“Jadi nanti tugasmu cuma mengawasi kegiatan semua penghuni asrama dan laporkan padaku. Kapan mereka keluar kamar, mau kuliahkah atau mau ke mana.”
“Untuk apa?” tanya Ric saat hari berikutnya Zakaria mengajak ketemuan di warung bakso, pertigaan depan.
“Ini untuk mengisi kuisener online. Dari data itu nanti kita bisa dapat uang?”
“Masa sih, memang data itu untuk apa?” tanya Ric heran dengan tugas yang harus dia kerjakan untuk membantu Zakaria yang menjanjikan uang lelah. Bahkan hari ini Ric mendapat jatah satu pak rokok. Katanya itu sebagai uang muka.
“Mana aku tahu, ada aplikasinya. Nih!” Zakaria menunjukkan satu aplikasi berjudul Surveyor.”
“Boleh aku lihat?” Ric memajukan tangannya ingin meminjam ponsel Zakaria.
“Maaf, ponsel itu benda privasi.”
“Memangnya kamu sudah dapat uang berapa dari mengisi survey itu?” Ric agak kurang percaya dengan cara mendapatkan uang model seperti itu.
“Adalah, yang jelas dalam bentuk dolar. Nanti penarikan lewat paypal.” Zakaria terus meyakinkan Ric dengan menunjukkan aplikasi pembayaran online internasional. “Sebaiknya kamu lekas punya HP biar bisa mencari uang dengan hanya duduk saja.”
“Bukannya kamu kuliah kedokteran ya?” Ric menjadi curiga karena sepertinya Zakaria ini terlalu santai sebagai mahasiswa eksakta yang setahu dia banyak tugas dan praktikum di luar jam tatap muka langsung.
“Karena itu kali ini aku minta bantuanmu. Dan ada bonus besar menantimu.”
Ric menanggapi dengan ragu-ragu. Tetapi Ric pikir tidak ada salahnya membantu orang. Toh, Zakaria orang yang baik. Buktinya hari ini dia menraktirnya makan.
“Apa aku pelu mewawancarai mereka juga?” tanya Ric terkait praktek di lapangan nanti.
“Tidak usah, kamu cukup menandai kapan, misal si A ini pergi dari kamar jam berapa, terus pulangnya jam berapa. Kira-kira mau ke mana, atau kamu bolehlah bertanya tujuannya. Tapi jangan sampai tahu kalau aktivitas mereka sedang dalam pengamatan,” terang Zakaria.
“Kenapa?” Ric mengernyitkan kening lagi.
“Ini harus terlihat alami. Kita tidak boleh mengaburkan data dengan menjadikan anak-anak asrama ini seolah baik pergi kuliah semua.”
“Oke,” sahut Ric. Ini bukan pekerjaan yang susah. Dia tinggal duduk saja di teras asrama lalu menunggu satu persatu dari mereka keluar atau pulang. “Tapi aku mengerjakan tugasmu setelah aku selesai dengan pekerjaan di masjid.”
“Ya boleh,” ucap Zakaria merasa lega Ric mau membantunya. “Bisa kamu mulai itu besok?”
“Tentu,” Ric manggut-manggut.