Pukul Satu Dini Hari

Oleh: Unira Rianti Ruwinta

Blurb

"Pukul satu dini hari: manusia terlelap, dia menetap." Kalimat ini sangat pas untuk Tata, yang tampak riang di siang hari namun sering bergulat dengan pikirannya sendiri saat malam tiba. Ketika orang lain terlelap, Tata terjaga, menghadapi kekhawatiran dan ketakutan yang mendalam.

Di tengah keheningan malam, di sebuah kedai kopi yang buka sepanjang malam, Tata bertemu dengan Arthur, seorang pekerja kantoran yang juga terjaga di saat dunia terlelap. Tata berpikir Arthur bisa membantunya berdamai dengan dirinya sendiri, namun segera menyadari bahwa Arthur juga sama rapuhnya, menyimpan luka-luka yang tak terlihat di balik senyumnya.

Setiap kali Tata terjaga pada pukul satu dini hari, kata-kata seseorang yang pernah menghiburnya selalu terngiang di pikirannya:

"Ta, manusia itu setiap hari semakin tua, seharusnya banyak memaklumi. Memaksa diri untuk menutupi kepincangan menapaki kehidupan ini, bukanlah sebuah keadaan yang baru saja terjadi. Menyamarkan luka yang sudah mengendap dalam jiwa, bukanlah suatu tolak ukur bagaimana seseorang disebut dewasa. Mengenali diri sendiri dengan menyelami jiwa, bukan hanya karena merasa sudah mengenalnya untuk waktu yang lama. Nggak apa-apa, kok, jalannya masih panjang. Jangan terlalu terburu-buru, tutup telingamu. Jangan terlalu banyak yang dipikirkan, pelan-pelan saja. Langkahmu tidak perlu mengikuti langkah orang lain, kamu punya jalan sendiri, dunia bukan ajang lomba lari. Tidak masalah sedikit lambat, asal langkahmu sampai pada tujuan yang tepat."

"Pukul Satu Dini Hari" adalah kisah tentang pertemuan, percakapan, dan secangkir kopi yang mampu menghangatkan hati. Sebuah cerita yang mengingatkan kita bahwa di balik setiap malam yang sunyi, selalu ada cerita yang menunggu untuk diceritakan.


Lihat selengkapnya