Sudah seminggu Mimma dirumahkan. Kini saatnya dia memulai harinya kembali sebagai pelajar. Wajah lesu menatap pantulan dirinya di cermin. Mata, bibir, hidung, semuanya tidak ada yang terlihat buruk.
Monster mana yang terlihat cantik? Mungkin hanya aku
Merapikan dasi masih dengan terpaku pada lekukan wajahnya. Bibirnya cemberut membayangkan bagaimana harinya akan berlangsung. Gugup, sebenarnya itu yang dirasakannya. Seperti saat pertama kali masuk sekolah sebagai siswa baru. Dia sangat tidak ingin kembali ke sekolah itu.
Mendengar suara langkah kaki yang menuruni tangga, membuat semua orang di meja makan melihat ke arah Mimma. Tidak ada ekspresi yang berarti. Juga tidak ada yang memiliki niat bertanya mengenai wajah murungnya.
Mimma mengambil tempat duduk di sebelah kakaknya. Dia lebih memilih duduk di sebelah patung dari pada di sebelah ibu tirinya Cinderella. Ungkapannya untuk menggambarkan karakter aneh di keluarganya.
"Makan sayurnya, itu bagus untuk tubuhmu!" tegur papa pada Mimma yang selalu menyisakan sayur di piringnya.
"Bukan sayur, tapi rumput!" gumam Mimma sangat pelan.
Sarapan pagi berlangsung tenang tanpa pertengkaran orang tua ataupun kemarahan mama terhadap Mimma. Tapi tidak setelahnya, Mimma urung berangkat sekolah. Menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menonton film kartun favoritnya.
"Kenapa belum berangkat?" tanya papa yang sudah akan berangkat ke kantor.
"Malas, Mimma mau pindah sekolah!" jawabnya sambil memikirkan kejadian apa yang akan menimpanya hari ini, jawaban itu langsung mendapatkan pelototan dari papanya.
"Kamu ini, sekolah yang benar! Tidak ada alasan seperti itu!" Papa terlihat sangat marah dan meninggalkan Mimma begitu saja.
"Puas kamu buat papamu marah? Ayo berangkat! Nanti terlambat, kau harus jadi anak yang membanggakan untuk papa dan mama!"
Mimma menurut saja saat mama menarik tangannya untuk berdiri. Dia meraih tas dan langsung berjalan keluar. Jika tidak, maka dia harus mendengarkan omelan mamanya lebih lama lagi.
Ada sopir yang selalu siap mengantar-jemputnya ke sekolah. Tapi Mimma lebih memilih berjalan kaki, karena sekolahnya hanya berjarak satu blok dari rumahnya.
Mimma tidak terlambat kali ini. Dia datang agak lebih pagi, tapi tidak langsung ke kelas. Kakinya berbelok menuju ke toilet. Mimma bukan ingin buang air, dia hanya tidak mau menunggu waktu bel masuk dengan mendengarkan bisik-bisik dari teman sekelasnya. Sudah bisa ditebak, mereka pasti akan terus bergosip tentang dirinnya tanpa merasa canggung terhadapnya.