Pagi-pagi sekali sepertinya bukan hal yang memuaskan untuk memulai hari. Awan hitam dan langit biru yang masih terlihat mirip tidak berekspresi.
Pukul lima dini hari hujan mengguyur negeri dan isinya. Abai dengan anak rajin seperti Biru dan Tera.
"Eh, Hallo Pangeran Tanpa Nama!" sapa Tera yang juga berlindung disebuah toko pinggiran yang belum buka dekat persimpangan.
"Ngapain lo?"
"Mau main warnet!" Gadis itu memberikan pelototan matanya pada Biru. Pemilik mata legam bersumpah, tak pernah ia dari dulu menyukai sifat responsif heran dari Biru yang ini.
Ini jam lima pagi, Tera mengenakan seragam. Kenapa harus bertanya lagi kalau sangat jelas ia ingin sekolah juga?
Gantian mata cokelat Biru yang memberi tatapan sengit. Lalu tak lama ia menghela napas pasrah dengan Tera yang pagi-pagi buta sudah melipat muka.
"Motivasi dari mana dateng jam segini?" Pemuda itu ingin sekali tersenyum dan hanya gadis di sebelahnya yang boleh melihatnya. Namun, alih-alih begitu ia malah menyungging senyum tipis saja tanpa memperlihatkannya.
Dengan masih memandangi hujan, Tera menjawab ketus.
"Pangeran Tanpa Nama."
"Siapa?" tanyanya lagi.
Bibir Tera berkedut menahan senyum. Untuk melampiaskan rasa malunya, ia memukul lengan Biru tersipu.
Biru sedikit ingin protes karenanya namun ia urungkan saat melihat rona di wajah Tera. Kemudian gadis berambut legam itu berujar.
"Lo lah!" cicitnya sambil membetulkan rambut.
"Pangeran Tanpa Nama?" Telunjuk itu mengarah pada dirinya sendiri. Memastikan pendengarannya tidak salah disela suara gerimis padat ini.
Kepala Tera mengangguk lucu dan menatap sepatu biru tua.
Biru memusatkan atensi pada Tera. Tak sadar, arah ujung jari kakinya mengarah pada Tera. Penuh. Dan ekor mata gadis itu menangkapnya. Kalau kaki itu menunjukan sikap yang baik dengan tanpa ragu tidak akan berpindah atau mengarah ke yang lain padahal dirinya bicara, artinya Biru menerimanya. Sebagai orang yang bisa menemani harinya.
"Gue nggak tau ada dongeng Pangeran Tanpa Nama," ungkapnya memiringkan kepala seraya mengingat.
"Lo tau Belle Si Kutu Buku dari Perancis?" Sekarang mata gelap itu bertemu mata kelam Biru yang akan mencolok jika saja matahari berkiprah saat ini.
Anggukan datang sebagai sebuah jawaban. Belle sang tokoh utama Beauty and The Beast, siapa yang tidak tau.
"Lo tau nama asli dari Pangeran Buruk Rupa nggak?"
Biru bergeming memikirkan maksud dari pembicaraan Tera mengarah pada apa. Di tumpahan air yang semakin menipis membasahi ini, Biru diam dan tak bisa menemukan hal yang berkaitan dengan pembahasan.
"Maksud lo apa sih Ra?"
"Punya nama atau enggak? Jawabannya iya atau enggak!" paksa gadis itu. Tuntutan itu membuat pemuda itu berdecak dan membalas.
"Enggak!"
"Alasan lo?" tagihnya.
"Ya, gue nggak tau! Makanya jawaban gue enggak."
Tera melenggang begitu saja kembali berjalan di bawah langit selepas hujan. Awan gemul putih mulai menyinari, meskipun matahari setia bersembunyi dibaliknya.
Biru mengekor langkah santai Tera.
"Ra!" Biru tak sabar dengan jawaban itu. Kenapa dirinya dipanggil Pangeran Tanpa Nama seperti Pangeran Buruk Rupa? Ia memiliki nama dan tidak bisa dipadankan dengan kenyataan kalau Pangeran Buruk Rupa tak memiliki nama.
Langkah Tera menghadap Biru dengan tiba-tiba dan membuat Biru menghentikan langkah. Harum tanah yang sudah diterpa hujan merupakan suasana yang tidak pas jika ia dihantui pertanyaan tak masuk akal Tera.
Helaan napas terdengar sebelum Tera menepuk sisi lengan Biru dengan lembut dan ingin menerangkan.