PUNKER

Xie Nur
Chapter #3

Huru-Hara Pertama di Asrama Putra

Sesuai mandat Pak Abu, Riyan membawa Ric masuk ke asrama putra. Pemuda itu langsung menunjukkan kamar yang akan Ric huni. Kamar yang berada di ujung luar dari lorong yang menjorok ke arah barat. Berbatasan langsung dengan ruang santai berupa kursi kayu yang tampak kokoh tetapi warnanya telah sangat kusam.

“Ini kamarmu,” kata Riyan setelah membuka pintu dan mempersilakan Ric masuk. “Semoga betah tinggal sekamar denganku.”

Ric mengangguk lalu memperhatikan satu ruangan berukuran 4 x 4 meter tersekat menjadi dua pada bagian tempat tidurnya. Bagian ruang lain menjadi tempat bersama. Ada dua meja lesehan di antara pintu masuk menghadap ranjang rendah masing-masing. Adapun lemari pakaian berdiri memojok pada sisi meja belajar.

Ruangan yang rapi. Pikir Ric. Riyan ini pastilah tipe orang yang menyukai kebersihan dan kerapian. Terlihat dari penampilannya dengan potongan rambut klimis belah samping.

“Tempat tidurmu yang itu,” tunjuk Riyan pada sisi sebelah kanan.

“Baik, terima kasih.” Ric lalu meletakkan tas kain di meja yang sedari tadi dikempitnya.

“Istirahatlah dulu, sebentar lagi aku mau berangkat kuliah,” sambung Riyan lalu memeriksa tas sebesar laptop di mejanya.

“Ambil jurusan apa?” tanya Ric.

“Komunikasi.”

“Kamu sendiri?” tanya balik Riyan.

“Enggak kuliah.”

“Oh,” tatapan Riyan menjadi berubah. Ada sedikit mengandung arti merendahkan. “Di sini kerja?”

Ric menggeleng. “Entahlah, belum tahu mau melakukan apa.”

“Asalmu mana?” tanya Riyan yang telah berdiri.

“Yogya,”

“Baiklah, aku pergi dulu.” Riyan telah berjalan ke pintu tanpa menyebutkan asal daerahnya. Akan tetapi dari logatnya tampak kalau Riyan bukan orang Jawa. Bisa jadi orang Sunda atau orang Jakarta.

“Ya, silakan,” kata Ric mengayunkan tangan ke depan dengan telapak tangan membuka.

Selepas Riyan menutup pintu mata Ric langsung menumbuk kasur yang terlihat empuk. Dia pun segera menghempaskan tubuh ke atasnya.

Entah berapa lama Ric tidak merasakan tidur di kasur yang membuat tulangnya beradu dengan benda keras. Ini sungguh terasa nyaman. Membuat Ric terlena dan bermimpi. Satu mimpi yang terasa aneh.

Ric saat itu merasa sedang berjalan pada satu area yang gersang. Tetumbuhan banyak yang mati dengan warna hitam seperti terbakar. Ric menoleh ke belakang, sebuah visual tentang orang-orang yang sedang berpesta membuatnya tersenyum merasa senang karena dari sanalah dia datang. Akan tetapi lepas dari pesta pora itu, tiba-tiba ada sesuatu yang menuntunnya keluar pada satu area luas seolah hampa udara. Pada tempat itu terdapat dua pintu gerbang yang berbeda.

Lihat selengkapnya