PUNKER

Xie Nur
Chapter #19

Memulai Itu Seperti Bangun Pagi Usai Begadang

Pukul enam Ric sudah duduk di ruang makan. Hari ini dia akan mulai bertanya-tanya tentang alibi penghuni asrama yang tidak berangkat kuliah pada saat Idzar dan Riyan kehilangan uang. Hanya cara ini yang Ric rasa bisa dia lakukan. Mengobrol sembari makan tentu tidak terasa kalau sedang diwawancarai. 

Lagi pula kalau Ric sengaja mendatangi mereka satu persatu ke kamar, belum tentu target bersedia membukakan pintu untuknya. Ric sadar diri. Posisinya tetap menjadi tersangka bagi penghuni asrama lainnya. Mungkin yang menganggap dia bersih cuma Sena dan Ayom. Zakaria masih perlu dipertanyakan.

Mangsa pertama datang. Aziz. Pemuda gemuk itu sengaja Pak Abu tempatkan di lantai atas agar dia sering membakar kalori tubuhnya dengan naik turun tangga. Aziz pernah menolak tawaran untuk menempati kamar di atas. Tetapi, waktu itu memang tidak ada pilihan lain. Deretan kamar di bawah sudah penuh. Lalu ketika di bawah sudah ada kamar yang kosong, Pak Abu tidak mengizinkan. Tentu dengan alasan, agar Aziz bisa berolah raga secara tidak langsung.

“Hei, Bro. Aku mau mengetes ingatanmu.” Tanpa aba-aba Ric langsung bertanya pada Aziz.

“Untuk apa?” tanya Aziz dengan muka ditekuk. Sementara itu tangannya sibuk mengambil lauk yang seharusnya untuk dua orang.

“Ingatan yang kuat katanya bisa memperpanjang umur,” ucap Ric asal berkata-kata.

“Masa?” Aziz telah duduk dan mulai menyuap makanannya.

“Jadi pada hari Rabu tanggal 27, kamu sedang ngapain?” tanya Ric langsung. Dia akhirnya ikut mengambil mendoan yang masih lumayan panas.

Aziz mengunyah makanannya sembari melihat ke arah kalender yang terpasang di belakang Ric. “Sepertinya aku di rumah saja, tidur,” sahutnya kemudian. “Sore hari baru aku ada kuliah.”

“Waktu itu kamu mendengar suara yang mencurigakan, enggak dari kamarmu?” tanya Ric mulai menjurus pada kasus pencurian uang Idzar.

“Aku tidur, mana mungkin mendengar suara-suara,” dalihnya dengan mulut penuh makanan.

“Kalau Senin tanggal satu?”

“Itu tanggal gajian, kan? Orang tuaku maksudku. Aku sekitar jam sepuluh ke ATM ambil uang dan makan enak di resto.”

Tepat saat Aziz menyelesaikan ucapannya Mufaiz datang. “Wah, pecel. Makanan kesukaanku nih,” kata Mufaiz lalu mengambil piring mengisinya dengan lontong tidak nasi seperti Aziz, lalu menumpuknya dengan berbagai sayuran terakhir menuangi dengan bumbu kacang. 

“Kamu enggak mengetes ingatan Mufaiz?” tanya Aziz setengah protes pada Ric.

“Ah benar,” sahut Ric. Dia pun menanyakan hal yang sama pada Mufaiz dan mendapatkan jawaban yang cukup memuaskan. Mufaiz punya alibi pada hari kejadian. Sedang ada rapat dengan Unit Kegiatan Islam yang dia ikuti. 

Satu persatu penghuni asrama datang untuk sarapan. Mereka datang dan pergi secara bergantian. 

Ketika Brian muncul, anak itu langsung curiga tentang pertanyaan Ric yang tidak biasa.

“Kamu sedang menyelidiki pelaku pencurian?” tanya Brian tidak menjawab pertanyaan Ric. 

Tak lama muncul Ferry yang memandang Ric dengan tatapan waspada.

“Seperti itulah.” Mau tak mau Ric mengaku. “Aku perlu alibi dari penghuni asrama yang hari itu tidak berangkat kuliah.

“Berarti aku aman dari pertanyaan dong?” kata Sena yang datang hampir bersamaan dengan Ferry.

Lihat selengkapnya