Di malam hari yang sunyi sehingga hanya terdengar suara dentingan jam dinding, Joe membuka pintu kulkasnya dan meraih sebotol anggur merah kemudian menuangkannya ke dalam sebuah gelas kaca kecil. Pria itu mengembuskan napas melepas penat. Ia melangkahkan kakinya perlahan, membawa gelas itu menuju kamar tidurnya, di mana Ilona tengah menyaksikan acara televisi di sana. Gadis itu memutar kepalanya dan tersenyum manis ke arah Joe yang hanya diam dengan raut wajah datar.
“Thank you,” ucap Ilona seraya menerima anggur pesanannya. Joe memperhatikan Ilona yang menenggak minuman beralkohol itu sampai ke tetes terakhir. Gadis itu sontak berdiri, menarik Joe, lalu menatapnya dengan sorot mata yang bergairah. Keduanya terdiam menatap satu sama lain selama beberapa saat lamanya.
“Ada urusan apa kau datang ke rumahku malam-malam begini?” tanya Joe dingin.
“Hm? Kenapa? Memangnya tidak boleh? Aku hanya ingin mengunjungi sahabatku kok, itu saja. Oh! Dan juga, ada sesuatu yang ingin kuceritakan padamu, hik!” seru Ilona diselingi dengan cegukan tiba-tiba, membuat Joe menggeleng seraya memegangi dahinya pusing.
“Sudah tahu kau itu paling tak kuat minum. Istirahatlah.”
“Apa? Tidak mau! Cih, apa-apaan sih, seperti baru pertama kali melihatku mabuk saja. Dengarkan ceritaku dulu dong!” ambek Ilona menyilangkan kedua tangannya geram.
“Baiklah, baiklah, aku akan mendengar ceritamu,” balas Joe mengalah.
“Hihi, kamu tahu tidak? Tadi sore, aku pergi menemui teman sekolahku dulu loh, namanya Yovanka. Aku kira awalnya dia seumuran, ternyata lebih muda dariku! Dia juga enggak punya keluarga lagi hihi, ah senangnya deh! Dia gadis yang cantik banget! Tipe idealku banget! Aku benar-benar sudah menaruh hati kepadanya, sepertinya besok malam aku akan membawanya ke rumahku dan mengambil kembali hati yang telah kutaruh di dadanya. Jadi tak sabar ah!” desah Ilona. Joe membeku. Apa katanya barusan? Yovanka? Gadis yang akan jadi korban selanjutnya? Bukankah Yovanka adalah pacarnya Shaquille? Saingannya Wylie?
“Jonathan! Kenapa diam saja?” seru Ilona membuat Joe sedikit tersentak. Pria itu bergeming sembari memperhatikan Ilona yang terlihat menunggu balasan darinya.
“Tetapi, bukankah anak yang kau maksud itu masih punya kerabat dekat? Setahuku, dia sudah punya pacar?”
“Hah? Beneran? Aishhh, menyebalkan, kenapa aku baru tahu,” desis Ilona tertunduk dalam, “tunggu, apa kau mau membersihkannya lagi untukku?”
“...Apa?”
“Yahh, seperti saat kau membersihkan seorang wanita tua beberapa tahun yang lalu. Tidak sulit, bukan? Hahh... sungguh, aku sudah telanjur menyukai anak itu. Dia manis dan baik hati, pokoknya idaman banget! Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuatku gila. Yovanka Deborah! Dia terlalu sempurna untuk dunia ini! Aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangiku untuk mendapatkannya, siapa pun,” seringai Ilona.
“Cepat tidurlah, jangan memikirkan yang tidak-tidak selama mabuk. Kau tidur saja di kamarku, aku akan tidur di ruang tamu,” suruh Joe seraya membaringkan Ilona di atas kasur lalu menyelimuti seluruh tubuhnya agar tetap hangat.
“Apa sih? Kenapa tiba-tiba tidur? Kau tidak mau melakukan hal yang lain dulu? Apa kau tidak tahu apa yang biasanya pria dan wanita lakukan di situasi seperti ini?” ucap Ilona seraya menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi Joe lalu mendekatkan wajahnya cepat. Kedua matanya berbinar-binar menatap Joe yang pipinya berubah merah padam hanya dalam sekejap mata. Tiba-tiba Ilona menarik Joe sampai terjatuh di samping tempat tidur. Akan tetapi, pria itu malah menepis lengan Ilona dari wajahnya dan kembali berdiri tegak.
“Jangan mengatakan yang aneh-aneh, tidur saja.” Suara berat yang keluar dari Joe terdengar seperti perintah di telinga Ilona sehingga gadis itu langsung tertidur tanpa peringatan lagi. Joe tersenyum tipis, ia mendekatkan wajahnya dan mengecup kening gadis yang disukainya itu dengan lembut. Tanpa melakukan hal lain lagi, pria itu segera mematikan lampu kamarnya kemudian keluar dari ruangan yang pintunya ia tutup dengan rapat.
***
Di sebuah rumah kecil yang ditinggali oleh sepasang kakak beradik yatim piatu, sang kakak bernama James tengah memasakkan sup daging kesukaan adik laki-lakinya yang sejak sore terus-terusan mengeram diri di dalam kamar. James yang saat itu sudah berumah tangga pun tetap menyempatkan diri untuk mampir ke rumah adiknya, sebab ia tahu kalau adiknya sangat tidak pandai memasak dan gila kerja. James menyesap kaldu supnya kemudian mengecap-ngecap untuk memastikan rasanya. Setelah yakin, ia menuangkan beberapa sendok sup daging itu ke dalam mangkuk kaca berwarna putih. Semua makanan telah tertata rapi di atas meja, membuat James menghela napas puas.
“Robin! Waktunya makan malam!” teriaknya. Beberapa saat kemudian, adiknya itu tak kunjung keluar kamar juga, menyahut pun tidak. Mau tak mau, James lagi-lagi harus menghampiri adiknya itu hanya untuk menyuruhnya makan malam. Begitu ia membuka pintu kamar Robin, terlihat Robin yang tengah serius memperhatikan dokumen-dokumen berserakan di atas meja kerjanya.
“Kerjanya teruskan nanti saja, makan malam dulu,” perintah James.