PUNKER

Xie Nur
Chapter #7

Gara-gara Perempuan Pengadu

Ric sangat senang mendapat baju baru dari Pak Abu. Ternyata kepergian beliau untuk membelikan baju untuk Ric. Tidak banyak, tetapi bagi Ric sangat cukup untuk berganti baju setiap hari.

“Terima kasih, Pak,” kata Ric yang telah memakai kaus lengan panjang yang bisa untuk menutupi tatonya. Sepertinya Pak Abu sengaja membeli kaus atau baju berlengan panjang itu.

“Lain kali jangan lupa lagi memasang plang sedang dibersihkan di pintu masuk tempat wudu wanita,” kata Pak Abu mengingatkan Ric.

Euphoria Ric akan baju baru seketika terjerembab. Pasti perempuan itu yang mengadu. Dan Ric menjadi tidak suka pada perempuan itu. Masa hanya karena ada sedikit kelalaiannya, dia melapor pada Pak Abu. Padahal setelah itu, dia memasang plang yang berada di pojok ruang wudu mendekati pintu keluar.

“Memangnya kenapa harus pasang itu?” tanya Ric yang selalu butuh alasan kenapa yang dia lakukan salah. “Apa tukang masak Pak Abu yang bilang kalau saya tidak memasang plang?” tanya Ric lagi sambil melipat baju yang tadi dia buka dari plastiknya.

Pak Abu mengangguk. “Itu tempat khusus wanita, karena saat berwudu mereka harus sedikit membuka aurat kepala, lengan dan kaki mereka. Kita tidak boleh sembarangan masuk ke sana.”

“Cuma membuka penutup kepala, kan. Kenapa mesti heboh macam tukang masak Pak Abu itu.”

“Dia bukan tukang masak, dia itu yang membantu memasak dari koki yang sebenarnya.” Pak Abu meluruskan perkataan Ric yang seolah menyudutkan Nai. “Dan kerudung itu, bukan sekedar penutup kepala. Dalam agama kita ada aturan berpakaian menutup aurat. Tidak bisa sembarang orang boleh melihat bagian aurat tersebut tanpa adanya ikatan apa itu pernikahan, atau pertalian darah.”

“Ya, saya tahu itu. Tetapi kenapa mesti ada aturan semacam itu?” Ric pikir aturan itu aneh.

“Di Al Qur’an ada perintahnya secara jelas. Kamu ingat, kalau Al Qur’an buku petunjuk bagi kita. Petunjuk untuk hidup di bumi? Kembali pada kenapa terutama wanita harus menutup aurat, karena hal itu bisa meredam hasrat laki-laki yang tidak benar. Yang mengarah pada zina mata. Dan yang terpenting, pakaian syar’i berguna untuk menjaga kehormatan wanita,” terang Pak Abu. “Apa kamu mau membeli buah-buahan yang telah dikupas dari kulitnya dan terbiar tanpa penutup apa pun? Atau pisang ini.” Pak Abu mengambil satu buah pisang yang tersaji di meja tamunya. Dia lalu mengupasnya. “Kamu mau membeli pisang yang sudah terbuka seperti ini?”

“Tidak ada orang yang menjual buah tanpa kulitnya,” sanggah Ric.

“Itu benar. Itu terjadi karena penjual buah mengerti betapa berharga buah dengan kulitnya. Bahkan kalau kulit pisang ini terkelupas sedikit, orang-orang pasti berpikir dua kali untuk membelinya. Bukankah begitu?” terang Pak Abu yang segera memakan pisang yang telah terkupas sempurna. “Ayo, ikut makanlah!”

Ric yang merasa lapar mengambil pisang yang tergeletak di meja masih pada tangkai sisirnya. Tetapi Ric masih belum mengerti dengan penjelasan Pak Abu, kenapa pisang disamakan dengan manusia.

Lihat selengkapnya