Blurb
Kebahagiaan yang kurasakan terkait hasil Pemilu Presiden, memiliki konsekuensi hebat. Kalau ada yang bilang terpilihnya mantan wali kotaku menjadi calon presiden dalam Pemilu 2014 telah menghadirkan salah satu permusuhan paling panas dalam sejarah politik kontemporer Indonesia, aku mengamini itu.
Tak hanya dalam sejarah politik Indonesia, Pemilu ini adalah Pemilu yang paling memiliki daya rusak terhebat, setidaknya dalam rumah tanggaku dengan istriku. Kami tak pernah berseteru sesengit itu. Tidak pernah. Sampai kemudian aku menyadari, kami sudah terpisah jauh. Kami masing-masing menegakkan ego demi "junjungan" kami.
Lalu, saat kutemukan anakku meringkuk di kantor polisi habis digebuki saat ikut aksi unjuk rasa di gedung DPR, aku menyadari semua soal tetek bengek politik ini selalu bermuara pada kerusakan di rakyat dan kenikmatan di penguasa.
"Kenapa Bapak dan Ibu tidak berdiskusi saja baik-baik? Lihatlah sekarang, pemimpin yang dijagokan Ibu gagal, pemimpin yang dijagokan Bapak mengecewakan. Sementara rumah tangga kalian hancur."
Anakku menempelengku dengan kalimatnya.