PUDAR

Neng Neng
Chapter #2

Bab 2

“Bima? Ada apa?” sang Guru bertanya pada Bima yang kini tengah berdiri mematung di depan pintu.

“Aku ingin memberikan ini, aku yakin ini adalah milik siswi di kelas ini bernama Lili” Bima tersenyum lembut menatap sang Guru yang masih menatapnya menunggu penjelasan Bima.

“Ah, benarkah? Siapa disini yang bernama Lili? Benarkan pena ini milikmu?” Guru memutarkan pandangan pada seisi kelas, mencari sosok Lili yang kini juga tengah menjadi pusat perhatian teman-temannya.

“Ya Bu” seorang gadis dengan seragam lusuh berdiri dari bangku yang berada di pojokan, dia Lili. Gadis itu berdiri lantas menghampiri Bima yang masih mematung menyodorkan sebuah pulpen dengan gantungan boneka kecil yang terdapat namanya. Lili, gantungan itu adalah kenang-kenangan pemberian Ayah sewaktu Lili masuk TK, bagi Lili gantungan itu sangat berharga hingga dia selalu membawanya kemanapun dia pergi, bagi Lili dengan membawa benda pemberian Ayah, Lili meyakini jika Ayah selalu ada membersamainya setiap saat, itu hanya pemikiran Lili saja.

“Terimakasih” suara lembut itu mengalun indah di telinga Bima Adiguna, cowok itu mengerjap lantas tersenyum kecil, segera berpamitan pada guru dan meninggalkan kelas Lili.

Tubuh Lili sedikit bergetar, dadanya berdebar kuat, entah semalam Lili bermimpi apa, hingga Ia di datangi oleh sosok Bima, bagi Lili keperdulian Bima ini sungguh berarti, seorang Bima cowok idola para siswi mau datang menemuinya hanya untuk memberikan pulpen murahan miliknya? Yang benar saja. Ternyata betapa baiknya cowok itu.

Seluruh mata di kelas Lili tertuju pada Lili yang kini tengah berjalan menuju bangkunya kembali, bisikan halus terdengar membuat Lili sedikit merasa risih, namun juga tidak bisa berbuat banyak hal, Lili hanya terdiam, lantas segera kembali fokus mengikuti pelajaran selanjutnya.


***

Bel tanda pelajaran usai telah berbunyi, seluruh siswa dan siswi murid sekolah SMA HARAPAN BANGSA segera berhambur keluar sekolah, kebanyakan dari mereka berjalan beriringan bersama sahabat-sahabat yang mereka anggap satu circle dengan mereka, berbeda dengan Lili, gadis itu memilih untuk berjalan sendiri dengan tas ransel di punggung juga beberapa buku tebal di pangkuannya. Buku hasil pinjamannya dari perpustakaan.

“Duuuhhh ... kemaren Gue gak sempet beli tiket konser bintang K-pop idola Gue”

“Eh, kemaren Mamih beliin Gue tas branded terbaru lho”

“Sial banget, mobil Gue kemaren mogok, sekarang Gue pake mobil Kakak Gue”

“Huh ... harga saham perusahaan Bokap Gue kemaren turun anjlok! Gila!”

Lili tersenyum kecil kala mendengar segala celotehan teman-temannya, kadang Lili merasa bahwasannya dia salah masuk sekolah, semua hal yang mereka ucapkan selalu hal yang jauh dari angan Lili sendiri.

Lili menggelengkan kepalanya, dia yakin bersekolah ditempat ini akan membawanya pada kesuksesan suatu hari nanti.

Langkah kakinya membawa Lili pada sebuah parkiran sekolah yang begitu luas, Lili mengedarkan pandangan, puluhan mobil dan ratusan motor mewah berderet disana, namun tak ada satupun milik Lili, gadis itu pulang dan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, hanya tiga puluh menit ketika berjalan kaki, maka Lili akan tiba di kontrakan kumuh di belakang gedung bertingkat.

Lili berjalan dengan senyuman tersungging di bibirnya, tangannya menggapai salah satu bunga Dandelion, bunga kesukaannya, sesuai namanya Lili sangat menyukai bunga tersebut, bagi Lili bunga Dandelion adalah bunga yang ringan dan sangat sederhana, mampu hidup dimana saja kemanapun angin meniupkannya, Lili juga memiliki harapan yang sama bagi hidupnya, Lili ingin dia bisa hidup dimanapun sesuai dengan takdir yang menggariskannya.

