Satu bulan setelah kebebasannya, Antoni pamit kepada ibunya untuk kembali ke rumahnya sendiri. Ia ingin memeriksa rumah itu setelah ditinggalkan cukup lama.
Kedekatannya dengan Adek berangsur pulih, meski tidak terlalu besar. Adek hanya bicara sesekali kepada Antoni, dan melakukan segala sesuatu seperlunya.
"Kamu akan pulang lagi ke mari, kan?" tanya ibunya.
Antoni mengelus pundak ibunya. Ia menemukan lelah yang begitu besar dalam pelupuk wanita itu. Pun begitu dengan guratan di wajahnya yang kian renta. Lipatan-lipatan itu serupa buku yang menyimpan banyak kenangan dalam hidupnya.
"Aku pasti pulang, Bu," jawab Antoni lembut.
Beberapa hari sebelumnya, Antoni memeriksa semua buku rekening dan tabungan yang masih bisa ia gunakan. Setelah dikalkulasi cukup dalam, isi tabungan itu hanya akan mampu menghidupinya dan Adek selama satu bulan ke depan.
Antoni sangat bersyukur karena selama ketidakhadirannya dalam hari-hari Adek, ibunya mampu melakukannya seorang diri. Semua usaha untuk melanjutkan hidup juga dibantu oleh Reni. Perempuan usia tiga puluhan itu membantu mengurus toko mebel milik ibunya--toko yang selama ini memberi kehidupan bagi mereka semua.
Dan hari ini, Antoni akan melakukan pengecekan di rumah yang pernah pernah ia tinggali bersama Rosi.
Saat tiba di depan rumah itu, Antoni kembali terbayang bagaimana ia dulu berjuang untuk bisa memiliki rumah sendiri. di samping pekerjaannya di kantor, ia dan Rosi menjalankan bisnis kecil-kecilan sebagai desain interior. Bisnis kecil itu mereda sesaat setelah Adek lahir. Namun, sebelum Adek lahir, Antoni dan Rosi telah mampu memiliki rumah sendiri.
Ketika membuka pagar, Antoni disambut oleh rumput liar yang merambat di sekitar pagar. Beberapa barang masih terlihat tergeletak di halaman rumah minimalis itu.
"Antoni!"
Suara seseorang membuat Antoni membalikkan arah dan urung untuk masuk.
"Alex! Apa kabar kamu?"
Antoni mengulurkan tangan seraya menjabat tangan lelaki yang memanggilnya. Setelah itu mereka berdua berpelukan untuk beberapa saat. Alex adalah tetangga sebelah rumah Antoni. Keduanya sudah saling mengenal dan telah banyak melalui hari-hari. Rosi dan Valencia--istri Alex juga dekat. Pada akhir minggu, saat suami mereka sedang tidak bekerja, kedua perempuan itu juga sering barbeque-an bersama. Atau justru hanya sekedar minum teh bersama di Minggu pagi.
"Aku baik-baik saja. Apakah kamu--" Alex enggan untuk bertanya. Ia sangat menjaga perasaan Antoni tentang kebebasannya.
"Seperti yang kamu lihat. Sudah sejak sebulan yang lalu," ucap Antoni.
"Aku minta maaf karena tidak ada di sana saat kejadian itu. Mungkin kamu juga tahu aku sedang berada di kampung halaman waktu itu. Dan saat kembali ke sini, aku hanya mendengar cerita tentang apa yang terjadi," jelas Alex.
Antoni mengangguk, paham. Ia tidak banyak bicara, dan memang tidak banyak yang ingin ia katakan. Dalam hati ia hanya bersyukur jika masih ada orang lain yang tidak memandangnya sebagai seorang pembunuh. Setidaknya, untuk sesaat ia bisa merasa aman.
"Perlu bantuan?" tanya Alex.
"Tidak, Lex. I'm ok."
"Aku ada di rumah hari ini. Jangan sungkan jika butuh sesuatu. Atau mampirlah saat makan siang. Aku akan beritahu Valen jika kamu akan mampir," kata Alex.
Antoni hanya mengangguk seraya tersenyum, dan kemudian masuk.