lebih doyan soto, dan soto paling enak ya adanya di kantin ini. Walau minus gorengan sih disini, sedikit hal yang membuat aku dan Eirin cukup dilema karena kami memang pecinta gorengan.

Lihat selengkapnya