Rita mengoles lembut bibirnya dengan lipstik merah muda. Ia mengambil selembar tisu di meja rias kemudian menempelkan ke bibirnya yang masih agak basah. Warna lipstik terlihat lebih lembut. Pipinya pun merona tanpa sentuhan make up. Ia berusaha menyembunyikannya dengan mempertebal bedak pada bagian pipi mulusnya. Selesai pada bagian wajah, rambut disisir dengan rapi. Tak butuh lama baginya untuk merias diri.
Yang menjadi masalah adalah saat memilih pakaian yang akan dikenakan. Belasan gaun berserakan di tempat tidur. Ia mencoba kembali beberapa pakaian yang telah dicoba. Akhirnya pilihan terakhir berakhir pada celana jeans panjang dan kaos merah muda senada dengan lipstiknya. Ia tak mau terlihat sangat antusias pada kencan pertama dengan Robi.
Setelah diingat-ingat lagi, ini pertama kalinya ia berkencan. Sebelumnya Rita hanya sempat menyukai seseorang namun tak pernah ingin berhubungan lebih dekat sebelum menyelesaikan kuliah. Kali ini ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mencoba pengalaman baru dengan seorang pria. Terlebih Robi adalah dambaan tiap wanita.
Tak hanya dirinya, beberapa perempuan teman sekantor berusaha mendekati pria atletis berwajah bak selebriti itu. Hanya Rita yang tak seagresif mereka. Ia terlalu gugup saat memutuskan untuk lebih berani mendekati Robi atau hanya sekedar menyapa. Kemudian berhenti berharap dan diam-diam memperhatikan pria yang dikaguminya itu dari kejauhan.
Baru saat kantornya mengadakan pesta perpisahan di luar jam kerja, Robi mendekatinya. Tak banyak basi-basi, pria jangkung putih dengan mata kecoklatan itu mengajak Rita berkencan. Terlalu gugup dan terlalu bersemangat ia mengiyakan dengan suara lantang yang didengar semua orang. Karena itulah, semakin dekat waktu pertemuan mereka, pipinya tak bisa berhenti merona.
Satu jam lebih lima menit Rita sampai di tempat pertemuan. Ia melangkahkan kaki dengan ragu-ragu saat melihat sosok yang telah menantinya. “Maaf, apa kamu sudah nunggu lama?” Ia bertanya malu-malu.”
Robi mengerutkan keningnya, “Ah, nggak masalah. Baru beberapa menit. Tiga puluh menit tepatnya.” Ia tersenyum melihat Rita dari ujung kaki sampai kepala. “Kamu cantik sekali.”