Keduanya hanya terdiam tenggelam dalam keheningan malam. Duduk bersebelahan dengan posisi yang berbeda. Mimma terus melirik ke sisinya. Mencuri pandang pada sosok misterius, yang anehnya bersikap dingin, tapi mau menolongnya.
"Berhenti melihatku. Nanti kau suka!" kata orang itu masih dengan kepala menunduk dan mata yang terpejam.
Mimma malu karena ketahuan. Tapi dia lebih malu karena tidak memiliki jawaban. Tidak ada satu katapun yang terpikiran untuk mengelak.
Mereka kembali dalam diam. Bukan karena kurang kerjaan, tapi Mimma memang belum bisa pulang dengan keadaannya saat ini. Bergerak saja sulit, bagiamana dia akan berjalan.
"Kau menyukainya?"
"Hah?" Mimma tidak mengerti maksud dari pertanyaannya.
"Bodoh, pantas saja mereka terus menjadikanmu mangsa!" ucapnya ketus.
Mimma sekarang mengerti arah pembicaraan Barion. Dia kesal karena laki-laki itu tidak tahu apapun tapi berkomentar. Berada di posisinya bukan hal yang menyenangkan, kenapa dia akan menyukainya? Aneh.
"Aku benci! Tapi mereka terlalu banyak. Aku sudah sering memberitahukan pada pihak sekolah. Tapi tidak ada saksi yang mendukung pernyataanku. Lagi, tidak ada bukti yang bisa memberatkannya! Tapi—,"
Mimma menunjukkan sesuatu di tangannya. Benda kecil yang dia curi dari kamar kakaknya. Alat perekam suara yang sengaja dia bawa akhir-akhir ini. Untuk mendapatkan bukti atas tidak kriminalitas di sekolah yang terjadi padanya, sebagai korban tunggal.
Barion meraih benda itu, mengamatinya sebentar lalu mengembalikannya lagi ke tangan Mimma. Dia hanya tersenyum sinis tanpa buka suara.
Itu membuat Mimma jadi seperti diremehkan. Susah payah untuk dia bisa merekam suara dari kejadian tadi, tapi laki-laki itu seakan mengejeknya.
"Kau akan melaporkannya kemana? Polisi?"
Mimma mengangguk, meskipun agak ragu. Dia sendiri biasanya hanya melawan saat Tasya membully-nya. Tapi, tidak bolehkah jika kali ini dia mengadu saja dari pada bersikap sok berani tapi selalu di permainkan.
"Bukti itu tidak cukup kuat, dia akan menyangkalnya, dan mengarahkan dugaan pada kejadian pertengkaran biasa anak sekolah."
Barion meraih ponsel yang tadi diambilnya di pinggir lapangan setelah mengobati Mimma. Dia menggeser layar dan menunjukkan beberapa video yang direkamnya saat Mimma di bully di keramaian.