Gadis berambut panjang dengan mata hitamnya menangkap dua orang yang masuk ke lapangan indoor basket. Salah satunya adalah Tera, yang merupakan teman sekelas Biru. Alis Mentari meninggi saat Tera yang seperti menggiring paksa seorang lelaki jangkung dengan rambut legam bergaya simple rapih.
Matanya sempat memincing curiga dan hendak pergi saja, namun kakinya berbalik lagi ke lapangan indoor. Bukan karena apa, dukungan dari kecurigaannya sebab lelaki yang ditarik Tera itu sebelumnya akan melangkah menyapa Biru dari kejauhan, hendak mendekat. Andai tidak ada Tera lelaki itu pasti sedang melempar sapa pada Biru. Atau malah tidak?
Saat di depan pintu itu, tangan Mentari yang hendak mendorong pintu lapangan seketika berhenti karena tertegun oleh sebuah kalimat yang mampu ia dengar.
"Lo kira Biru pikun sampe nggak inget gue?!
"Bukan! Zarrel lo harus percaya sama gue, bahkan dia nggak inget gue selama setahun ini." Setelahnya suara tangis terdengar samar, meskipun pintu tidak terbuka sempurna. Namun masih bisa menampakan dua orang yang duduk bersebelahan.
Badannya makin condong karena pembahasan aneh dari dua insan itu. Dirinya tak pungkiri tertarik sagala kaitannya dengan Biru. Tentu, Biru orang yang penting. Namun sebelum itu, ada sebuah panggilan yang mengalih fokusnya. Orang yang sedang ia kepo-kan ada dibelakangnya. Sambil memanggil agak berbisik.
"Mentari ... , Mentari ... ," panggilan yang ia buat dari jauh. Membuat Mentari menoleh ke arahnya. Untung panggilan Biru tak membuat orang di dalam lapangan indoor tersadar.
Biru melangkah hendak mendekat, namun Mentari yang lebih dulu melangkah untuk menghampirinya. Mentari tak ingin menjelaskan panjang sebab keberadaannya pada Biru, begitupun alasannya..
"Lagi ngapain?" tanya Biru setibanya Mentari dihadapannya.
"Liat lo olahraga?" canggung Mentari. Biru memincing curiga matanya. Sebelum Biru sempat membalas, Mentari kembali menyambar.
"Udah cepetan main lagi ... , gue ngeliatin dari sini. Buru!" Bersamaan dengan tutur lembutnya, Mentari memutar punggung itu dan mengarahkannya ke lapangan lagi. Mendorongnya pelan setelah memberi tepukan tulus di sisi lengan Biru.
Biru lupa. Tujuannya bertanya dan alasannya hendak menghampiri gadis berambut gelombang itu. Yah, ia sedang buta.
"Oke deh," balas Biru singkat sambil langkahnya kembali ke lapangan. Ia kemudian berbalik sebentar pada Mentari dan memberikan sebuah kedipan nakal dari matanya.
Balasan Mentari hanya mengangkat tangan dengan gerakan menyuruh Biru mempercepat langkah.
Mata Mentari juga menjadi saksi dari acara penyenggolan bahu Biru dari lelaki yang ditarik Tera tadi. Meskipun matanya merasakan sebuah kecurigaan yang besar, pikirannya hanya bisa membelakangi itu karena begitu tak mendasar dan asal.
Namun, sekarang kalau diingat lagi. Berarti apa yang ia dengar benar adanya. Biru tak ingat ayahnya meninggal, dan fakta bahwa Tera dan Zarrel merupakan teman sejak lama. Untuk Mentari, alasan ia tetap bungkam adalah menyembunyikan sosok ayah tiri Biru yang dikira adalah ayah kandungnya. Persis seperti kata Rinjani.
Oh, jangan lupa juga bahwa dirinya takut Biru kecewa padanya, karena ayahnya telah membuat masa kecilnya menjadi suram dan gulita.
Sebenarnya Mentari masih bingung, kalau alasan Tera selama ini menyembunyikan identitas bahwa ia adalah teman lama Biru itu apa. Mentari seperti melewatkan hal yang sangat besar, namun masih tersembunyi.
Tiba-tiba mata Mentari mengalami serangan tornado. Matanya ditiup oleh Gerald!
Mentari hanya mendelik sebal dengan lelaki berbadan tegap dihadapannya. Gerald hanya tersenyum meledek. Mereka sedang berada di sebuah tempat makan favorit, gadis berambut panjang itu diajak karena perut lapar orang dihadapannya.