Lathi

jayanti
Chapter #5

Rasa takut dan keegoisan

Nyatanya orang akan pura-pura buta juga tuli saat melihat ada orang yang butuh pertolongan. Apakah mereka kehilangan sisi kemanusiaan? Tidak, mereka hanya ingin egois karena rasa takutnya terlalu besar.

Sekolah nampak sepi, tapi tidak dengan lapangan futsal yang berada di halaman sebelah barat, tepatnya di bagian samping gedung kelas dua belas. Mimma masih berdiri di halaman depan dengan langkah ragu. Dia harus melewati gedung sekolah di bagian Barat untuk sampai ke halamannya. 

"Bagus sekali, ini terlalu sepi!" gumamnya memperhatikan sekeliling.

Bukan tipe orang yang penakut, tapi dia memiliki firasat buruk hingga membuat perasaannya tidak nyaman. 

Mimma mendengar anak kucing yang terus mengeong di ujung koridor. Suaranya seperti sedang meminta tolong. Tidak, dia tidak bisa bahasa binatang. Tapi karena kucing itu mengeong tanpa jeda, dia berpikir mungkin terjadi sesuatu dengan kucing itu. 

Kakinya terus melangkah menghampiri asal suara, melewati lorong penghubung halaman barat dengan gedung kelas dua belas. Di ruangan paling ujung, dia mendengar suara tawa yang tidak asing lagi di pendengarannya. Itu suara Tasya and the Genk. Dia akan berbalik, karena tidak ingin berurusan dengan mereka. Tapi, rasa penasarannya tidak bisa dikendalikan.

Tidak puaskah dengan menjadikannya bahan bullying, kini wanita itu malah bermain-main dengan hewan kecil yang manis itu. Di sebelah kucing itu ada anak kelas sepuluh yang sepertinya pemilik dari kucing itu.

Mimma menutup mulutnya yang hampir berteriak, melihat Tasya menginjak kaki anak kucing itu. Hatinya ikut perih melihat anak kucing itu terus mengeong meminta tolong. Kemana perginya rasa empati wanita itu? 

Anak kelas sepuluh itu terus meminta ampun. Dia memohon agar melepaskan dirinya dan kucingnya.

Awalnya dia hanya terus menangis tanpa suara, tapi sepertinya Tasya berhasil membuatnya histeris saat kucing itu di sakiti.

Mimma, jangan ikut campur, kau hanya harus berbalik dan pura-pura tidak melihat apa-apa

Sugesti dirinya dengan kata itu, tapi tubuhnya melawan pikirannya sendiri.

Ada empat orang, Mimma tidak mungkin bisa melawan mereka bersamaan. Dia mencari sesuatu atau apapun untuk membantu kucing kecil itu. Meletakkan paperbag berisi baju olahraga yang sedari tadi di bawanya. 

Dia menemukan batu bewarna di sekitar pot yang di fungsikan untuk hiasan. Mengambil sebisanya, lalu dibawanya mendekat ke pintu. Mimma adalah korban bullying, dia tahu rasanya di permainkan. Bukan untuk menolong anak itu, tapi kucing yang merintih kesakitan di bawah kaki Tasya. Sungguh, dia juga berniat untuk balas dendam. 

Menentukan jarak dan arah yang tepat, dia melemparkan batu itu sangat kuat, hingga mengenai kepala salah seorang dari mereka. Tentu saja, dia tidak berhenti sampai di sana. Karena percuma jika langsung bersembunyi, pasti akan ketahuan. 

Mereka semua berteriak karena terkena lemparan-lemparan batu dari Mimma. Mereka terlihat kesakitan sekaligus marah. Menghindar lemparan itu dengan menutupi bagian kepala mereka. 

"Hei, kau kurang ajar!" Tasya terus memaki. 

Lihat selengkapnya