Gadis bersurai kelam itu melangkah cepat menembus pekatnya malam. Netranya menatap nyalang menangkap bias-bias cahaya redup yang berasal dari sekitarnya. Retinanya kini berkali-kali lipat lebih sensitif akibat kekuatan misterius yang kini bersemayam dalam dirinya. Ia bahkan tak merasa gentar sedikit pun terhadap ratusan hewan melata yang bergerak gusar dalam sarang bawah tanah tepat di bawah kakinya, di balik lanskap berpasir cadas yang ia lalui.
Anne menatap bulan yang berpendar di langit Laniakea. Bulan yang tampak temaram itu ditelan kabut abu keperakan. Bulan itu perlahan-lahan tenggelam di langit berbadai pasir Laniakea. Pikiran Anne menerawang. Lonceng-lonceng istana pasti sedang berdenting hebat malam ini. Istana yang tak lagi mengukir kisah tentang dirinya dan Torreno.
Ia tak bisa tidur lagi malam ini, seperti malam-malam sebelumnya. Ketakutan bahwa mungkin ia tak akan bisa bangun lagi keesokan hari sebagai Anne, membuatnya urung memejamkan mata barang sejenak. Memori Nodericka yang nyaris usang menempuh waktu revolusi Vella lebih sering menghantui kepalanya belakangan ini. Bagaimanapun, Anne tak mampu membuangnya. Ini adalah bagian dari hidupnya yang kini tumpang tindih dalam dimensi kehampaan. Sia-sia saja ia berlari atau mencari, kutukan ini telah memenjarakannya. Demikian pula dengan kematian yang seolah enggan untuk membebaskan nyawa dari raganya.