PTSD

diana rahmatika
Chapter #1

Kegagalan

Hidup tanpa masalah hanya seperti raga tanpa nyawa satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, tidak ada satu orang pun dimuka bumi ini tanpa memiliki masalah, semakin mulia seseorang dihadapan sang pencipta, semakin besar pula masalah yang ia hadapi, namun kebahagiaan akan selalu berdampingan dengan derai airmata, seperti kata pepatah “setelah badai pasti akan muncul pelangi.

Aku hanya gadis remaja yang gagal, tidak bisa membuat kedua Orangtuaku bangga, tanpa prestasi, tanpa kegelimangan harta, tanpa paras yang cantik, aku bagaikan benalu yang terus menyusahkan mereka, seorang gadis bajingan yang selalu membuat sang Ayah kecewa, mungkin Ayah akan bahagia tanpaku.

“gara gara nilaimu elek, Ayah ambek Emak dadi susah golek sekolahan(gara gara nilaimu jelek, Ayah dan Emak jadi susah cari sekolah buat kamu)” bentak Ayah

“bajingan, tak kiro pinter, tibak e blendes(bajingan, aku kira pintar, ternyata bodoh)” ayah melanjutkan, tepat dihadapanku dia berbicara seperti itu, karena nilai kelulusanku di SMP sangat rendah, aku menelan mentah semua perkataan Ayah, kalimat itu nggak pernah aku lupakan dan terus terngiang ditelingaku.

Berhari-hari kulihat emosi Ayah tak kunjung mereda, dia selalu membanting apapun dihadapannya, terkadang dia tertawa seorang diri, terkadang dia mondar mandir dan berbicara kotor dengan mata memerah seperti monster, terkadang dia merenung memegang kepala dan merokok. Ada apa dengan Ayahku? Bagaimana bisa seorang Ayah menyebut Anaknya seorang bajingan, mungkinkah hanya didikan yang ia turahkan untuk membuatku lebih berusaha lagi atau ada hal lain yang menyebabkan dia berlaku seperti itu, mungkinkah tidak ada rasa kasih sayang terhadap anaknya sendiri? Aku selalu bertanya dalam Do'a tanpa ada sebuah jawaban, 'Tuhan mengapa Ayahku berbeda?'

Lihat selengkapnya