You're My Blue

Risma Nur'aeni
Chapter #19

18 - Zarrel Faresta

Setelah dua pekan libur, sekolah masuk kembali dengan memulai Kegiatan Belajar Mengajar baru. Sama halnya dengan Biru, ia yang memang sangat suka suasana pagi hari bahkan sudah bersiap dari empat dini hari. Ketika pukul lima tepat, ia sudah berangkat dan hanya dengan sepuluh menit ia sampai.

Biru turun dari sepedanya dan menuntun hingga pas depan gerbang.

Tidak ada siapapun, Pak Amin harusnya biasa membuka gerbang jam lima lebih lima tapi ini keberadaannya tak kunjung ada hingga lima menit. Akhirnya Biru meletakkan sepedanya dan memanjat pagar hitam sekolah.

Sekejap ia langsung sampai di dalam sekolah dan mengambil kunci gerbang, membukanya, membawa sepedanya masuk.

"Aduh, atuh si Biru malah panjat-panjat pagi-pagi!" Pak Amin datang terbirit-birit dari dalam sekolah.

Biru malah terkekeh.

"Kenapa nggak nyaurin bapak dulu si aa?" tanyanya.

"Udah Pak, tapi bapak nggak dateng-dateng jadi Biru panjat aja." Biru menyerahkan kunci pada Pak Amin dan mengambil sepedanya, menuntun ke parkiran sepeda.

Meskipun Biru memanggil Pak Amin tetapi panggilannya mampu dikalahkan oleh kucing menggeram. Ia tak berani memanggil Pak Amin keras-keras karena itu tidak sopan.

"Apa kabar si aa teh nggak keliatan dua minggu?"

"Baik Pak, ya masa saya harus masuk biar keliatan bapak," balas Biru. Ia menyalami punggung tangan Pak Amin dan melesat masuk ke kelasnya.

Kelasnya memang berubah, tapi penghuninya tidak. Mereka sudah ditakdirkan akan sekelas hingga kelas tiga nanti, karena sekolahnya tak menetapkan gulir kelas lagi, infonya.

•••

Upacara yang dilaksanankan di lapangan yang setiap hari Senin akan berakhir sebentar lagi. Mata Tera membulat ketika netranya menangkap sosok Zarrel teman SMP-nya dulu, keluar dari Ruang Wakil yang terlihat dari lapangan.

Untunglah Biru sangat gemar menjadi komunitas baris belakang saat upacara. Beberapa teman hawa sekelasnya membicarakan Zarrel yang tampangnya sedikit lagi sudah di atas rata-rata. Tetep aja masih gantengan Biru kata Tera tuh.

Tera merasa jantungnya kebas mengetahui Zarrel akan sekolah di sini juga. Ia takut, kembali merasakan kesendirian tanpa adanya Biru lagi. Ia takut Biru tak akan merimanya bahkan dalam bentuk apapun di dunianya. Ia takut, rasa bersalah karena ia masih menutupi kebenaran membuat kepalanya pening.

Tera sejujurnya sudah merasakan bagaimana pedihnya tidak diterima lingkungan sosial, tapi tak di terima oleh Biru rasanya akan terlalu sulit ia bayangkan apalagi rasakan. Biar ia bertahan dalam kelaman tanpa mengingat sulitnya kepura-puraan ini. Ia tak siap dengan kemungkinan besar yang akan terjadi jika Zarrel tak terima sahabatnya dikeliling dusta.

Selesai upacara, biasanya akan ada freeclass karena para guru sibuk salam-salam bertemu lagi.

Hasilnya Biru sudah terlelap di pagi ini bersandar pada meja. Tera hanya menggulir layar ponsel dengan membuka beberapa sosial media.

Satu jam berlaru hingga suara napas seseorang yang diburu muncul. Biru bermimpi buruk sepertinya. Ia bangun dengan mata terkejut dan keringat sekitar dahi.

"Makanya pagi-pagi jangan molor Bir!"

Biru berdecak mendengar kalimat Rendra dan bernapas lega saat tau ia hanya bermimpi. Tera yang menatapnya ditatap balik Biru dengan kerutan alis dan pandang curiga.

•••

Lihat selengkapnya