Biru menatap langit-langit rumah sakit, matanya merayapi sekitar dan tidak mendapati siapapun selain dirinya di ruangan ini. Tak lama sosok perawat masuk mengecek kantung infus dan bertanya keadaannya.
"Sus, liat Ibun Papah nggak?" ujar Biru pelan.
Perawat mengerutkan alis sebentar.
"Oh sepertinya sedang mengurus administrasi dan sesuatu bersama Dokter Irfan tadi."
Biru hanya mengangguk dan mengatakan, "Makasih Sus."
Biru akhirnya hanya bermain ponsel, mengabari Rendra dengan mengirim pesan. Mumpung jam masih menunjukan pukul 5.
Rendra
Ren
Ren, boleh minta tolong gk?
Karena Rendra belum membalas, ia akhirnya menelpon anak satu itu. Setelah dering ke-empat, barulah suara di sebrang terdengar dengan suara berat khas bangun tidur.
"Halo? Ini siapa dah?"
"Ini gue Biru, lo masih tidur Ren?"
"Masih lah, sialan lo nelpon pagi buta, langit masih gelap Bir, udah mau lanjut," sebelum Rendra menutup sambungan Biru menahannya.
"Tolong cuy,"
"Minta tolong apa?" Suara bergerak terdengar, sepertinya anak itu langsung terbangun mendengar nada bicara Biru yang serius.
"Gue hari ini nggak masuk, tolong ambil surat di rumah gue ya? Sama sekalian tugas dari Bu Marina di meja belajar kamar gue, tolongan Ren," runtut Biru.
"Emang kenapa lu nggak masuk?"
"Lagi di rumah sakit, gue tutup ya," sambungan tertutup.
Suara langkah kaki terdengar rungu Biru.
"Udah bangun?" tutur Jani dengan lembut. Biru hanya mengangguk sekilas.