PUNKER

Xie Nur
Chapter #16

Nisbah Suatu Kejadian

“Ada apa antara kamu dengan Mbak Nai?” gema pertanyaan menggantung di tengah malam yang berteman rintik hujan.

“Eh?” Ric menoleh ke sisi lorong masuk kamar. dan di sana berdiri Sena menatap lurus padanya dengan kedua tangan bersedekap, lengan kanan menempel tembok. “Maksudnya?” Ric mematikan rokok yang telah membakar busanya.

“Tadi pagi aku melihat kalian,” Sena mulai melangkah ke arah Ric sambil tangannya merogoh sesuatu dari kantung celana. Sekotak rokok terulur pada Ric.

“Makasih,” Ric menerimanya tanpa sungkan. Selama ini hanya Sena dan Ayom yang bisa menerima kehadirannya dengan baik, sebagai penghuni lantai atas. Kalau penghuni lantai bawah yang paling dekat hanya Zakaria. Yang lain sekadar interaksi basa-basi. “Itu tidak seperti yang kamu pikirkan.”

“Kamu memberikan sesuatu padanya dengan senyum yang tidak biasa.” Sena mengambil tempat duduk di sebelah Ric yang kali ini tidak biasanya duduk di kursi menghadap ruang terbuka yang menitik air. Hal itu terjadi karena sisi pembatas teras kena tempias hujan.

“Hah?” Ric menghentikan aksinya menyalakan korek api. Mendadak Ric menjadi waspada. “Aku menitip sesuatu untuk Pak Abu,” kata Ric.

Dia jelas tidak bisa bilang tentang uang Riyan yang dia temukan dan sekarang berada di tangan Nai. Tidak untuk sekarang, sebelum uang itu kembali pada Riyan.

Coba tadi serah terima uang sudah dia lakukan dengan Pak Abu, mungkin Ric bisa cerita pada Sena. Akan tetapi situasinya menjadi berbeda. Pak Abu ternyata belum kembali dari rumah saudaranya. Bagian dalam rumah Pak Abu terlihat gelap gulita. Selain itu, Pak Abu juga tidak tampak ikut salat Isa.

“Apa itu?” Sena malah tambah kepo.

“Itu, apa ya?” Ric menelengkan kepala. “Pokoknya ada-lah.”

“Mencurigakan,” semprot Sena sembari menguntai senyum dengan picingan.

“Kamu enggak bisa tidur atau apa?” tanya Ric mengalihkan percakapan.

“Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.” Sena kemudian ikut menyalakan rokok.

“Oh,” tanggap Ric menghisap dalam asap hingga memenuhi rongga dada. Ric bukan tipe orang yang suka mengorek sesuatu yang bisa jadi menjadi rahasia orang itu.

“Kamu tahu, menjelang lulus aku jadi galau perihal pekerjaan yang akan kudapatkan nanti.”

“Kamu bisa menjadi pengacara, jaksa, notaris, atau malah hakim?” tebak Ric yang tahu Sena sebagai mahasiswa hukum.

“Dan apa kamu tahu, untuk dapat masuk institusi itu seringnya harus punya channel,” balas Sena.

“Benarkah?”

“Anak pedagang kecil sepertiku, sudah pasti akan dengan mudah tersingkir ketika memasukkan lamaran.”

Saat bersamaan tanpa terduga, Zakaria terlihat di ujung tangga.

“Ada pembicaraan asyik apa ini?” tanyanya yang langsung mengarah pada kursi di depan Ric dan Sena.

Sena menyodori Zakaria rokoknya, “Kegalauan calon sarjana tentang pekerjaan,” kata Sena memberitahu topik pembicaraan dia dengan Ric.

Lihat selengkapnya