Memori tentang Ayah kembali menghantui fikiranku, aku lebih sering melamun meski teman-teman tertawa, aku merasa sepi meski di tengah keramaian, nggak tau langkah apa yang akan aku ambil, seperti tersesat ditengah labirin tanpa menemukan jalan untuk keluar. Hanya Ocha dan Alan yang menghiburku, selalu menghabiskan waktu bertiga disetiap jalanan kota.
“AKU SAYANG AYAH CHA, AKU PENGEN AYAH TAU” ucapku meronta dalam tangis dikeheningan malam.
“tak omongin ke Ayahmu ya” jawabnya.
“enggak!! jangaaan” rengekku.
“lah katanya pengen dia tau?”
“iya tapi aku malu...nggak usah...biarin aja”
“hmmmmmm”
“pas lulus nanti aku pengen minum kayak yang kalian minum itu loh Cha Lan” rengekku.
“minum apaan?” tanya Alan.
“ituuu minuman yang bikin mabok”
“NGGAK!” jawab Ocha.
“pliiiiis sekaliiii aja” mohonku pada Ocha, aku sudah nggak bisa berfikir lagi, aku memaksa mereka untuk menuruti kemauanku.
Hasil Ujian telah diumumkan, dan kami semua lulus dengan nilai yang cukup baik menurutku, aku mendapat nilai rata-rata 8,7, aku nggak tau harus senang atau sedih atau bangga, nggak ada yang bisa kubanggakan dari angka itu. Teman-teman merayakan hari kelulusan dengan menyemprotkan piloks ke baju seragamnya, kami menandatangani satu per satu seragam disetiap siswa maupun siswi, mereka semua lanjut untuk konvoi, tapi aku nggak ikut, aku lebih memilih pulang bersama Alan, apa yang dibilangnya tentang kakak ipar mungkin benar, aku mulai menganggap dia seperti kakakku sendiri.
“ayok Lan beliin minumnya” rengekku
“piye iki yangg adekmu...di beliin ta?” tanya Alan pada Ocha yang sedang asik main game di Hpnya.
“yowes beliin, ben tau ngrasakno(biar pernah ngerasain)” Ocha menuruti inginku. Alan pun bergegas pergi membeli minuman keras, 15 menit kemudian dia membawa minuman dalam botol aqua. Kami bertiga minum bersama, aku mencium aroma minuman yang pekat menusuk rongga hidung, aromanya saja membuatku mual seperti aroma tape, makanan khas yang nggak aku suka, aku meminum setenggak gelas besar, rasanya sungguh pait dan nggak enak sama sekali. Aku mulai merasa pusing dan pikiranku melayang, dalam setengah sadar aku menangis menjerit memanggil Ayah, Alan dan Ocha yang sudah terbiasa minum masih tetap sadar.
“AYAAAAAHHHH....AKU KANGEN AYAH CHA.........AYAAAAHHHH........AKU PENGEN PULANG YAAAAHHHH.......HUAAAAA!!” teriakku, tubuhku berjongkok dengan tangan mencakar alas kasur, aku terus berteriak memanggil Ayah.
“ssssssssssssssssssssstttttttt...............jangan teriak Naaa....nanti kedengeran tetanggamu, Cha...pintu rumah tutup en” kata Alan menutup mulutku dan menyuruh Ocha.