Apa yang dibenarkan, dunia yang tidak adil membuat manusia tidak merasa puas atau manusia yang merasa tidak puas menghardik ketidakadilan dunia?
•••
"Tar! Biarin gue ikut!"
"Enggak, lo nggak perlu ikut Ger!" histeris Mentari mencegah Gerald ikut dengan alasan lebih banyak timbul masalah nanti.
Sesungguhnya ia tak terlalu paham bagaimana kasus mendalam mengenai ayahnya, yang ia tau hanya ayahnya didakwa dengan pembunuhan berencana dan menewaskan dua orang.
"Mentari, gue khawatir sama lo." Kalimat Gerald menegur Mentari cukup dalam.
"Tapi lo janji tunggu di luar," ancam Mentari. Gerald hanya mengangguk cepat.
•••
Mentari keluar dari mobil Gerald, ia memantapkan hati sebentar sebelum memasuki gerbang hitam yang pernah dimasukinya. Langkah membawanya menekan bel samping pagar Rumah Biru. Samar ia mampu mendengar suara air gemericik sepertinya ada yang sedang menyiram bunga di halaman.
"Cari siapa Dek?" tanya perempuan yang muncul dari gerbang.
"Saya temen Biru, mau ketemu Ibunya Biru, ada?"
Mentari dipersilahkan masuk, perempuan tadi izin memanggil pemilik rumah. Tak berselang lama, wanita yang kerap disapa Ibun oleh Biru itu berjalan dengan anggun dan senyum di wajah.
"Loh, Mentari? Biru belum pulang dari tadi, biasa pulang mau magrib Biru mah, Nak." Kalimat dan nada bicara Rinjani mampu membuat hati Mentari berdesir tak habis pikir, bagaimana orang yang terlihat tulus sudah membuat ayahnya berakhir bunuh diri di penjara.
"Aku bukan mau ketemu Biru Tante, tapi mau bicara sama Tante." Rinjani merasa tak enak hati ditatap dengan binar mata menghardik Mentari.
Sejak tadi Mentari memberi tatapan yang menurut Rinjani menuntut jiwanya.
"Mau bicara apa Mentari?"
Mentari pertama hanya meletakkan potret-potret yang ia dapat dari Gerald. Mata Mentari menjelajah pada pigura yang menggantung menampilkan wajah keluarga kecil tiga anggota yang terpajang di ruang tamu yang ia duduki saat ini.
"Ada yang bilang, Tante yang tuntut ayah aku sampai masuk penjara?"
Rinjani membelalakan matanya, sangat terkejut dengan tutur Mentari yang begitu menohok sudut hatinya.
"Maksud Mentari apa ya?" tanya Rinjani sambil perlahan menggenggam punggung tangan Mentari lembut, sedari tadi ia perhatikan anak perempuan seusia Biru ini meremas tangan dengan kuat.