Dalam waktu yang tidak sekejap membuat aku benar-benar tidak dimengerti. Dua puluh lima tahun sudah berjalan namun alasan itu belum muncul juga. Jujur hati sangat menyiksa, protes-protes namun tetap harus berproses.
Kenalkan namaku Dewi, anak kedua sekaligus terakhir dan lahir tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan. Memiliki kakak yang usianya berselisih sembilan tahun. Tak pernah terpikirkan dalam benak ini disaat usia kurang lebih tujuh tahun harus dihadapi perundungan atau bully yang cukup masih teringat namun nyali keberanian cukup ciut, terlebih lagi keluarga bukan sebagai rumah.
Waktu itu memang diantara teman lain hanya aku seorang saja menjadi pribadi pendiam. Semua perkataan keluar pun hanya terbatas, kecuali orang tersebut memancing pertanyaan dan juga sudah cocok hasil akan jauh lebih berbeda. Ya dimana dikategorikan murid paling pendiam namun puncak pertama justru dimanfaatkan teman-teman sekelas.
Diamnya dapat disuruh sana-sini bahkan juga saat pulang sekolah ada tiga laki-laki dari kakak kelas datang menghampiri. Pikiran hanya satu jika bukan masalah menyuruh pasti sesuatu yang diinginkan.
Rok mini sebagai tanda jati diri tidak sebanding dengan perkelahian berbeda jenis tidak menghiraukan mereka bertiga. Kesalahan yang masih dikoreksi bahkan juga sempat linglung tiba saja rambut kepang satu di belakang ditarik kuat lalu menuju ke sebuah kamar mandi bertuliskan 'SEDANG DIPERBAIKI'
Guyuran air pertama tepat di muka ini dan sedikit batuk, dilanjut guyuran kedua dan dilengkapi air mani yang cukup berbau. Pemaksaan terjadi mereka menarik kerah baju dan meminta uang saku, sementara karena jarang beli makanan atau jajan di kantin menjadi buah pemikiran bahwa tersimpan uang tersebut.
Mulut yang hendak mengeluarkan teriak minta tolong justru dibungkam begitu cepat. Hati sangat takut bahkan sudah gemetar dingin tidak memedulikan bagaimana keadaanku, ya hanya paksa dan paksa hingga kakak kelas beda tiga tahun itu sudah lulus.
Semuanya berjalan dengan anggapan berakhir masalah yang ada tapi dianggap cukup kekonyolan semata. Diusia dua belas tahun dimana masa pubertas pertama menjadi hal yang sangat gila bagiku.
Air mata ini telah tertumpah. Malam itu berjalan sendirian tidak tahu akan ke mana laju ini sebenarnya, diminta seorang pria yang dianggap paman dan ditakuti bahwa amukkan kasar datang malah menjadi kejadian buruk.
Genap dua belas tahun dimalam yang tidak mau ada malam lagi diajak menuju ke sebuah rumah dan disitu hanya ada diri ketakutan dan kurang lebih tujuh laki-laki yang sudah beruban dan bahkan juga berkumis putih.