Psycho Love

Liliana
Chapter #8

Bagian 7

Rasanya sudah tiga hari berlalu hidupku terasa tenang-tenang saja.

Oh bukankah harusnya aku merasa senang? Apa ini pertanda bahwa kehidupanku yang damai akan kembali?

Bukan tanpa alasan aku berpikir begini karena selama tiga hari belakangan, setelah kejadian yang membuat sport jantung –saat berusaha menghindari razia guru BP bersama Rasya hari itu. Aku hampir menjalani kehidupanku yang normal seperti biasanya. Bahkan pesan dari Erlan juga tak kunjung singgah di ponselku lagi.

Kali ini, bolehkah aku merasa benar-benar lega?

Atau ini hanya ketenangan sementara sebelum badai?

Entahlah, aku berharap semoga tidak.

“Reina kamu mau ke kantin nggak?” Rasya berjalan menghampiriku.

“Nggak Sya. Entar aku mau ke Perpustakaan dulu, nyari buku referensi buat makalah Kimia kelompok kami. Eh tapi sebelum itu, aku mau ke toilet dulu sih.”

“Oh sama dong, aku juga mau ke Perpustakaan. Bareng aja yuk!”

“Oke. Loh Eirin mana?” tanyaku, sambil melihat ke seluruh ruang kelas yang sudah sunyi.

“Tau tuh. Dia lagi pergi bareng teman barunya,” celutuk Rasya.

Aku menatap Rasya geli, “Ceritanya lo cemburu nih, dia main bareng orang baru.” gurauku.

Yang bersangkutan malah menunjukkan ekspresi jijik, “Ha? Gue cemburu karena dia? Sorry yee!”

Eirin memang kelihatan heboh beberapa hari ini karena baru bertemu kembali dengan teman lamanya. Nama cewek itu Cintya, teman masa kecil Eirin yang ternyata membantunya menghindar dari razia yang menggemparkan tiga hari lalu.

Eirin mengatakan bahwa dia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan cewek itu lagi. Tapi yang namanya takdir, tidak bisa ditebak.

Mengingat kejadian itu, secara sadar aku jadi teringat, “Bagaimana nasib Erlan dan temannya waktu itu ya?” sebuah bisikan muncul dalam hatiku.

Sejujurnya aku sama sekali enggan untuk khawatir mengenai cowok itu sih. Karena tidak ada hal baik yang akan menantiku jika terus-terusan bertemu dengannya.

Hanya saja, aku menemukan keanehan pada Rasya yang juga tidak pernah menyinggung tentang mereka.

Maksudku, bukankah teman Erlan itu sendiri yang menyelamatkannya dari kasus razia hari itu? Tapi dia tidak pernah membicarakan tentang mereka setelah kejadian itu sampai detik ini, seolah kejadian tiga hari yang lalu tidak pernah ada.

Walau aku juga tidak berniat membahas tentang mereka sih. Cuma, rasanya aneh banget!

Masa Rasya nggak komentar apa-apa tentang mereka?

Aku hanya bisa menyimpan keresahan itu di dalam hatiku, tidak mau menyinggung tentang Erlan juga. Karena cukup beresiko kalau sampai aku ketahuan kenal dengannya.

Apalagi dia berkaitan erat dengan kasus kak Tessa, nggak bisa kubayangkan kalau sampai namaku ikutan terseret bersamanya.

Kami berjalan menuju toilet, namun suasana disekitar toilet terasa sangat sepi.

“Loh tumben toilet nggak rame!” Ujar Rasya keheranan.

“Emang biasanya selalu rame?” tanyaku balik.

Lihat selengkapnya