PULANG KE SOLO, DAN KISAH-KISAH TENTANG POLITIK KEMALANGAN

Ariyanto
Chapter #13

PAKET MISTERIUS

Kecurigaan istriku ternyata benar. Kakakku, Mas Marwono, tidak pernah mengirimkan paket apapun kepadaku. Saat kuhubungi melalui telepon, dia membantah mengirimkan paket yang sekarang berada di rumah kami. Dia juga tidak tahu menahu kenapa nama dan alamatnya bisa ada di keterangan pengirim pada kotak paket itu. Gara-gara kuhubungi itu, sekarang Mas Marwono merasa khawatir dengan keselamatanku. Sehari bisa tiga kali dia meneleponku untuk memastikan aku dan istriku baik-baik saja. Aku memaklumi kekhawatirannya karena memang aku satu-satunya saudara kandungnya.

Jawaban kakakku ini membuat aku dan istriku tak berani membuka paket itu. Untuk sesaat aku bingung harus melakukan apa pada paket itu, karena sejujurnya kami ragu apakah isinya membahayakan atau tidak. Aku ingin membuang langsung, tetapi di sisi lain aku juga penasaran. Istriku mengusulkan untuk melaporkan hal ini kepada pengurus RT, sebagai saksi siapa tahu ini adalah barang berbahaya. Tetapi aku menolaknya, karena aku tidak ingin membuat gaduh kompleks. Bayangkan bila aku menghubungi RT, bisa dipastikan tetangga lain juga akan tahu lalu rumah kami ramai, polisi datang, wartawan juga, tetapi ketika dibuka, ternyata isinya barang tak berharga yang dikirim oleh orang iseng. Lalu gempar pula kampung ini.

Aku akhirnya memutuskan menelepon Imam dan meminta bantuannya untuk mendatangkan petugas keamanan kantor, yang sebelumnya dia tawarkan untuk berjaga di rumahku. Imam dengan tanggap langsung menyanggupi dan satu petugas segera meluncur ke rumahku. Kantor memang menjadi tumpuanku saat ini, yang untungnya kantorku sangat men-support aku karena semua hal ini berawal dari pekerjaan yang kulakukan, setidaknya itu dugaan kami.

Tak lama petugas keamanan kantor datang. Namanya Danang. Meskipun aku dan dia sekantor, kami jarang berkomunikasi, karena dia biasanya shift pagi sore, sementara aku ke kantor menjelang sore setelah selesai liputan. Tetapi beberapa kali aku bertemu dengannya dan hanya sekadar bersapa. Danang adalah petugas keamanan yang berpostur tinggi besar. Saat dia datang, istriku seperti lega setelah melihat perawakannya. Mungkin istriku merasa aman melihat postur Danang. Danang juga orang yang bekerja dengan yakin, sat-set, tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Saat kuceritakan apa yang kami hadapi, Danang langsung mengambil kotak paket itu dan meletakkannya di halaman samping teras rumahku.

Dia mengeluarkan kaos tangan karet warna hitam yang dia bawa dari kantor, lalu mengenakannya dengan cepat. Sejenak diamatinya kotak itu dan Danang sempat menempelkan kotak itu di telinganya. Aku mikirnya mungkin dia tengah mendeteksi siapa tahu ada bunyi tertentu, seperti timer penanda ada bahan peledak misalnya. Kotak itu seukuran kotak sepatu, dimensinya sekitar 25 cm x 40 cm x tinggi sekutar 15 cm, dibungkus dengan plastik kresek warna hitam yang kemudian dibalut kencang dengan lakban putih transparan secara merata ke semua sisi. Nama pengirim dan penerima ditulis di atas kertas putih yang dilakban transparan. Tulisan yang tertera bukanlah tulisan tangan tapi berupa print out komputer. Yang aku heran adalah, di bagian pengirim ada alamat lengkap kakakku beserta nomor handphone-nya. Apakah orang yang merencanakan ini semua adalah orang yang kami kenal?

Danang memegang cutter, lalu memulai menyayat kotak itu dari berbagai sisi, hingga akhirnya dia bisa membuka kemasan terluarnya. Setelah plastik kresek hitam terbuka, tampak kotak warna biru dengan beberapa strip ornamen putih dan ada logo Adidas di sana. Benar perkiraanku, ini adalah kotak bekas tempat sepatu. Dengan hati-hati, Danang membuka kotak kardus itu. Aku memotret setiap semua tindakan yang dilakukan Danang, siapa tahu nanti dibutuhkan barang bukti berupa dokumentasi.

“Pak, ada masker? Kalau boleh saya minta … untuk jaga-jaga saja,” pinta Danang.

Istriku masuk ke dalam rumah cepat, lalu tak lama keluar lagi dengan membawa masker kain di tangannya, lalu menyerahkan kepada Danang. Laki-laki itu mengenakan masker pemberian istriku dengan cepat, lalu sibuk kembali mencermati kotak kardus di depannya.

Dibukanya tutup kardus itu dengan hati-hati. Aku yang melihatnya ikut menahan napas dan mundur menjaga jarak. Ketika dus itu dibuka, tampak semacam kilatan kertas dari dalam. Danang masih memasang wajah datar, yang berarti belum menemukan sesuatu yang aneh.

“Ada pembungkus alumunium foil. Sepertinya sih … hmmm,” kata Danang.

Dengan hati-hati dia membuka alumunium foil yang membungkus suatu benda dengan erat. Benda di dalamnya seperti sesuatu yang tidak beraturan. Dengan hati-hati, dilepasnya lapisan alumunium foil itu. Baru terbuka sebagian, bau amis dan busuk menyebar. Danang tampak menarik wajahnya sambil bersungut-sungut, seperti kaget dengan apa yang ada di depannya. Tetapi tangannya tak berhenti membuka alumunium foil itu.

Lihat selengkapnya