Pukul Satu

Azia Fadila Madani
Chapter #4

4. Siswi Misterius di Lapangan

Setelah istirahat selama tiga hari di rumah sakit, aku kembali lagi menjalani rutinitas seperti biasa. Pagi itu gerimis, sejak subuh hujan belum juga berhenti. Aku merapatkan jaket yang kupakai. Nada melambaikan tangan ke arahku. Aku sengaja menunggunya di dekat gerbang sekolah menggunakan payung, agar kami bisa masuk bersama-sama. 

"Gimana sekarang? Beneran udah sembuh?" 

"Udah, buruan yuk. Pagi ini kan kelasnya pak Agus. Bisa mati kita kalau telat cuma satu menit aja." Aku menyeret Nada segera ke kelas. Tak ada waktu untuk berbasa-basi. Sebentar lagi bel masuk berbunyi, kami semua harus ada di kelas sebelum pak Agus masuk. 

Untungnya Pak Agus tak mengadakan kuis dadakan pagi ini. Setelah menerangakan, dia menyuruh kami mengerjakan soal yang ada di LKS. 

Meja kami ada di samping jendela. Jadi aku bisa melihat apa saja yang terjadi di lapangan. Berhubung kelas ini ada di lantai tiga, jadi semuanya bisa dilihat dari jarak yang tinggi. Lapangan kosong tak seperti biasanya. Tentu saja, jam pelajaran olahraga pasti akan dialihkan dengan kegiatan lain, ketika hujan. 

Dia berlari sendirian memakai baju olahraga yang telah basah. Siswi itu masih berlari mengelili lapangan. "Nad, kasihan deh yang di bawah, apa dia di hukum ya?" 

Nada mengikuti pandanganku. Dia juga menengok ke arah jendela. Seketika saat itu juga, dia langsung kembali membuang wajah. 

"Dis... Jangan diperhatiin lagi. Dia bukan orang!" bisik Nada pelan tapi penuh penekanan. 

Aku tau maksud Nada. Namun mataku masih melirik ke bawah sedikit. Memastikan apa yang dikatakan Nada. Dan semuanya memang benar. Sekarang perempuan itu tidak memakai seragam olahraga seperti pertama kali kulihat. Dia memakai baju seragam putih abu-abu kotor seperti terkena tanah. 

Aku memaDisgkan muka ketakutan. "Dis, pindah aja. Biar aku yang duduk di kursi kamu." 

Kami segera berpindah tempat. Nada juga membantu menenangkanku. Dia mengusap bahuku lembut dan membisikkankan semua akan baik-baik saja dan tak akan meninggalkanku sendirian.

Nada ternyata juga melihat hal yang sama. Dia sudah mengira sakit ku berhubungan dengan sesuatu yang tak kasat mata. Di jam istirahat, aku menceritakan semuanya kepada Nada. 

Lihat selengkapnya