Jarak rumah Antoni dan orang tuanya hanya berselang beberapa gang saja. Jadi, mereka bisa berjalan kaki tanpa harus mengalami kelelahan yang berarti.
Semenjak mereka meninggalkan rumah Antoni, perempuan tua itu tidak melepaskan tangan anaknya walau sedetikpun. Perempuan itu menggenggam jemari Antoni cukup erat, seolah menegaskan jika mereka tidak akan berpisah lagi.
"Kamu kurusan sekarang. Kulitmu tampak pucat. Apakah kau tidak teratur makan?"
Antoni tersenyum dan terus berjalan. Ia sengaja tidak melihat ibunya secara langsung. Ia khawatir perempuan itu menemukan kesedihan di wajah putranya.
"Mungkin karena kita sudah lama tidak bertemu, Bu. Aku baik-baik saja sekarang. Dan aku bertambah bahagia karena aku bertemu dengan ibu dan Adek," bantah Antoni.
Tentang Adek, tujuh tahun yang lalu putra kecil Antoni lahir pada malam penghujan yang deras. Sedari siang, Rosi sudah memperlihatkan tanda-tanda jika ia akan melahirkan hari itu. Berulang kali ia menelpon Antoni yang masih sibuk di kantor. Dan Antoni baru bisa pulang sekitar pukul empat sore harinya.
Melihat Rosi yang gelisah dan mulai meringis kesakitan, Antoni segera mengangkat tubuh istrinya ke mobil dan berkendara dengan khawatir.
Beruntungnya, Adek lahir satu jam kemudian dalam persalinan normal. Itu adalah perjuangan pertama dalam hidup Rosi. Dengan kehadiran Adek, Rosi merasa jika hidupnya sudah lengkap sebagai seorang perempuan. Ia merawat Adek dengan baik dan menjaganya dengan penuh cinta.
Namun, bagi Antoni, kehadiran Adek dan waktu bersamanya nyatanya begitu singkat. Sebelum bocah itu menginjak usia dia tahun, Antoni telah pergi jauh. Jauh karena ia tidak pernah lagi bertemu dengan putranya sejak hari itu.
Antoni masih mematung di depan pintu. Tangan ibunya yang masih menempel di ruas jemarinya, saling menarik.
"Kamu tidak rindu rumah? Kamu tidak rindu anakmu?"
Antoni hanya mampu menatap ibunya tanpa mampu berkata-kata. Sejumput rasa bersalah hadir dalam ingatan, dan menyesaki kepalanya.
"Apakah ia akan mengenalku, Bu?" tanya Antoni.
Perempuan tua itu menatap anaknya seraya tersenyum hangat. "Tidak ada anak di dunia ini yang tidak mampu merasakan kedekatan antara ia dan orangtuanya. Meski kau telah meninggalkannya cukup lama, namun ibu selalu menghadirkanmu setiap kali ia terbangun dari tidur. Adek akan bertanya tentang kau yang belum juga pulang," jelas ibunya.
Antoni memeluk ibunya sekali lagi. Jika ada orang yang paling hebat menyimpan luka dalam hatinya itu adalah seorang ibu. Perempuan itu telah mengalami banyak hal dalam hidupnya. Kepergian ayah Antoni beberapa tahun yang lalu; Antoni yang dituduh membunuh istrinya sendiri dan lantas masuk penjara; dan membesarkan Adek seorang diri. Itu adalah beberapa contoh nyata yang seharusnya telah menyayat hati perempuan itu.
Air mata tertumpah sekali lagi dari pelupuk Antoni. Pundak ibunya yang kian renta, serta ketegaran hatinya, membuat Antoni mengalami kesedihan berat sekali lagi.
Saat Antoni dan ibunya masih dalam posisi saling memeluk di depan pintu, derit suara pintu terdengar perlahan. Seorang bocah kemudian muncul dari sana dengan ekspresi wajah bingung.
"Eyang sudah pulang?"