Bel pulang baru saja berbunyi, semua murid bertabur keluar kelas. Melangkah menuju rumah masing-masing.
"Bir, PS-an di rumah gue dulu yuk!" saran Rendra dengan semangat.
"Ada kakak lo nggak di rumah?" tanya Biru. Bukan tanpa alasan Biru bertanya perihal kakak dari Rendra itu. Kakak temannya itu galak. Apa lagi ketika tau kalau Biru dan Rendra main PS, pasti akan langsung diusir untuk cari tempat main PS di Warnet saja.
Yah, kan kalu main PS nggak teriak-teriakkan mana bisa sih mereka?
Posisi mereka berdua belum sampai keluar gerbang, mereka bahkan masih lima langkah di luar kelas. Rendra menggeleng dan nyengir sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Kakak gue masih kerja, pulangnya masih jam 6," papar Rendra menjelaskan.
"Sebenernya, kakak gue itu nggak galak Bir, dia itu baik banget, tapi pas tau lo bacotnya sama sama gue dia pasti kesel aja gitu, begitu tau lo dateng ke rumah dia anggep lo itu bagian dari orang rumah, makanya dia sebel pas tau lo juga berisik," tutur Rendra panjang lebar.
Biru tidak mendengar Rendra berujar panjang lebar, ia hanya melihat ke arah gerbang yang beberapa langkah lagi mereka gapai, Biru tau pasti Rendra membicarakan kakaknya. Biru sudah mendengar itu berkali-kali.
Sampai di gerbang Biru berhenti melangkah dan melihat Mentari yang sedang berguarau dengan temannya terdistraksi oleh cowok yang menarik pergelangannya, dengan terpaksa Mentari berpamitan singkat sambil berjalan dengan tangannya ditarik paksa.
Di sini Biru yang posisinya sedang tertarik oleh Mentari cukup penasaran dan kurang terima dengan perlakuan cowok itu. Cowok itu berseragam putih abu, namun di lengannya ada bet dengan bentuk segitiga berwarna maroon. Sepertinya bukan murid sini.
Tekad Biru sudah penuh, tadinya ia ingin mendekati Mentari secara langsung. Tapi kepalang ia penasaran, jika Mentari sudah punya pacar apa boleh buat ia memang harus mundur dulu. Tidak lucu jika Biru mendekati Mentari sia-sia tanpa tau Mentari punya pacar atau tidak.
Biru menggeser tas selempang berwarna hijau army-nya ke belakang. Dan mengikuti arah Mentari dan cowok itu pergi. Meninggalkan Rendra yang entah sedang apa.
Lumayan jauh cowok itu menarik pergelangan Mentari hingga masuk gang yang cukup sepi dan menghempas tangan Mentari. Biru dengan jarak tiga meter masih bisa mendengar beberapa ucapan mereka.
"Tar, gue udah minta maaf sama lo kurang apalagi sih!" ucap cowok itu. Perilakunya gusar seperti orang kebingungan bercampur rasa kesal.
"Ini ... lo minta maaf sama gue tapi lo nggak berubah Ger," Mentari beralih menatap lekat cowok itu lalu melanjutkan, "Lo selalu kasar, lo pikir gue nggak malu di tarik-tarik? Kayak cewek tolol yang cuma ikut mau cowoknya!"
Mentari menatap bawah dan merubah posisi kakinya tidak menghadap cowok itu.
"Ya, lo juga sih bego kenapa mau di anter pulang cowok lain padahal lo punya pacar! Gue itu pacar lo Tar, tapi lo anggep gue apa? Pastinya gue cemburu lo boncengan cowok lain. Kalo ada apa-apa harusnya lo bilang gue!" Nada cowok itu rendah penuh penekanan.
Bahu Mentari sudah bergetar tapi tak mampu menatap cowok itu.
"Gue udah bilang, gue bakal cerita kalo gue siap Ger! Sekarang gue nggak siap dan soal cowok kemarin gue udah bilang dia bukan siapa-siapa, dia cuma anter gue! Gue butuh waktu untuk cerita ke lo segalanya, tapi kalo lo nggak kasih gue waktu! Gue rasa gue nggak kuat sama sikap lo!"
"Kita udahan aja Ger," tutur Mentari tegas nadanya tak gentar dan mantap. Menatap mata cowok itu tak takut.