Sejak saat itu rumahku menjadi basecamp untuk kami berkumpul setelah pulang sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, kerja kelompok, atau hanya untuk nongkrong di emperan rumah, mereka senang dirumah, mereka bilang Ibuku seperti menganggap mereka anak sendiri, Ibu memang orang yang sangat baik dan berhati lembut, Ibu juga selalu bercerita tentang keluh kesahnya padaku, sedangkan aku terkadang jahat padanya karena aku muak mendengar tentang Ayah, aku hanya mendengarkan dan menjawab seperlunya.
“Na...mau nggak jualan nasi pecel disekolah, buat tambahan uang saku” tanya Ibu padaku.
“Nasi pecel doang mak?” tanyaku menanggapi
“ya kalo bosen diganti nasi campur atau yang lain sesuai request temenmu”
“oke...besok bawa 10 bungkus dulu aja ya Mak, nanti kalo ada yang pesen aku bilang ke Emak”
“iyaaa”
Malu? Enggak aku nggak malu melakukan apapun disekolah kecuali membuka auratku, besoknya aku datang agak kesiangan disekolah karena menunggu Ibu selesai membungkus nasi yang akan kubawa kesekolah, sesampainya disekolah aku memulai pelajaran seperti biasanya, dan saat jam istirahat aku menawarkan nasi buatan Ibu pada teman teman, hanya Rp7.000,- saja sudah dapat nasi pecel lengkap dengan ayam dan kerupuk peyek, ternyata teman teman banyak yang minat, pesanan pun bertambah, bahkan teman teman lain mengikuti langkahku, akan ikut berjualan siomay dikelas, ternyata usaha sekecil apapun selalu ada saingannya.
“Salamualaikum Maak” teriakku
“Wa'alaikumsalam, gimana...laku nasinya?” tanya Ibu
“ludes Mak, besok ada pesanan 20 bungkus mak, nasi ayam sambel sama tumis buncis kecap”
“okee anakku”