Ceklek ...

Lili membuka pintu kontrakannya, suasana pertama yang Lili tangkap adalah sepi dan sunyi, tentu saja seperti itu, Bunda belum pulang dari pabrik. Lili berjalan menuju ke dalam rumahnya, meletakkan buku juga tas di atas tempat tidur lusuh miliknya, tembok rumah kontrakan Lili sebagian telah berlumut, membuat suasana sedikit lembap, Lili kadang merasa tidak nyaman, namun dia tidak akan mengatakan apapun, karena Ia tahu, jika Lili mengatakannya hanya akan membuat Bunda merasa bersedih, merasa tidak mampu membahagiakan Lili anak semata wayangnya.

Lili segera bergegas menuju dapur, memasak nasi dengan lauk sederhana yang berada di dapur, Lili anak yang baik dia mau mengerjakan apapun yang biasanya menjadi tugas Bunda, Lili tahu Bunda sudah sangat lelah bekerja di pabrik, jadi Lili memutuskan untuk selalu membantu Bunda di rumah.

Makanan sudah siap, rumah sudah rapi, cucian juga sudah dijemur, sebentar lagi maghrib dan Bunda akan segera pulang, Lili bergegas mandi membersihkan diri, untuk segera menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba.


***

Malam ini seperti malam sebelumnya, Lili dan Bunda tengah menyantap makan malamnya bersama, makan malam sederhana tapi tetap menggugah selera makan mereka, mereka berdua tetap makan dengan lahap dan penuh dengan rasa syukur. Sesekali Lili menceritakan bagaimana kegiatannya di sekolah dan Bunda akan menanggapinya dengan baik, Bunda mendengarkan semua yang diceritakan Lili dengan ekspresi antusias.

“Bun, tadi kepala sekolah memanggil Lili, katanya Lili akan di ajukan untuk mendapatkan beasiswa di universitas terbaik, makanya Lili di tuntut untuk lebih giat lagi belajarnya” Lili berkata setelah acara makan malam mereka selesai, dan Bunda tengah menyelonjorkan kakinya dengan Lili yang tiduran di atas paha Bunda sembari membaca sebuah buku pelajaran.

“O ya? Lili berarti harus lebih giat lagi belajarnya, tapi kalau Lili lelah kamu harus istirahat Nak, jangan lupakan kesehatanmu” Bunda mengusap kepala Lili dengan sayang.

“Ya Bun” Lili mengangguk, lantas gadis itu membenahi posisinya menjadi duduk, menatap wajah Bunda yang begitu sayu dan terlihat lelah, seharian bekerja di pabrik pastilah lelah.

“Bun, Lili janji. Lili bakalan belajar dengan sangat giat, suatu hari nanti kalau Lili sudah bekerja, dan Lili punya banyak uang, Lili bakalan bahagiain Bunda, Lili bakalan beliin Bunda rumah bagus, baju bagus, Lili juga bakalan beliin Bunda mobil bagus dan pabrik pakaian buat Bunda” Lili tersenyum dengan mata menerawang masa depannya yang begitu cerah dan bersinar, membuat Bunda ikut tersenyum kembali mengusap kepala putrinya dengan lembut.

“Hmh, aamiin, Bunda dukung semua mimpi kamu Nak, semoga semua impian kamu bisa di raih dengan mudah” Bunda tersenyum lembut, lalu setelahnya kedua perempuan itu saling berpelukan untuk saling menguatkan. Mereka tahu, jika perjalanan hidupnya tidak akan pernah mudah, namun mereka yakin ketika mereka sudah memiliki mimpi, maka impian itu akan terwujud suatu hari nanti.

“Sekarang kamu tidur dulu ya Nak” Bunda melirik putrinya yang masih asyik membaca buku, di rumahnya ini tidak ada media hiburan seperti televisi ataupun bahkan sekedar radio, membuat rumah terasa sunyi dan sepi setiap harinya, namun Lili selalu bersyukur, dengan tidak adanya media tersebut membuat Lili menjadi fokus belajar, setidaknya itu yang Lili katakan, membuat rasa bersalah Bunda sedikit berkurang.

“Iya Bun, sebentar lagi, ini tanggung” Lili masih fokus membaca buku, belajar dengan giat meski esok hari tidak ada ulangan ataupun tugas sekalipun.

Bunda mengangguk, memilih untuk kembali menemani putrinya belajar, meski matanya sudah terkatu-katuk.










Lihat selengkapnya