Hari ini mendung kembali hadir menemani langkah seorang gadis yang tengah berjalan gontai, angin berhembus lumayan kencang, namun kali ini gadis itu lebih memilih untuk tidak memperdulikannya, kepalanya terus memikirkan banyak hal. Jika disetiap hari dia tidak memiliki uang untuk jajan atau uang untuk membeli tas dan baju baru, maka dia akan memilih untuk tidak peduli, namun kali ini Ia sungguh dilanda kebingungan yang luar biasa, dia tidak memiliki uang untuk membeli buku pelajaran sekolahnya, bagaimana jika Ia ketinggalan pelajaran dan mempengaruhi nilainya untuk masuk universitas impiannya melalui jalur beasiswa, ini akan lebih mengerikan baginya.
Tetes rintik dari langit mulai menimpa kepalanya, refleks gadis itu segera berlari menuju gerbang sekolah, berharap kali ini bajunya tak lagi basah kala tiba di dalam kelas.
Lili memasuki kelasnya dengan wajah murung, langkahnya sejenak terhenti kala melihat Ambar tengah mengobrol dengan gadis lain kelas darinya, gadis itu begitu cantik dengan seragam putih bersih, rapi, juga wangi. Lili melirik tubuhnya sendiri, tak perlu dijabarkan seperti apa kondisi pakaian Lili.
Gadis itu Zahara, dia sahabat Annisa pacar dari Bima, tidak perlu ditanya kenapa Ambar bisa kenal dengan Zahara, tentu saja karena mereka berasal dari kalangan yang sama, jadi tidak akan sulit bagi mereka untuk saling menyapa.
Lili meneruskan langkahnya, melewati dua gadis yang masih asyik mengobrol tanpa peduli kehadirannya, Lili mendaratkan bokongnya di kursi tempatnya duduk.
“Eh, kabarnya nanti si Bima mau ngadain kejutan juga buat Nisa di ulang tahunnya nanti” terdengar suara Zahara dengan antusias.
“O ya? Wwooaaahhh gak sabar dengan kejutannya, ikut seneng kalau Nisa seneng” Ambar menimpali dengan wajahnya yang terlihat aneh.
“Heemh, kalau Gue terawang nih yaaa, kayaknya Bima mau ngadain kejutan ajakan nikah deh, secara nih ya ... Lo tahu sendiri kan? Bima mau lanjutin studynya di luar negeri, dan katanya lagi Bima gak mau jauh dari Nisa, jadi mereka bakalan nikah dulu di sini, terus pada lanjutin kuliah mereka disana, Lo tahu sendiri kan? Keluarga Bima gak suka kalau lihat Bima terlalu deket sama perempuan, apalagi belum ada ikatan halal, orangtua Bima itu orang yang alim” Zahara melanjutkan acara gosipnya dengan Ambar yang menimpali sesekali dengan tak kalah antusias. Tapi menurut pendengaran Lili keantusiasan Ambar seperti dibuat-buat, entahlah.
“Wooaahhh, gak kebayang pestanya bakalan semeriah apa” Ambar berdecak.
“Heemmmhhh, nanti malam Lo mau datang sama siapa?” Zahara melirik Ambar yang kini menatap lurus ke depan, bel tanda masuk kelas belum juga berbunyi, membuat mereka semakin asyik mengobrol di cuaca dingin seperti ini.
Tiba-tiba Ambar memutar tubuhnya tepat pada Lili yang sedari tadi hanya menyimak obrolan mereka dengan tangan membolak-balik buku pelajaran.
“Li, nanti malam kamu jadi mau datang ke acaranya Bima?” Ambar tiba-tiba saja bertanya, membuat Lili tersenyum kikuk.
“Hah? Eh Lo kenal sama dia? Lo jangan sembarangan ngobrol sama orang asing Bar, nanti dia ngelunjak, Lo gak lihat penampilannya kayak apa?” belum Lili menjawab namun bisikan itu terlalu jelas di rungu Lili, membuat gadis itu meringis dengan dada berdenyut ngilu, tapi tak apa itu memang kenyataannya, Lili bukan siapa-siapa.
“Ya kenal lah Zah, kita kan satu kelas, lagian emang kenapa sih?” Ambar melirik Zahara dengan raut tidak suka.
“Ya ...”
Suara Zahara terinterupsi karena bel tanda masuk kelas berbunyi, Zahara sempat melirik sinis pada Lili sebelum gadis itu pergi meninggalkan kelas Lili untuk menuju kelasnya.
“Li? Maafin Zahara ya? Dia memang begitu, tapi aslinya dia baik kok, kita temenan udah lama soalnya” Ambar menjelaskan dengan nada tidak enak, membuat Lili hanya bisa mengangguk pasrah, berusaha memaafkan ucapan Zahara yang sedikit menusuk, lantas detik selanjutnya fokus Lili kini tertuju pada guru yang baru saja memasuki kelasnya.
***
“Li, katanya di hotel tempat Ibu bekerja membutuhkan tenaga ekstra, mereka membutuhkan beberapa pekerja tambahan untuk membantu team catering mengantarkan makanan pada tamu, upahnya juga lumayan, bagaimana Li? Kamu masih berminat?”
Seketika tawaran Bu Imah seperti angin syurga bagi Lili, tiba-tiba saja dadanya menjadi begitu lega, Lili dengan mata berbinar segera mengangguk penuh keyakinan.
“Memangnya Bunda kamu bakalan izinin Li?” Bu Imah masih terlihat ragu.
“Emmhh, nanti kalau urusan Bunda biar Lili yang bicara” Lili kembali meyakinkan dirinya sendiri, pasalnya ini adalah kali pertama Lili akan melakukan sesuatu tanpa izin dari Bunda.
Bunda mungkin adalah orang yang berkekurangan dari segi ekonomi, namun tidak pernah sekalipun Bunda meminta Lili untuk memikirkan biaya hidup mereka, Bunda hanya ingin Lili sungguh-sungguh dalam belajar, agar kelak Lili bisa menjadi manusia yang lebih baik dari Bunda.
“Ya sudah kalau begitu, nanti malam habis maghrib, kita ketemu disana ya Li”
Akhirnya mereka kembali berpisah di persimpangan jalan, dalam langkahnya Lili kembali berhenti, menatap pada bunga dandelion yang kini tengah beterbangan dihempas angin, bibir Lili tersungging kecil, harapannya begitu sederhana, semoga saja acara malam ini berjalan lancar, Lili mendapatkan upah dan bisa membeli buku paketnya di esok hari, oke semuanya akan baik-baik saja meski Lili terpaksa harus membohongi Bunda untuk sekali ini saja, toh ini juga demi kebaikan semua bukan?.