Waktu berlalu, aku dan Hans semakin dekat, ia tidak lagi menjauh. Tentu saja aku bahagia. Tanpa aku sadari kalau ternyata hatiku sudah kuberikan untuknya. Tentu saja bukan hanya aku yang bahagia, teman-teman sekelasku pun bahagia melihat perubahan Hans. Ia tidak lagi menyendiri dengan wajah dinginnya. Kini ia sudah lebih hangat, dan senyum di wajanya sering kali terlihat.
Ah, andai aku bisa menghentikan waktu. Mungkin aku akan menghentikannya. Hanya agar aku bisa menyimpan senyumnya untuk selamanya. Andai saja...
“Na! Lihat ke sini dong.” Hans masih terus mencoba mengambil gambarku.
“Gak mau. Gue lagi jelek.”
“Setiap hari juga bilangnya begitu.”
“Yang lain aja dulu.” Aku masih menolaknya.
“Yang lain udah semua, Na. Tinggal lo aja. Makanya sini dong liat mukanya. Nanti muka lo gak ada loh di layar.” Hans masih terus membujukku.